ArsipPapua Setelah Otsus, Opsi Berikutnya Merdeka

Papua Setelah Otsus, Opsi Berikutnya Merdeka

Selasa 2012-01-17 11:50:15

Sedangkan, wilayah Papua baru bergabung di tahun 1969 melalui Penentuan Pendapat Rakyat (PEPERA) yang dilaksanan secara manipulasi dan akal-akalan Indonesia, artinya Papua ada di integrasi ke dalam Negara Indonesia setelah Indonesia merdeka 24 tahun lamanya.

Semua orang tahu, pada zaman kepemimpin Suharto, rakyat Papua benar-benar tak diberikan ruang untuk menyampaikan aspirasinya, termasuk aspirasi merdeka dari Indonesia.

Setelah reformasi bergulir tahun 1999, beberapa tokoh Papua bersama masyarakat adat di Papua meminta memisahkan diri dari NKRI, dan mengaku telah memiliki negara West Papua yang pernah di deklarasikan tokoh Papua di tahun 1961.

Deklarasi Papua pada saat itu lengkap dengan atribut kenegaraan seperti, bendera negara, lambing negara, lagu, mata uang dan termasuk bentuk pemerintahaan.

Tokoh Papua Bertemu Presiden Habibie

Di era reformasi, para tokoh politik Papua dengan penuh rasa penuh hormat bertemu dengan Presiden Republik Indonesia B.J Habibie. Dalam pertemuan tersebut tokoh-tokoh Papua meminta agar Papua diberikan hak untuk merdeka.

Namun, lagi-lagi Habibi menolak melepaskan Papua. “Apapun yang rakyat Papua minta kami akan berikan, tapi jangan pernah meminta untuk merdeka,” kurang lebih demikian perkataan Habibi saat itu.

Mendengar jawaban Habibi, para tokoh Papua pulang dan berfikir, bahwa apa yang baik untuk rakyat Papua selain meminta merdeka kepada Indonesia.

Akhirnya, beberapa tokoh pemerintahaan Papua, salah satunya Barnabas Suebu (saat itu Duta Besar RI untuk Mexico dan Honduras) mengumpulkan berbagi sumber yang paling cocok dengan kebutuhan rakyat papua.

UU Otsus di Tapis Dari Berbagai UU Negara

Kaka Bas –sebutan akrab untuk Barnabas Suebu– pernah mengaku bahwa telah mempelajari berbagai UU Negara di dunia, dan hasilnya ia bersama beberapa tokoh pemerintah Papua membuatnya jadi sebuah draf UU yang belakangan akan diberikan nama UU Otsus.

Saat itu mereka berharap besar bahwa UU ini sesuai dengan kebutuhan rakyat Papua, karena melihat isinya yang telah menyamai sebuah Negara. Dan hampir semua kewenangan telah dilimpahkan pada rakyat Papua.

Namun, semua harapan itu telah melenceng. Karena bukti implemenstasinya tidak sesuai dengan apa yang pernah dipikirkan, dan termasuk apa yang diharapkan rakyat Papua.

Jakarta Pegang Ekor UU Otsus

Dalam sebuah kesempatan kaka Bas pernah mengaku bahwa sampai saat ini Jakarta masih memegang ekornya binatang yang namanya OTSUS, sedangkan Papua masih berkelahi dengan kepala yang sangat baracun itu.

Sebenarnya, maksud dan tujuan utama dari UU Otsus adalah soal kewenangana, proteksi dan keberpihak pada rakyat asli Papua. Ia bukan soal jumlah atau besaran uang yang diberikan.

Kita semua tahu, Jakarta dan pejabat-pejabatnya selalu identikan Otsus dengan uang, padahal tidak. Soal Papua adalah bicara harga diri. Karena itu, tak heran bila konflik terus berlanjut karena pemerintah pusat punya cara pandang yang berbeda dengan orang Papua.

Implementasi Otsus diakui belum maksimal atau gagal, maka nilai tawar bagi pemerintah Indonesia tentu akan menurun. Dan tekanan dunia internasional terhadap merdeka akan semakin meningkat.

Sampai saat ini orang Papua sulit untuk menyimpulkan dimana barometer keberhasilan UU Otsus, maka wajar bila ada tekanan dari dunia internasional terhadap Papua.

Opsi Merdeka Pilihan?

Jakarta selalu terus pertahankan Otsus sebagai solusi final yang tidak bisa di ganggu gugat (harga mati), namun apapun alasanya jika implementasinya tidak berjalan baik, maka suka dan tidak suka Jakarta harus mengakuinya.

Dan tentu harus mencari jalan lain yang lebih baik, dan lebih bisa dikatakan berhasil, mungkin menggelar sebuah perundingan internasional.

Apapun opsinya, akan ditanggung oleh pemerintah, entah opsi dialog, referendum, serta merdeka, walaupun kita semua tahu bahwa Indonesia tak akan mungkin mau untuk lepas Papua.

Dalam teori politik tidak ada harga mati, kita punya pengalaman seperti Timor Timur (Timor Leste), atau seperti kasus Kosovo, Sudan Selatan, Libya dan lain-lain.

Tujuan masa depan untuk Papua memang benar untuk kemerdekaan sebagai Negara berdaulat, karena Otsus di berikan sebagai sarana menyiapkan orang Papua, agar disuatu saat orang Papua bisa memimpin dirinya sendiri.

Jakarta mengambil kebijakan untuk Papua tidak aspiratif, semua atas kemauan Jakarta sehingga semua kebijakan tidak pernah berhasil walaupun ribuan kebijakan diberlakukan.

Kesimpulan dari uraian singkat diatas, merdeka adalah solusi dan opsi paling terakhir bagi Papua dan Jakarta. Orang Papua tak pernah kehendaki Jakarta lepaskan Papua dengan pertumpuhan darah, tapi dengan jalan damai.

 

*Turius Wenda, ST adalah Staf Penelitian dan Pengembangan (Litbag) Sinode Badan Pelayan Pusat -  Persekutuan Gereja – Gereja Baptis Papua (PGBP)

Terkini

Populer Minggu Ini:

PBB Memperingatkan Dunia yang Sedang Melupakan Konflik Meningkat di RDK dan...

0
"Rwanda melihat FDLR sebagai ancaman besar bagi keamanannya. Tentara Kongo berkolaborasi dengan FDLR, yang membuat Kigali marah,” kata Titeca.

Fortnightly updates in English about Papua and West Papua from the editors and friends of the banned 'Suara Papua' newspaper.