SORONG, SUARAPAPUA.com — Sebanyak 150 orang generasi muda perwakilan dari 10 kabupaten yang tersebar di empat provinsi di Tanah Papua mengikuti Forest Defender Camp (FDC) selama tiga hari (20-22/9/2023).
Yakobus Srefle, ketua panitia FDC, menjelaskan, peserta merupakan perwakilan generasi muda dari 4 provinsi di Tanah Papua.
“Peserta ini berasal dari sepuluh kabupaten yang tersebar di empat provinsi di Tanah Papua. Jumlahnya sekitar 150 orang.”
Kegiatan FDC yang pertama di Tanah Papua diadakan di kampung Manggroholo-Sira, distrik Saifi, kabupaten Sorong Selatan, provinsi Papua Barat Daya, merupakan kolaborasi antara Greenpeace, Bentara Papua, dan komunitas Safir Wet Yiffi.
Kata Srefle, kegiatan ini bagian dari penyadaran generasi muda terhadap pentingnya hutan adat.
“Tujuan utama kegiatan ini yaitu mengajak pemuda untuk melihat permasalahan yang hingga sekarang terjadi di tengah-tengah masyarakat adat, karena investor terus berupaya untuk merampas tanah adat milik masyarakat adat di Tanah Papua,” bebernya.
Menurut Srefle, Sadir Wet Yiffi merupakan sebuah komunitas anak muda adat Knasaimos yang baru satu tahun dibentuk.
“Sadir Wet Yiffi artinya ‘suara anak muda’. Itu bahasa suku Tehit,” jelas Srefle.

Jhony Khokurule, Asisten Bupati Sorong Selatan bidang ekonomi dan pembangunan, di acara pembukaan menyambut baik Forest Defender Camp, sembari berharap dengan kegiatan ini semakin banyak pemuda yang sadar dan peduli dalam menjaga hak-hak masyarakat adat.
“Pemerintah Sorong Selatan sangat mengapresiasi kegiatan Forest Defender Camp diadakan di Sorong Selatan. Harapan kami, lewat kegiatan ada sebuah rekomendasi yang akan diserahkan ke pemerintah untuk dijadikan bahan evaluasi kedepan,” kata Jhony.
Selain itu, Jhony juga berharap adanya dukungan dari masyarakat adat dalam menjaga wilayah adat, sehingga peraturan daerah (Perda) Sorong Selatan tentang masyarakat hukum adat yang baru ditetapkan dapat berjalan sesuai harapan bersama.
“Perda MHA Sorong Selatan telah disahkan dan akan disosialisasikan dalam waktu dekat. Maka, kami sangat membutuhkan dukungan semua pihak,” harapnya.
Sementara itu, Kiki Taufik, kepala Global Kampanye Hutan Indonesia untuk Greenpeace Indonesia, mengatakan, FDC melibatkan perwakilan anak muda adat dari Sorong Raya, Jayapura, Pegunungan Arfak, Manokwari, Bintuni, Merauka hingga Boven Digoel. Sebagian dari mereka datang dari komunitas masyarakat adat yang terdampak ekspansi industri ekstraktif.
Diuraikan, dari tahun ke tahun, hutan di Papua makin tergerus oleh investasi perkebunan, pertambangan, dan pembalakan hutan secara ilegal. Laporan Greenpeace Internasional ‘Stop Baku Tipu: Sisi Gelap Perizinan di Tanah Papua’ mencatat, sepanjang 2000-2019, hampir satu juta hektare kawasan hutan dilepaskan untuk perkebunan.
“Lebih dari 75 persen sumber daya alam di Indonesia dikuasai oleh satu persen saja oligarki atau sekelompok orang kaya yang memiliki kekuatan mempengaruhi pengambil kebijakan negara untuk kepentingan kelompok mereka. Kekuatan orang muda dibutuhkan untuk menjaga Papua agar generasi mendatang tidak mengalami kutukan sumber daya alam,” bebernya.

Dengan kegiatan FDC, Kiki berharap semakin banyak generasi muda yang sadar untuk menjaga wilayah-wilayah adat mereka.
“Kami berharap setelah pulang nanti pemuda semakin sadar untuk menjaga tanah, hutan adat.” []