Teror Bom di Kantor Jubi Amat Memprihatinkan, Pelakunya Harus Ditemukan

0
333

JAYAPURA, SUARAPAPUA.com— Gustaf Kawer, Direktur Perkumpulan Advokat Hak Asasi Manusia (PAHAM) Papua mengatakan aksi bom molotov di Kantor Redaksi Jubi di Waena merupakan tindakan yang amat memprihatinkan, karena terjadi berulang kali.

“Jadi teror di kantor Jubi itu situasi yang kita bilang bukan sangat saja, tetapi amat sangat memprihatinkan, karena terjadi berulang-ulang. Karena sebelumnya pak Victor [Mambor penangung jawab Jubi] sendiri diteror bom, terus teror juga kepada pak Lucky [Ireeuw, Ketua AJI Kota Jayapura] yang diarahkan ke mobilnya. Di Manokwari pak Yan Warinusi yang ditembak, terus LBH juga dapat teror hampir serupa,” ujar Kawer kepada suarapapua.com di ruang kerjanya di Kotaraja pada, Kamis (17/10/2024).

Namun demikian kata Kawer dari semua kasus-kasus itu aparat penegak hukum  tidak perna menemukan pelakunya dan status hukumnya tidak jelas.

“Jadi jujur saja sebagai aktivis dan pengacara HAM, saya mau katakan bahwa ini memang ada desain untuk membiarkan pelaku teror bom berkeliaran. Desain juga untuk bagaimana membuat mereka tidak tersentuh oleh proses hukum. Kita boleh katakan kalau prosesnya tidak jalan, maka diduga kuat bahwa pelakunya adalah aparat,” tukas Kawer.

Jika itu diduga pelakunya aparat kata dia bisa dari aparat polisi maupun aparat TNI. Hal ini merupakan impunitas.

ads
Baca Juga:  Dinilai Bermasalah, Senator PFM Tolak Mutasi Kapolres Bintuni Jadi Kabid Propam Polda PBD

Sebenarnya jika memiliki niat untuk membuktikan kasus tersebut, cara melihatnya sederhana.

“Saya pikir tidak terlalu rumit untuk membuktikan perkara ini. Jadi lihatnya itu dimana kalau kasus kaitan dengan teror bom, maka ini masuk kualifikasi pidana khusus. Pidana khusus itu merupakan kasus teroris, narkoba, pelanggaran HAM dan kekerasan terhadap perempuan. Pidana khusus yang penanganannya itu berbeda dengan penangganan dalam KUHP.”

Jadi mestinya kata dia dalam kasus teror bom yang terjadi di kantor Jubi, penanganannya harus luar biasa, namun demikian kasus ini ditangani seperti kasus biasa.

“Kita lihat pendekatan aparat itu seperti pidana biasa. Jadi santai-santai saja aparat dalam menindaklanjuti laporan, mengumpulkan bukti-bukti, saksi dan bukti-bukti lainnya,’’ jelasnya.

Dalam kasus teror sebelumnya, kata Kawer, aparat malah mengatakan bahwa adanya kekurangan bukti, padahal mereka yang harus memproses dan kemudian mereka proaktif untuk mengungkap pelakunya.

“Jadi dalam proses ini saya perhatikan aparat tidak serius dalam menanganinya.”

Ia berharap dalam kasus teror bom di Jubi, polisi mestinya memberikan keyakinan ke publik dengan ditemukannya pelaku. Jika pelakunya tidak ditemukan maka publik akan meragukan kerja-kerja aparat kepolisian.

“Ini polisinya kenapa sampai tidak tindak lanjut kejahatan -kejahatan yang luar biasa. Sekali lagi pertanyaan apakah pelakunya ini orang luar atau dari kalangan aparat sendiri ­sehingga prosesi hukum ini menjadi sulit. Jadi dalam proses ini kita harap bahwa polisi harus membuktikan dalam waktu tempo, sehingga membuktikan pelakunya itu siapa. Terus kemudian motifnya apa?”

Baca Juga:  Aske Mabel Akhirnya Ditangkap Tim Damai Cartenz

Jika pihak kepolisian telah menemukan pelakunya maka prosesnya dipastikan berjalan hingga di Pengadilan, dan pelakunya mendapat vonis yang seberat-beratnya.

Sebaliknya, jika diduga aparat yang menjadi pelaku, maka jabatan dari oknum pelaku tersebut harus dicopot, sehingga tidak melakukan tindakan teror di masa yang akan datang.

Gustaf Kawer, Direktur PAHAM Papua. (Elisa Sekenyap – SP)

“Nah ini yang saya pikir langkah penting yang harus dilakukan, karena kita lihat ini situasi akhir-akhir ini. Di mana sedikit perbandingan dalam perkara yang kita katakan tadi dalam pidana umum maka polisi begitu serius.”

“Misalnya kasus makar itu bukan masuk pidana khusus, itu masuk pidana umum, tapi penanganannya begitu luar biasa. Misalnya terjadi demo atau aksi makar, aparat dengan kekuatan penuh turun mulai dari intelejen, Dalmas dan pasukan lengkap dengan senjata, bahkan di backup kesatuan TNI.”

Sementara kasus teror bom yang terjadi, yang merupakan kasus pidana khusus, tetapi penanganannya biasa-bias saja. Maka patut dipertanyakan dengan kerja-kerja aparat kepolisian.

Baca Juga:  Dikabarkan Sebanyak 71 Warga Sipil Mengungsi ke Kota Dekai

“Dengan demikian, kasus teror bom di kantor Jubi ini merupakan ajang untuk pembuktian aparat bahwa mereka masih hadir untuk masyarakat, untuk selesaikan kasus-kasus ini.”

Sebelumnya, Human Rights Watch (HRW) menyayangkan aksi teror bom molotov yang dilakukan dua orang oknum tidak dikenal di Kantor Redaksi Jujur Bicara di jalan SPG Waena Kota Jayapura, Papua pada 16 Oktober 2024 sekira pukul sekira pukul 03.15 WP. Akibatnya, dua mobil operasional Jubi terbakar.

“Ini bukan pertama kali Jubi mengalami intimidasi dengan bom buatan rumah. Pada April 2021 dan Januari 2023, seorang editor Jubi juga dapat intimidasi, mobil dirusak dan dikirimi molotov cocktail,” kata Andreas Harsono, peniliti senior dari dari Human Righth Wacth kepada suarapapua.com, Rabu (16/10/2024).

Harsono lalu menyoroti kinerja pihak kepolisian yang lambat dan gagal dalam mencari pelaku teror terhadap pekerja pers di tanah Papua.

“Polda Papua gagal mencari pelaku kejahatan dalam kejadian pada 2021 dan 2023. Ia memperkuat kesan bahwa kepolisian Indonesia tak peduli terhadap perlindungan terhadap hak orang asli Papua di Tanah Papua termasuk pada Tabloid Jubi, sebagai media yang independen, sering memberitakan pelanggaran hak asasi manusia dan perampasan hutan dan lahan,” tukas Harsono.

Artikel sebelumnyaPSN di Merauke Merampas Hak Hidup dan Meningkatkan Krisis Lingkungan
Artikel berikutnyaBawaslu Lanny Jaya Ungkap IKP Pada Pelaksanaan Pilkada Serentak Tahun 2024