PasifikRakyat Kanaky Mengkonfirmasi Seruan Referendum Ketiga Kaledonia Baru

Rakyat Kanaky Mengkonfirmasi Seruan Referendum Ketiga Kaledonia Baru

JAYAPURA, SUARAPAPUA.com— Gerakan FLNKS, pro-kemerdekaan Kaledonia Baru telah mengkonfirmasi bahwa mereka akan meminta referendum ketiga dan terakhir tentang kemerdekaannya dari Prancis.

Minggu lalu pada tanggal 4 Oktober 2020, 53 persen rakyat Kanaky memilih menentang kemerdekaan – tiga persen lebih sedikit dari pada 2018.

Juru bicara FLNKS, Victor Tutugoro sebagaimana dilaporkan Radio New Zealand, mengatakan pihaknya sekarang memiliki angin segar, yang mana  menggambarkan hasil terakhir referendum sebagai kemenangan yang menunjukkan arah yang harus diambil pihaknya.

Baca Juga:  Pembicaraan Politik Tentang Kaledonia Baru: Tidak Ada Hasil Setelah Tiga Hari 'Konklave'

Di bawah ketentuan Noumea Accord, sepertiga dari anggota Kongres Kaledonia Baru diperlukan untuk mengajukan referendum berikutnya pada enam bulan setelah pemungutan suara berakhir.

Tutugoro mengatakan, FLNKS yakin telah meyakinkan orang di luar pemilih tradisional, dengan suara non-Kanak sekarang mendukung perjuangannya.

Baik partai anti-kemerdekaan Kaledonia Baru maupun politisi Prancis ingin menghindari referendum ketiga dan malah mencari dialog untuk pengaturan baru.

Baca Juga:  Sejumlah Kegiatan Akan Dilakukan di Pasifik Memperingati Hari Kebebasan Pers Dunia

Namun, FLNKS telah memperingatkan bahwa mereka hanya akan terlibat dalam diskusi berdasarkan tujuan politiknya untuk mencapai kedaulatan dan kemerdekaan penuh. (*)

Terkini

Populer Minggu Ini:

Mahasiswa Papua di Makassar Terima Surat Peringatan Diduga Bermuatan Intimidasi

0
“Tindakan seperti ini adalah bentuk intimidasi yang tidak manusiawi, apalagi ketika Papua sedang menghadapi situasi krisis ekologis dan kemanusiaan yang parah. Kami merasa dan mengetahui sendiri apa yang sedang terjadi, dan karena itu kami bersuara untuk membongkar berbagai bentuk pelanggaran negara di Tanah Papua,” ujar Niswan.

Fortnightly updates in English about Papua and West Papua from the editors and friends of the banned 'Suara Papua' newspaper.