ArtikelKisah Pilu dan Tragis di Tanah Adat Papua

Kisah Pilu dan Tragis di Tanah Adat Papua

Oleh: Feki Wilson Mobalen)*
)* Aktivis Masyarakat Adat Papua, ketua AMAN Sorong Raya

Ada kebenaran yang dapat dibuktikan menjadi kepastian, dan kebenaran itu akan digapai melalui pergumulan dan perjuangan yang panjang.

Terkesan hanya segelintir orang di muka bumi ini yang biasanya membela kebenaran dan itu untuk dipertahankannya. Maka persatuan mesti diperkokoh dalam perjuangan mempertahankan eksistensi kebenaran, karena kebenaran itu milik semua orang di bawah kolong langit ini.

Ketika kita bicara tentang internasionalisme, Masyarakat Adat Papua tidak boleh tertunduk di dalam pikiran sukuisme dan di dalam pikiran nasionalisme yang sempit. Begitu pula ketika kita berjuang tentang hak-hak masyarakat adat, wilayah adat, kemanusiaan, demokrasi dan penindasan masyarakat adat. Kita bicara tentang nilai-nilai universal, sebab tidak ada satu orang pun di dunia ini yang mau hidup tertindas. Dan tidak ada suatu komunitas adat di dunia ini yang penguasanya terus menindas.

Baca Juga:  Refleksi Hari Perempuan Internasional, Negara Belum Akui Peran Mama Noken Papua

Dimana ada masyarakat adat yang tertindas, di situ ada perjuangan. Dimana ada penindasan, penculikan, pembunuhan, perampokan, eksploitasi wilayah adat, maka di situ ada perlawanan dan pemberontakan oleh masyarakat adat.

Dimana ada manipulasi sejarah ada generasi masyarakat adat yang bangkit untuk meluruskan sejarah dan hari-hari ini masih dan bertambah generasi masyarakat adat yang berjuang.

Kolonialisme di Tanah Adat West Papua telah mengajar Masyarakat Adat Papua. Kolonialis telah menjadi guru yang baik bagi generasi Masyarakat Adat Papua, hari ini untuk bangkit memberontak untuk membangun jati diri.

Ketika Masyarakat Adat Papua berjuang hari ini, kita tidak sendiri dan yang kita perjuangkan adalah sebuah kebenaran yang diperjuangkan oleh siapapun manusia di muka bumi ini. Dan, ketika kita menaruh perjuangan di atas nilai-nilai kebenaran, tidak ada satu orang pun termasuk iblis yang akan datang untuk bergabung dalam perjuangan kebenaran.

Baca Juga:  Klasis GKI Sentani, Klasis Tertua dan Klasis Pertama di Seluruh Wilayah Uzv-Papua

Tanah Adat Papua yang hari ini kita bilang “Surga Kecil” jatuh dari langit, pelosok yang kemarin sunyi dan terlihat alami indah, juga tanah-tanah adat yang luas kini dikuasai oleh orang lain dan yang Anda bilang “Surga kecil jatuh ke bumi” kini surga itu bukan surga bagi Masyarakat Adat Papua lagi. Tetapi surga bagi pemilik modal. Surga bagi kolonialis. Surga para pendatang. Surga bagi militer.  Dan neraka bagi Masyarakat Adat Papua.

Oleh karenanya, walau kita kuliah dan memiliki harapan besar untuk pulang dan membangun Tanah Adat Papua hanyalah mimpi besar bagi generasi Papua hari ini.

Ketika kolonialis, penguasa, pemodal masih rakus, tidak ada masa depan bagi Masyarakat Adat Papua. Yang ada hanyalah pemusnahan dan penguasaan hingga kita akan musnah dan mati di atas tanah adat kita sendiri.

Baca Juga:  Penting dan Tidaknya Program MBG, Apakah Bisa Terealisasi Secara Baik di Tanah Papua?

Hanya ada satu kata “Generasi Masyarakat Adat adalah penentu”. Kita mati musnah atau bangkit lawan dan kita menang itu pilihan. Dan, pilihan itu ada di atas tangan kita. Juga, masa depan Tanah Adat Papua ada di atas pundak generasi hari ini untuk membawa dan memperjuangkan 7 Wilayah Adat Papua seutuhnya menjadi milik Masyarakat Adat Papua.

Ketika kita hari ini duduk diam melihat penindasan dan kita merasakan penindasan dan kita tidak bergerak, maka percuma saja karena perjuangan Masyarakat Adat Papua tidak hanya duduk diam dan meyakini bahwa Tanah Adat Papua akan bebas.

“Tanah Adat Papua akan bebas dan merdeka jika kita sadar bersatu dan lawan”. Karena perjuangan bukan milik Masyarakat Adat Papua, tetapi perjuangan milik masyarakat adat dunia.

Karena itulah, kita percaya “Perjuangan kebenaran akan memerdekakan Masyarakat Adat Papua”. (*)

Terkini

Populer Minggu Ini:

Dewan Kesenian Pegunungan Gandeng Komunitas Labewa Galang Dana Bagi Siswa Pengungsi...

0
“Saya ingin para musisi di Papua Pegunungan menunjukkan bahwa kita bisa lebih dari sekadar menghibur. Kita bisa menjadi bagian dari perubahan, membantu adik-adik kita yang sedang berjuang untuk pendidikan,” ujarnya.

Fortnightly updates in English about Papua and West Papua from the editors and friends of the banned 'Suara Papua' newspaper.