ArsipHukum Pers Menjadi Payung Bagi Jurnalis

Hukum Pers Menjadi Payung Bagi Jurnalis

Kamis 2013-04-18 08:55:30

Oleh: Oktovianus Pogau*

 

Dalam artikel ini saya akan membahas pokok-pokok pikiran yang ada dalam Undang-Undang No. 40 tahun 1999 tentang Pers, serta dampak positif dan negatif yang ditimbulkan dari penerapannya. Namun, mari kita tengok sedikit cikal bakal lahirnya UU No. 40/1999 tentang Pers tersebut.

Sebelum UU No. 40/1999 tentang Pers disahkan, pemerintah menggunakan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1966 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Pers, kemudian diubah lagi dengan Undang-undang Nomor 4 Tahun 1967 dan diubah lagi dengan Undang-undang Nomor 21 Tahun 1982 tentang pers nasional dan ketentuannya.

 

Era penerapan aturan diatas bisa dikatakan sebagai massa yang paling suram bagi pers dan demokrasi di Indonesia. Di zaman itu, campur tangan pemerintah atau penjabat birokrasi terhadap berbagai pemberitaan mudah terjadi.

Semua perusahaan media, lembaga pers, serta organisasi jurnalis seperti Persatuan Wartawan Indonesia – sebuah organisasi bentukan pemerintah – harus tunduk dan taat kepada berbagai kebijakan pemerintah.

Kala itu, Presiden Suharto dan orang dekatnya Harmoko, yang juga sebagai menteri penerangan sebagai “inisiator” yang memasung kebebasan pers dan demokrasi di seantoro Indonesia.

Puncak dari sebuah amarah, mahasiswa, masyarakat, dan termasuk pers menyatukan kekuatan dengan mengepung gedung DPR/MPR RI. Hanya satu permintaan, Suharto mundur dari kursi kepresidenan. Yah, akhirnya Suharto, bapak otoriter di negara Indonesia mundur dengan tidak terhormat.

Perjuangan untuk mewujudkan pers yang bebas sedikit memberikan angin segar, ketika di akhir tahun 1998 Rancangan Undang-Undang Pers mulai dibicarakan, dan pada tanggal 23 September 1999, UU No. 40/1999 tentang Pers disahkan secara resmi. Yah, pers mendapat angin segar sejak berada dalam bayang-bayang ketidakpastian dibawah resim orde baru.

Dalam UU No. 40/1999 tentang Pers, dijabarkan beberapa pokok-pokok pikiran berdasarkan pasal, yakni, (1) asas, fungsi, hak, kewajiban, dan peranan pers; (2) wartawan; (3) dewan pers; (4) pers asing; dan (5) peran serta masyarakat, serta beberapa ketentuan-ketentuan lainnya.

Tujuan utama kehadiran pers adalah membangun Negara Indonesia sebagai Negara demokrasi yang menghargai hak asasi manusia, keadilan, kesetaraan, dan serta penghormatan terhadap berbagai nilai budaya seperti amanat “Bhineka Tunggal Ika”. Pers adalah roh dari demokrasi itu sendiri.

Pers nasional seperti yang dituangkan dalam UU Pers, memunyai fungis sebagai media informasi, pendidikan, hiburan, dan kontrol sosial. Media menjadi semacam jembatan sebuah harapan bagi public, dan termasik bagi pemerintah.

Dan, pers sendiri mempunyai peran seperti teruang dalam pasal (6), yakni, a) memenuhi hak masyarakat untuk mengetahui; b) menegakkan nilai-nilai dasar demokrasi, mendorong terwujudnya supremasi hukum, dan Hak Asasi Manusia, serta menghormat kebhinekaan; c) mengembangkan pendapat umum berdasarkan informasi yang tepat, akurat dan benar; d) melakukan pengawasan, kritik, koreksi, dan saran terhadap hal-hal yang berkaitan dengan kepentingan umum; dan e) memperjuangkan keadilan dan kebenaran.

Di lihat dari perannya, tentu pekerjaan pers sangat mulia. Ia menjadi harapan terakhir oleh masyarakat yang memerlukan informasi dan berita, namun juga menjadi rekan dan pemerintah yang secara kritis memberikan masukan dan perbaikan untuk perbaikan demokrasi di negara Indonesia.

Untuk meningkatkan profesionalisme wartawan, tentu harus ada sebuah lembaga yang mengatur, mengarahkan, dan bahkan serta membentuk watak dan karaker dari para pekerja pers, termasuk menyelesaikan sengketa yang dihadapi pers, atau terhadap ketidakpuasan terhadap pers.

Saya yakin, dengan ada perusahan media yang punya badan hukum, tentu memberikan kebebasan yang lebih kepada wartawan untuk melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya.

Maka tidak heran, melalui UU No. 40/1999 ini, dibentuklah dewan pers dengan fungsi dan tugas untuk mengontrol kebebasan pers di Indonesia. Adapun beberapa fungsi dan tugas dewan pers seperti yang dituliskan dalam Bab V pasal (15), yakni, (1) melakukan pengkajian untuk pengembangan kehidupan pers; (2) menetapkan dan mengawasi pelaksanaan Kode Etik Jurnalistik; (3) memberikan pertimbangan dan mengupayakan penyelesaian pengaduan masyarakat atas kasus-kasus yang berhubungan dengan pemberitaan pers; (4) mengembangkan komunikasi antara pers, masyarakat, dan pemerintah; (5) memfasilitasi organisasi-organisasi pers dalam menyusun peraturan-peraturan di bidang pers dan meningkatkan kualitas profesi kewartawanan; dan (6) mendata perusahaan pers.

Di zaman orde baru, tak ada satu pun lembaga pers yang tugasnya melakukan pengawasan terhadap pers. Kenapa? Yah, memang karena di era itu tak ditemukan kebebasan pers, tentu pers tidak akan leluasa bergerak, sehingga disadari tak perlu dibentuk.

Kehadiran dewan pers sebenarnya bertujuan untuk melakukan control atau pengawasan terhadap keberadaan pers, termasuk perusahaan pers, dan juga melihat kompetensi atau kapasitas dari seorang jurnalis dalam menjalankan profesinya.

Memang, perlu diakui, setelah era reformasi, pertumbuhan media massa dan perusahan pers bertaburan dimana-mana, sebab tak seperti orde baru yang baru yang harus mendapat SITU maupun SIUP dari pemerintah. Sekarang, punya modal saja bias mendirikan sebuah perusahaan dengan mengurus badan hokum dari pemerintah yang tak begitu rumit.

Jika ditanya, apa dampak negatif dari penerapan UU No. 40/1999? Saya melihat, dengan bertaburannya media massa, sehingga kualitas atau profesioanlisme seorang jurnalis tak terbentuk dengan baik. Karena media membutuhkan wartawan atau jurnalis, maka dengan mudahnya seseorang direkrut masuk, tanpa pertimbangkan kualitas dan kapasitas dari seorang wartawan tersebut.

Karena itu, salah satu cara menghargai profesi jurnalis dengan melakukan uji kompetensi, salah satunya yang sedang dilakukan AJI Indonesia adalah tepat.

Jika sudah dianggap berkompeten dengan berbagai tes, tentu dapat menjadi seorang jurnalis yang handal dan professional, dan tentu dapat menerjemahkan UU No. 40/1999 dengan baik dan benar.

*Penulis kelolah portal berita www.suarapapua.com, artikel ini menjadi salah satu tugas saat mengikuti Uji Kompetensi Jurnalis (UKJ) yang di selenggarakan Aliansi Jurnalis Independen (AJI), di Hotel Numbay, Jayapura, sejak tanggal 9-11 Februari 2013.

Terkini

Populer Minggu Ini:

Fortnightly updates in English about Papua and West Papua from the editors and friends of the banned 'Suara Papua' newspaper.