Beberapa aktivis pemerhati pendidikan sedang memegang karton di kota Sorong dalam rangka aksi 1000 rupiah untuk peduli pendidikan anak-anak, Jumat (8/9/2023) siang. (Reiner Brabar - Suara Papua)
adv
loading...

SORONG, SUARAPAPUA.com — Para pemerhati pendidikan di kota Sorong, Papua Barat Daya, menjalankan aksi peduli pendidikan, Jumat (8/9/2023).

Setelah kemarin dan hari ini, aksi galang 1000 rupiah demi peduli pendidikan direncanakan akan digelar selama sebulan untuk membantu ratusan anak Papua yang kini sedang dalam kondisi emergensi dalam masa pendidikannya.

Nova Sroyer, aktivis perempuan yang juga pemerhati pendidikan, kepada suarapapua.com, mengatakan, kondisi pendidikan anak Papua saat ini sangat memprihatinkan.

“Banyak fakta miris yang dialami anak-anak Papua. Kondisinya memang sangat memprihatinkan,” ujarnya saat ditemui di lokasi penggalangan dana 1000 rupiah.

Sroyer lebih lanjut membeberkan sejumlah fakta yang melilit anak-anak Papua hingga ada perasaan putus asa, tak mau bersekolah lagi.

ads

“Kami bertemu dengan anak-anak, ada yang harus memakai baju seragam dan sepatu bekas, bawa tas kusam, dan alat tulis seadanya. Ada yang tidak bisa bayar uang seragam, terus ada anak yang harus bertahan di kelas lama karena tidak bisa mengambil raportnya yang ditahan akibat belum lunasi SPP. Masalah-masalah ini menjadi beban tersendiri bagi anak-anak, seringkali malu dan tidak lagi bersemangat ke sekolah. Beberapa anak memutuskan benar-benar tidak ke sekolah lagi alias putus sekolah,” tuturnya.

Baca Juga:  HMPT di Kota Sorong Tolak Program MBG, Berikut Alasannya

Kata Sroyer, berdasarkan data terdapat 68,6 ribu anak yang di Tanah Papua yang putus sekolah di usia dini karena permasalahan ekonomi keluarga dan biaya pendidikan yang mahal.

“Berdasarkan data yang kami himpun terdapat 150 orang anak Papua di kota Sorong yang dalam keadaan emergensi, tidak dapat melanjutkan pendidikan. Kami para pemerhati pendidikan masih terus mendata. Aksi saat ini kami fokus membantu anak Papua yang dalam kondisi emergensi,” kata Nova.

Baca Juga:  Persatuan Pelaku Usaha Wisata di Raja Ampat: Kami Tidak Makan dari Tambang!

Sungguh ironis, kata aktivis perempuan berambut gimbal itu, dalam Undang-undang Dasar 1945 Pasal 31 Ayat (2) tertulis setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya. Selain itu, Konvensi Hak Anak menegaskan. pendidikan adalah hak asasi anak. Di sisi lain terdapat dana Otonomi Khusus (Otsus) Papua 30% untuk pendidikan, tetapi tidak tepat sasaran.

“Artinya, kalo anak tidak sekolah di usia 7 sampai 18 tahun, maka telah terjadi pelanggaran HAM dan negara tidak memenuhi kewajibannya. Lalu, ada alokasi dana Otsus Papua 30 persen untuk pendidikan itu dimana? Sementara anak-anak Papua sampai saat ini masih saja susah sekolah,” keluh Sroyer.

Baca Juga:  Komunikasi Publik Lenis Kogoya Diminta Diperbaiki

Agu, juga pemerhati pendidikan, menilai kondisi pendidikan seperti itu jelas akan berpengaruh terhadap masa depan sumber daya manusia (SDM) khususnya anak Papua tidak akan berkembang.

Karena itu, pemerintah mestinya memperhatikan dengan memprioritaskan pendidikan anak Papua.

“Kami pemerhati pendidikan di kota Sorong mendesak pemerintah kota Sorong agar menjadikan pendidikan anak Papua sebagai program prioritas, khususnya pendidikan anak-anak Papua yang kurang mampu,” tegas Agu.

Selain bawa beberapa karton di tepi jalan raya, dalam aksi peduli pendidikan juga dipajang sejumlah spanduk berisi ajakan warga bantu wujudkan hak asasi anak. []

Artikel sebelumnyaPTUN Jakarta Tolak Gugatan Dua Perusahaan Sawit, Suku Awyu Gembira
Artikel berikutnyaPj Bupati Intan Jaya Beberkan Penyebab Naiknya Harga BBM dan Sembako