Rabu 2014-02-19 14:01:30
Sebuah Refleksi Di Balik Pepohonan Kelapa Sawit
Pepohonan yang dulunya hijau kini sudah di musnakan oleh kaum kapitalis dan Kolonialis. Bahkan yang lebih menyakitkan lagi mereka membuat sebuah perusahaan di tempat penebangan pohon secara ilegal.
Di tengah rimbah yang hijau, tak kupandang sebuah pepohonan hijau yang akan membawa keharuman nama Papua ke depan demi generasi anak Bangsa Papua. Aku dipermainkan seperti Cendrawasih liar yang tak berpendidikan.
Aku tak sanggup merelahkan semua. Tetapi mereka masuk seperti pencuri dan pemburu hewan liar yang ingin mengambil dan membunuh mangsanya. Di tengah taman Firdaus yang indah dan perawan. Apakah dengan tindakan ini yang disebut dengan kapitalis dan kolonialis yang tertidik. Hanya bisa mengambil dan mempermainkan aku bagai hewan liar yang tak berpendidikan.
Perusahaan kelapa sawit dan penderitaan rakyat pribumi oleh penjajah di tanah Papua
Perkebunan kelapa sawit terletak di beberapa pesisiran di pantai Papua misalnya: Kabupaten Nabire, Sorong, Keerom dan beberapa daerah lainnya. Di beberapa kabupaten ini paru-parunya sedang dan sudah di hancurkan oleh orang tak dikenal serigala kapitalis.
Tenaga kerja yang digunakan pun pemilik hak pemilik wilayah yang di suruh kerja yaitu masyarakat pribumi setempat. Upah gaji karyawan yang di berikan oleh Perusahaan kepada karyawan tidak mencukupi kebutuhan ekonomi keluarga. Apa lagi untuk membiyayai anak mereka untuk sekolah amat sangat tidak mencukupi.
Biarlah semua fakta dibalik kebohongan ini terjadi dan di bungkam oleh tali penjajah tanpa disadari masyarakat adat pribumi di Papua.
Penebangan Pohon secara Ilegal di kabupaten Nabire Provinsi Papua
Penebangan liar sudah terjadi di beberapa kabupaten Papua salah satu Contohnya di Kabupaten Nabire, sudah terjadi banyak penebangan pohon sacara liar yaitu di daerah SP, Yaro, Kilo, Topo, Samabusa dan Lagari. Di beberapa lokasi ini sudah terjadi penebangan secara liar, hasil kayu yang di kelola diekspor keluar negri.
Kayu yang di drop dari tempat penebangan hutang, biasanya dibawa dengan kontainer milik PT Pelni Samabusa, yang di sewa langsung oleh perusahan yang mengelola kayu. Hasil kayu yang di produksi dari hutan, di drop ke kota itu pada saat malam hari saja, pada siang hari tidak biasa mendorop kayu dari hutan ke kota.
Ada apa di balik penebangan pohon ilegal di Kabupaten Nabire, yang di komandangkan dan di diamkan oleh tikus-tikus berdasi. Apakah dengan hilangnya pepohonan yang hijau kami menghirup udara yang segar.
Derita dan tangisan biar berlalu tiap saat di tanah Papua, tetapi ingat dibalik derita itu pasti ada sebuah Tawa anak Bangsa.
Sayap Burung Patah di Tengah Lapangan Tandus Buatan Kapitalisme dan Kolonialisme. Sayap burung patah karena tidak bisa terbang jauh di tengah lapangan tandus buatan kapitalisme dan kolonialisme yang telah punah, dihancurkan, dinodai bahkan ditelan oleh kaum kapitalis.
Dahulunya terdengar kicauwan burung yang merdu di atas semarak hutan yang hijau, kini sudah punah Hutan Papua yang terisi banyak kekayaan alam kini sudah hilang lagi dan sekarang sudah menjadi tanah tandus.
Perkebenunan kelapa sawit tidak membawa keuntungan buat kami masyarakt pribumi, yang memiliki hak wilayah, tetapi membawa musiba buat masyarakat pribumi setempat .
Perkebunan kelapa sawit membawa keuntungan bagi kaum kapitalisme dan kolonialisme. Tak ada artinya kami memberikan tanah seluas itu untuk mereka bisa berekonomi, secara liar di tanah kami. Bahkan tanah untuk generasi anak Bangsa ke depan, sudah tidak ada, kerena kaum kapitalisme dan kolonialisme sudah mengambil semua lokasi, atau wilayah kami.
Harapanku ku ingin nikmati seribu Tahun di bawa rimbahnya pepohonan yang hijau, tetapi kau telah menghancurkannya. Semua harapan ku tak terbukti lagi.
Dimana ka harga diri yang akan ku taruh nanti, kepada anak-anak cucu ku nanti, karena hutan dan tanah telah, di ambil oleh orang tak di kenal, yaitu kaum kapitalisme dan kolonialisme, pengusaha Dunia.
Pesan Penulis  untuk orang Papua, Untuk masyarakat pribumi yang memiliki hak wilayahnya, kita harus mengingat pesan dari Uskup Timika Jhon Philip saklil Bahwa: “ kami hidup bukan dari menjual tanah tetapi kami hidup dari mengelolah tanah†pesan ini merupakan bahan refleksi untuk kami masyarakat adat Papua yang memiliki hak wilayah.
Untuk Pemerintah jangan sekali kali membiarkan tetapi harus membatasi perusahan-perusahan ilegal yang akan merusak lingkungan sekitar untuk membangun perusahaannya di tanah Papua, salah satu contohnya Perusahan Kelapat Sawait.
Kontroling di lingkungan sekitar sangat membutuhkan, sebagai bahan Evaluasi buat Pemerintah Daerah dan Motifasi terhadap hak wiliyah sangat penting untuk bahan Refleksi buat pemilik hak wilayah.
Opini ini mengajak kepada seluruh makluk sosial, agar supaya membuka mata dan mengetuk hati pemerintah maupun, hak pemilik Wilayah agar memberikan jaminan kepada Daerah dan Wilayah demi generasi penerusnya Bangsa Papua yang akan datang.                                    “Selamatkan Hutan Papuaâ€
Â
Penulis adalah mahasiswa Papua yang sedang kuliah di Universitas Sanata Dharma, Yogjakarta.