ArsipSesi ke-7 Sidang HAM PBB, Isu Minoritas: Indonesia Telah Langgar Hak...

Sesi ke-7 Sidang HAM PBB, Isu Minoritas: Indonesia Telah Langgar Hak Hidup Orang Papua!

Jumat 2014-11-28 22:30:15

JENEWA, SUARAPAPUA.com — Wensislaus Fatubun dari Sekertariat Keadilan, Perdamaiaan dan Keutuhan Ciptaan Misionaris Hati Kudus (SKPKC-MSC), menyatakan, aparat pemerintah Indonesia telah melanggar hak-hak hidup orang asli Papua di tanah Papua.

Hal ini disampaikan Fatubun dalam sidang di Dewan Hak Asasi Manusia Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), sesi ketujuh, dengan agenda “Mencegah dan menangani kekerasan, kekejaman, dan kejahatan yang ditargetkan terhadap kelompok minoritas."

 

Menurut Fatubun, hukum Indonesia menetapkan kewajiban pemerintah untuk menjamin hak-hak minoritas Papua Barat, termasuk hak untuk kebudayaan, pendidikan, kesehatan dan pembangunan ekonomi.

 

“Penelitian yang kami lakukan pada 2012 sangat memperlihatkan, hak orang asli Papua Barat untuk hidup telah dilanggar oleh aparat negara Indonesia,” katanya, saat memberikan keterangan di ruang XX, Palais des Nations, Geneva, Switzerland, Kamis (27/11/2014).

Menurut Fatubun, merupakan tanggung jawab negara untuk melindungi keberadaan identitas nasional atau etnis, budaya, agama dan bahasa minoritas dalam wilayah masing-masing, dan mendorong sebuah kondisi untuk mempromosikan identitas mereka.

“Kami mencatat bahwa UU Pemerintahan No.21 Indonesia Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus bagi Papua Barat memberikan perlindungan hukum dan politik bagi minoritas Papua Barat di Indonesia, khususnya hak-hak dasar dan kebebasan mereka, kesejahteraan dan hak-hak untuk memperbaiki sejarahnya sendiri.”

"Namun, masih terjadi kasus pembunuhan kilat, penyiksaan dan penangkapan sewenang-wenang dan penahanan antara Oktober 2011 dan Maret 2013, yang menunjukkan peningkatan kekerasan," kata Fatubun, yang juga bekerja untuk Fransiskan Internasional.

 

Dikatakan, selam ini pelaku yang merupakan anggota polisi dan lembaga militer tidak bertanggung jawab, terutama di daerah dataran tinggi yang terpencil.

 

Bentuk-bentuk kekerasan yang paling sering terjadi, menurut Fatubun, di mana pasukan keamanan terus melakukan razia dengan kekerasan dan mengintimidasi minoritas masyarakat Papua di desa Papua, sehingga terjadi pengungsian.

 

“Kongres Rakyat Papua III pada bulan Oktober 2011 lalu dibubarkan secara paksa, beberapa peserta ditembak dan dibunuh. Sejumlah aktivis politik damai dipenjara.”

 

“Pada tahun 2012, terjadi peningkatan kekerasan di mana warga sipil ditembak oleh orang tak dikenal. Kami menyatakan keprihatinan yang mendalam atas pembunuhan aktivis hak minoritas, Tuan Mako Tabuni oleh aparat keamanan pada tahun yang sama.”

 

“Aktivis minoritas lainnya ditangkap. Hak-hak orang Papua minoritas atas kebebasan berekspresi dan berkumpul ditolak. Berkenaan dengan hak-hak ekonomi, sosial dan budaya orang Papua, kami mengamati manajemen yang buruk dari sumber daya manusia di sektor kesehatan dan pendidikan,” katanya.

 

Lanjut Fatubun, meskipun pembangunan fasilitas baru dan ketersediaan dana yang besar, namun sebagian besar pusat kesehatan dan sekolah tanpa pengawasan oleh petugas kesehatan dan guru.

 

Akibatnya, akses terhadap pendidikan dan perawatan kesehatan sering tidak tersedia, terutama di daerah terpencil. Tingkat kematian anak dan data infeksi HIV/AIDS berada pada tingkat yang mengkhawatirkan, dan peringkat tertinggi dibandingkan dengan daerah lain di Indonesia.

 

“Oleh karena itu, kami menuntut reformasi serius sektor kesehatan. Dalam pengamatan penutup untuk Indonesia pada tahun 2014, Komite PBB tentang Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya menyatakan keprihatinan terhadap kualitas pelayanan publik, termasuk di bidang pendidikan dan kesehatan di Papua Barat." .

"Kami mendesak PBB melalui forum ini untuk memanggil Pemerintah Indonesia untuk memulai dialog dengan perwakilan minoritas Papua Barat, seperti yang dipromosikan oleh Jaringan Damai Papua," katanya.  

 

OKTOVIANUS POGAU

Terkini

Populer Minggu Ini:

Asosiasi West Papua Australia Mendesak Prancis Mendengarkan Suara Rakyat Kanak

0
“Lebih lanjut kami menyerukan kepada Dewan Gereja Dunia, melalui Komisi Gereja-gereja untuk Urusan Internasional agar menjadikan isu ini sebagai prioritas dalam pekerjaannya melalui keterlibatan dengan Pemerintah Perancis dan Komite PBB untuk Dekolonisasi (Komite C24 dan Komite 4) di kantornya di Jenewa dan New York,” pungkas Pdt. Bhagwan.

Fortnightly updates in English about Papua and West Papua from the editors and friends of the banned 'Suara Papua' newspaper.