
SORONG, SUARAPAPUA.com — Konflik politik Papua terus diperparah dengan konflik bersenjata hingga menyasar sisi kemanusiaan tiada berujung. Gelombang pengungsian besar-besaran di sebagian wilayah di Tanah Papua memperlihatkan buruknya situasi mengakibatkan kehidupan berubah tiba-tiba, dan Natal pun tidak dirayakan dari rumah.
Lantaran pasukan militer dikirim hingga ke perkampungan dan hutan belantara bertujuan mengejar kelompok Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat (TPNPB), membuat warga sipil ketakutan. Berlanjutnya situasi buruk ini, desak Forum Solidaritas Mahasiswa Peduli Rakyat Papua (FSMPRP) di kota studi Makassar, Sulawesi Selatan, harus segera diakhiri.
Pemerintah Indonesia, tegas Zaul Heluka, penanggung jawab FSMPRP wilayah Makassar, segera mengatasi situasi untuk mengakhiri konflik kemanusiaan di Tanah Papua.
Dalam situasi tak kondusif demikian, Zaul Heluka menyebutkan, program eksploitasi sumber daya alam (SDA) di Papua secara besar-besaran terus ditolak berbagai pihak hingga mengakibatkan kondisi daerah semakin tidak baik-baik saja lantaran kebijakan negara disertai pengiriman pasukan militer.
“Akhir-akhir ini rakyat Papua dalam kondisi tidak baik-baik saja. Pemerintah secara masif melakukan eksplorasi dan eksploitasi sumber daya alam Papua melalui berbagai izin usaha yang ilegal, pengiriman militer dan pembunuhan secara masif,” katanya dalam siaran pers yang diterima Suara Papua, Sabtu (28/12/2024) malam.
FSMPRP menyebutkan, untuk meloloskan dan mengamankan kepentingan pemodal tersebut, dibangun pos-pos dan markas alat kekerasannya yaitu TNI-Polri di setiap wilayah.
“Dalam prakteknya TNI-Polri sebagai alat negara menjadi pekerja dan mengamankan proyek, sehingga terjadi kekerasan baik rakyat sipil, anggota TNI-Polri maupun TPNPB,” ujar Zaul.
FSMPRP mencacat dalam kurun waktu 2018-2024 terjadi pengungsian secara massal di beberapa wilayah, diantaranya Nduga, Timika, Intan Jaya, Puncak, Pegunungan Bintang, Maybrat dan Yahukimo. Bersamaan dengan itu, Dewan Gereja dalam laporan terbaru merilis lebih dari 60.000 rakyat Papua mengungsi.
“Ditambah data dari Rapid Independent Assessment tentang pengungsian internal di Papua tercatat Juli hingga Agustus sebanyak 70.000, kemudian ditambah lagi lima tahun ke belakang ada 45.000 – 100.000 hingga pada 7 Desember 2024 pengungsi dari distrik Koroptak kabupaten Nduga akibat operasi militer sebanyak 2.000 jiwa mengungsi. Sepekan sebelumnya, pada tanggal 3 Desember 2024, pengungsian terjadi di Oksop, kabupaten Pegunungan Bintang. Jumlahnya 401 jiwa mengungsi,” bebernya.
Dengan berdasarkan data tersebut, FSMPRP melihat kondisi Papua yang sangat buruk selama bulan Natal 2024.
“Rakyat Papua tidak merayakan Natal dengan baik di rumah mereka sebagai hari besar umat Kristen. Justru masyarakat Papua dilantarkan di lokasi pengungsian oleh militer Indonesia dalam suasana Natal ini,” tegasnya.
Terkait meningkatnya jumlah pengungsi internal dalam situasi Natal di Tanah Papua, FSMPRP menyampaikan pernyataan sikap sebagai berikut:
- Tarik militer dari distrik Koroptak, kabupaten Nduga.
- Tarik militer dari distrik Oksob, kabupaten Pegunungan Bintang.
- Tarik militer organik dan non organik dari seluruh Tanah Papua.
- Pemerintah kabupaten Nduga dan Pegunungan Bintang segera memberikan jaminan kesehatan, jaminan kebutuhan makan minum, bahkan jaminan hukum bagi masyarakat pengungsi.
- Pemerintah kabupaten Nduga segera reintegrasi masyarakat pengungsi yang telah mengungsi sejak 2018 sampai 2024 ke kampung halamannya.
- Pemerintah kabupaten Nduga jangan bisu, buta, tuli terhadap pengungsi di distrik Koroptak dan distrik-distrik lainnya.
- Tim lembaga independen segera investigasi di beberapa daerah pengungsi seperti Nduga, Intan Jaya, Pegunungan Bintang, Puncak Papua, Tambrauw dan Maybrat.
- Militer Indonesia stop menduduki sekolah-sekolah dan gedung gereja.
- Militer Indonesia segera bertanggungjawab atas pengeboman, pembakaran dan pembunuhan terhadap gereja GKIP, rumah-rumah warga dan ternak peliharaan milik warga kampung di distrik Koroptak, kabupaten Nduga.
- Negara Indonesia segera buka akses jurnalis asing seluas-luasnya untuk masuk ke Tanah Papua.
- Tolak transmigrasi di seluruh Tanah Papua dan tolak program strategis nasional (PSN) di Merauke, provinsi Papua Selatan.
- Negara Indonesia segera adili para pelaku pengeboman di distrik Koroptak, kabupaten Nduga.
- Satuan operasi Habema stop melakukan operasi liar di kampung-kampung masyarakat sipil di Tanah Papua.
- Panglima TNI stop legalkan operasi militer di Tanah Papua.
Ditegaskan, pemerintah mesti bertanggungjawab untuk tidak membiarkan warga negara terusir dari rumahnya. Sebaliknya wajib menjamin akses layanan kesehatan, kebutuhan makan dan minum, serta jaminan keamanan bagi masyarakat sipil, termasuk yang sedang bertahan di lokasi pengungsian. []