PartnersTerungkap Laporan Ancaman Terhadap Aktivis Papua Dalam Peringatan Hut Bangsa Papua

Terungkap Laporan Ancaman Terhadap Aktivis Papua Dalam Peringatan Hut Bangsa Papua

JAYAPURA, SUARAPAPUA.com— Sejumlah laporan ancaman Indonesia terhadap para aktivis ‘Papua Merdeka’ telah terungkap pada hari peringatan pengibaran bendera Bintang Kejora.

“Tingkat keamanan meningkat, mereka mengirim ancaman langsung, panggilan telepon atau SMS dan dalam tiga hari terakhir banyak aktivis Papua Barat telah [mendapat] pesan telepon, pesan propaganda,” kata Ronny Ato Buai Kareni, aktivis dan musisi Papua Merdeka yang berbasis di Canberra.

Tanggal 1 Desember 2022 menandai 61 tahun sejak pengibaran bendera Bintang Kejora pertama sebagai simbol kemerdekaan bangsa Papua Barat.

“Bendera Bintang Kejora membawa banyak emosi. Ini tentang menghormati mereka yang telah berjuang dan mati, dibunuh atas nama Bendera Bintang Kejora. Ini juga merupakan simbol perlawanan atas harapan bahwa suatu saat bangsa Papua Barat akan terbebas,” kata Kareni.

Baca Juga:  Wawancara Eksklusif Daily Post: Indonesia Tidak Pernah Menjajah Papua Barat!

Kata seorang juru bicara dari Peace movement Aotearoa bahwa pada tahun-tahun sebelumnya, militer dan polisi Indonesia telah menanggapi dengan peningkatan penindasan serta kekerasan. Menangkap dan membunuh kepada mereka yang dianggap sebagai aktivis pro-kemerdekaan di Papua Barat.

Di berbagai acara di seluruh dunia, bendera Bintang Kejora yang disingkat BK telah dikibarkan sebagai solidaritas untuk pembebasan bangsa Papua Barat dari pendudukan Indonesia.

“Pada hari ini, ketika melihat anak-anak muda Papua keluar, hal itu menggembirakan,” kata Kareni.

Acara-acara telah diadakan di seluruh Pasifik, Aotearoa dan Australia.

MOU Ditandatangani
Sementara, sebuah nota kesepahaman telah ditandatangani oleh para pemuda dan sesepuh yang berjuang untuk dekolonisasi di Pasifik.

Baca Juga:  Kunjungan Paus ke PNG Ditunda Hingga September 2024

“Kami ingin memperkuat, memperbaharui upaya, visi yang sudah ditetapkan pada tahun 70-an, 80-an,” kata Kareni.

Kareni mempersembahkan bendera Bintang Fajar kepada Hilda Halkyard – Harawira, yang dikenal oleh generasi aktivis sebagai ‘Bibi Hilda’ pada konferensi ‘Nuclear Connections Across Oceania’.

“Sebagai kekuatan baru antara yang muda dan tua, dan untuk melanjutkan warisan solidaritas Pasifik dan lebih-lebih lagi dalam solidaritas pribumi dari perjuangan pembebasan nasional,” kata Kareni.

Halkyard-Harawira adalah salah satu penyelenggara Te Hui Oranga o Te Moana Nui a Kiwa yang pertama pada tahun 1982.

Puluhan tahun kemudian, dia masih berjuang untuk kebebasan bangsa Papua dari penjajahan.

“Kami telah gagal karena kesetiaan kami yang gila kepada pemerintah Indonesia yang merupakan penjajah ilegal di Papua Barat,” kata Halkyard-Harawira.

Baca Juga:  Mantan PM Fiji Frank Bainimarama Dipenjara

Deklarasi Ōtepoti
Seruan aksi terkoordinasi guna kampanye yang berdampak pada hak asasi manusia, kedaulatan, kesejahteraan dan kemakmuran masyarakat Pasifik di seluruh wilayah telah dibuat oleh Kaukus Masyarakat Adat dari Konferensi Koneksi Nuklir Lintas Oceania.

“Kami tetap teguh dalam solidaritas kami yang berkelanjutan dengan saudara-saudari dan saudara-saudara kami di Papua Barat, yang bertahan dari dan melawan rezim genosida Indonesia, ketidakadilan dan penindasan.”

“Kami menegaskan kōrero dari almarhum Pastor Walter Lini, “Tidak Ada yang Bebas, Sampai Semua Orang Bebas!” katanya dalam pernyataan bersama yang dirilis oleh Kaukus Adat.

 

Editor: Elisa Sekenyap

Terkini

Populer Minggu Ini:

Mama-Mama Pedagang Papua di PBD Tuntut Keadilan dan Bangun Pasar Khusus

0
“Dana Otsus banyak. Dana itu buat apa? Bisa pakai bangun pasar untuk mama-mama Papua. Dana yang banyak turun tidak hanya orang Papua saja. Itu amber juga makan, dong makan orang Papua pu darah. Kami punya anak-anak kebutuhan sekolah, kami kerja keras sendiri agar mereka bisa bersekolah. Tolong anak-anak lihat kami yang setengah mati. Apakah kami setengah mati terus sampai Tuhan datang baru selesai ka?” kesal mama Marta Bame.

Fortnightly updates in English about Papua and West Papua from the editors and friends of the banned 'Suara Papua' newspaper.