Mengungsi Sejak Desember 2019, 8 Warga Asal Intan Jaya Meninggal di Nabire

0
1860

JAYAPURA, SUARAPAPUA.com — Sebanyak delapan orang asal kampung Ndugusiga meninggal di Nabire selama mengungsi ke Nabire sejak Desember 2019 hingga saat ini karena konflik bersenjata antara aparat militer Indonesia dan TPNPB di Kabupaten Intan Jaya, Papua.

Konflik bersenjata antara TNI dan TPNPB bermula dari penembakan terhadap tiga tukang ojek pada akhir Oktober 2019 di kampung Pugisiga.

Bupati Minta Penambahan Pasukan

Setelah kejadian itu, ada permintaan penambahan pasukan dari bupati kabupaten Intan Jaya kepada Mabes TNI. Permintaan itu disampaikan untuk mabes TNI menambah pasukan TNI di Intan Jaya, Papua[1].

Bupati Intan Jaya Natalis Tabuni meminta penambahan aparat keamanan di wilayahnya, menyusul penembakan yang menewaskan tiga pengemudi ojek, pada Jumat (25/10/2019).

ads

Baca Juga: Lari ke Hutan Karena Takut, Satu Warga Kampung Kulapa Meninggal

“Dengan kejadian ini, saya selaku Bupati Intan Jaya meminta agar bapak panglima turut memberikan dukungan sepenuhnya untuk mengamankan wilayah Intan Jaya,” kata Natalis, Sabtu (26/10/2019).

Pendropan Pasukan Militer Indonesia

Pendropan pasukan militer Indonesia yang terdiri dari Polri dalam jumlah banyak terjadi antara 14 – 16 Desember 2019[2]. Saat suarapapua.com memberitakan akan adanya pendropan militer dalam jumlah besar, Polda Papua membantahnya[3].

Saat itu, Kapolda Papua, Paulus Waterpauw menyatakan bahwa tidak ada pendropan anggota militer di Sugapa. Meski demikian, dari sejumlah video dan foto beserta laporan dari masyarakat Sugapa yang diterima media ini membuktikan bahwa memang ada pendropan pasukan militer Indonesia.

Polda Papua saat itu berdalih bahwa sedang melakukan pengamanan Natal. Namun, Polri kerahkan dua buah heliktopter, dan TNI kerahkan empat buah helikopter untuk pendropan pasukan, droping logistik dan evakuasi korban.

Lima helikopter diparkir di Bandar udara Sokopaki, Bilogai. Sedangkan satu helikopter besar jenis puma digunakan untuk droping pasukan ke Sugapa[4].

Peristiwa kontak tembak antara TPNPB dan TNI terjadi pada 17 Desember 2019 di kampung Kulapa[5]. Setelah, kontak tembak terjadi di sejumlah tempat. Antara lain di kampung Bulapa, Galunggama, Titigi, Mamba dan Ugimba. Tidak ada korban di pihak TPNPB. TPNPB berhasil tembak mati beberapa anggota TNI.

Ribuan Warga Telah Mengungsi dari Intan Jaya

Dinas Sosial, Kependudukan, Pemberdayaan Perempuan, dan Perlindungan Anak Provinsi Papua mencatat sebanyak 1.300 warga Kabupaten Intan Jaya mengungsi ke Kabupaten Nabire.

Ribuan warga itu memilih meninggalkan kampungnya karena khawatir dengan kondisi keamanan di sana. Konflik bersenjata antara aparat keamanan dan kelompok bersenjata di Intan Jaya, membuat warga merasa tidak aman.

Baca Juga:  Uskup Terpilih Keuskupan Timika Segera Dilantik, Johannes Rettob Ketua Panitia

baca juga: Bantah Pernyataan Bupati, Intelektual Intan Jaya: Masyarakat Mengungsi Sejak Desember 2019

Kepala Dinas Sosial Papua, Ribka Haluk, mengatakan pihaknya telah mengirim bantuan kebutuhan pokok dan obat-obatan untuk pengungsi Intan Jaya, baik yang berada di Nabire, Mimika, maupun di Intan Jaya.

“Hingga kini kami terus menempatkan petugas kami di Nabire. Data kami ada 1.300 lebih pengungsi di Nabire. Itu yang sudah terdata. [Pengungsi Intan Jaya] di Timika [yang sudah kami data] ada 87 kepala keluarga,” kata Ribka Haluk ketika hadir sebagai pembicara dalam Rapat Koordinasi yang diselenggarakan Majelis Rakyat Papua, Jumat (19/3/2021)[6].

Keksaksian Warga yang Mengungsi Sejak Desember 2019

Sebagian besar masyarakat kampung Ndugusiga mengungsi ke Sugapa dan ke Titigi di pastoran Titigi. Setelah Natal bersama di Paroki Titigi pada 25 Desember 2019, sebagian besar masyarakat yang terdiri dari mama-mama dan anak-anak mulai meninggalkan kampung Ndugusiga dan Titigi menuju ke Sugapa. Tujuan mereka adalah mencari tempat yang aman untuk selamatkan nyawa mereka.

Seorang mama yang sejak 25 Desember 2019 mengungsi ke Nabire saat dijumpai suarapapua.com bercerita, dirinya bersama dengan empat mama, satu bapak dan empat anak jalan kaki dari Titigi menuju ke Nabire dengan menghabiskan waktu empat hari di jalan.

“Dua hari setelah natal [tanggal 27] kami ke Bilogai. Selama dua hari kami tinggal di Bilogai. Tanggal 29 kami cek pesawat tetapi tidak ada jadi kami langsung menuju ke Bilai. Kami bermalam di Bilai. Besoknya [tanggal 30] kami langsung ke Enarotali dengan jalan kaki,” jelasnya.

Saat meninggalkan Ndugusiga dan Titigi, dia tidak membawa apa pun, keculai noken dan pakaian yang ada di badan. Ketiga mama, dan satu bapak serta empat anak yang sama-sama menuju ke Nabire juga demikian.

“Kami tidak bawa apa-apa. Kami hanya ingin mencari tempat yang aman. Kami tidak piker untuk ambil ini dan itu. Yang kami piker hanya cari tempat yang aman untuk selamatkan nyawa kami,” ceritanya sambil usap air matanya kepada suarapapua.com.

Tanggal 31, dari Enarotali kami mencari kendaraan roda empat yang menuju ke Nabire. Pada malam hari kami menuju ke Nabire pada malam itu.

“Malam penjemputan tahun baru kami sampai di sini [Nabire]. Sampai dengan saat ini [Desember 2020] kami masih ada di Nabire,” ujarnya.

Mama ini juga mengaku, dirinya bersama warga Ndugusiga lain yang juag mengungsi ke Nabire menderita. Karena sulit untuk mendapat bama, pakaian layak pakai dan anak-anak putus sekolah.

Baca Juga:  Solidaritas Merauke Desak Komnas HAM Terbitkan Rekomendasi Hentikan PSN

“Kami sangat menderita di Nabire. Kami ingin kembali. Tetapi kami trauma. Anak-anak kami tidak sekolah. Untuk makan saja kami harus bebankan ke orang yang tampung kami. Kami berat hati kepada mereka. Pakaian juga tidak ada,” terangnya.

Dia menambahkan, kalau di Ndugusiga, tidak akan susah untuk makan dan minum. Termasuk sekolah untuk anak-anak.

“Di Nabire, kami tinggal sama orang. Makan juga susah. Kami ingin kembali ke kampung. Saya tidak bisa tinggal di sini. Di sini susah. Kalau di kampung, semua kami bisa lakukan sendiri. Kami bisa pulang, tapi kami trauma karena baku tembak terjadi di depan kami,” tambahnya[7].

FOTO: Masyarakat Ndugusiga, Intan Jaya Mengungsi

Seorang bapak asal kampung Ndugusiga kepada suarapapua.com mengatakan, saat terjadi kontak tembak di Kulapa dan Ndugusiga dirinya berada di Beoga. Tetapi ia mendengar kabar bahwa masyarakat sedang mengungsi ke mana-mana.

Sehingga, lanjut dia, dia berjalan kaki dari Beoga ke Pugisiga. Bermalam di tengah hutan antra Beoga dan Pugisiga sambil berburu. Lalu siang harinya tiba di kampung Pugisiga. Ia mendengar kabar yang sama.

“Saya dengar kabar yang bikin saya merinding. Saya gelisah karena anak istri saya ada di kampung. Jadi saya ikut jalan raya menuju ke kampung Ndugusiga. Tujuannya hanya ingin melihat langsung kondisi masyarakat di Ndugusiga,” ujar pria 40 tahun ini.

Hari berikutnya, dia mengaku sampai di Ndugusiga. Tidak ada orang yang berkeliaran dan beraktifitas seperti biasa. Semuanya tampak sepi.

“Saya tidak pusing dengan kondisi itu. Saya tahu masyarakat sudah mengungsi. Saya ke rumah, pasang api dalam rumah dan masak ubi. Tetapi tidak ingin makan. Menjelang sore hari saya ke pastoran Titigi dan ketemu dengan masyarakat yang sudah ada di sana,” ungkapnya.

Baca juga: Masyarakat Bulapa, Iguwagi Tapa dan Kulapa Intan Jaya Mengungsi

Setelah empat hari di Titigi, dia memutuskan untuk menuju ke Bilogai dengan keponakannya menggunakan kendaraan roda dua. Dari Bilogai, isi bahan baka di motor dan langsung menuju ke Paniai.

“Kami sampai di Enarotali jam 9 malam. Hujan lebat. Jadi kami berteduh sebentar lalu tengah malam kami lanjutkan perjalanan ke Nabire. Pikiran saya sudah mulai tenang saat memasuki Wadio, kampung terakhir sebelum ke Paniai dari Kota Nabire. Saya sampai di nabire itu minggu kedua bulan Januari 2020,” ujarnya.

Baca Juga:  Tolak UU TNI dan Hak Penentuan Nasib Sendiri Bagi Papua Digemakan

Dia mengungkapkan juga bahwa pihaknya mengalami kesulitan untuk mendapatkan bama dan pakaian layak pakai.

“Di sini kami tidak ada kebun. Kami juga tidak bawa pakaian. Jadi yang kami sangat butuhkan itu pakaian dan makanan,”  ungkapnya.[8]

Banyak Anak Putus Sekolah

Dari penelusuran suarapapua.com di Nabire, sebagian besar anak-anak usia sekolah yang ikut mengungsi ke nabire tidak sekolah. Rata-rata anak-anak usia sekolah SD kelas 1 hingga SMP yang sudah siap ujian.

Sebagian besar anak-anak kelas VI SD dan kelas X SMP tidak mengikuti ujian karena mereka berada di nabire.

Hingga berita ini ditulis, kebanyak anak-anak tersebut berasal dari distrik Sugapa, Hitadipa dan Agisiga masih berada di nabire bersama dengan orang tua mereka[9].

8 Warga Meninggal di Nabire

Dari sejumlah informasi yang dikumpulkan dan didata dari berbagai sumber di Nabire, delapan orang tersebut terdiri dari lima orang anak-anak dan tiga orang dewasa. Mereka adalah Paulina Lawiya (lansia), Julita Weya (dewasa), Sabisa Weya, (dewasa), Monce mirip (anak), Jariana  mirip (anak), Lea mirip (anak), Alberto Weya (anak) dan Jupinia Weya (anak)[10].

Ke delapan orang yang meninggal di atas berasal dari kampung Ndugusiga, distrik Sugapa, Kabupaten Intan Jaya, Papua.

Selain kedelapan orang ini, masyarakat yang berasal dari distrik Sugapa, Hitadipa dan Agisiga belum terdata secara merata. Juga belum ada data yang dibuat dari lembaga apa pun.

Pewarta: Arnold Belau

Referensi:

[1] Bupati Intan Jaya Papua Minta Tambahan pasukan Keamanan pasca penembakan pengemudi ojek oleh kkb – https://papua.tribunnews.com/2019/10/27/bupati-intan-jaya-papua-minta-tambahan-keamanan-pasca-penembakan-pengemudi-ojek-oleh-kkb?page=all

[2] Video: Pendropan Aparat di Sugapa Intan Jaya 14 – 16 Desember 2019 – https://suarapapua.com/2019/12/17/video-pendropan-aparat-di-sugapa-intan-jaya-14-16-desember-2019/

[3] Polda Papua bantah ada penambahan pasukan ke Intan Jaya – https://jubi.co.id/polda-papua-bantah-ada-penambahan-pasukan-ke-intan-jaya/

[4] 19 Desember Terpantau Tiga Helikopter Drop Pasukan ke Distrik Ugimba – https://suarapapua.com/2019/12/19/19-desember-terpantau-tiga-helikopter-drop-pasukan-ke-distrik-ugimba/

[5] Lari ke Hutan Karena Takut, Satu Warga Kampung Kulapa Meninggal – https://suarapapua.com/2019/12/28/lari-ke-hutan-karena-takut-satu-warga-kampung-kulapa-meninggal/

[6] Dinsos Papua catat 1.300 pengungsi Intan Jaya di Nabire – https://jubi.co.id/dinsos-papua-catat-1-300-pengungsi-intan-jaya-di-nabire/

[7] Wawancara wartawan suarapapua.com dengan seorang mama, pengungsi asal kampung Ndugusiga, Sugapa, Intan Jaya

[8] Wawancara wartawan suarapapua.com dengan seorang bapak, pengungsi asal kampung Ndugusiga, Sugapa, Intan Jaya

[9] Wawancara wartawan suarapapua.com dengan seorang mama, pengungsi asal kampung Ndugusiga, Sugapa, Intan Jaya

[10] Data yang diperoleh wartawan suarapapua.com dari wawancara yang dilakukan di Nabire pada bulan Februari 2021

Artikel sebelumnyaPemerintah Jepang Siap Bantu Pemprov Papua Kirim Pelajar ke Fukuoka
Artikel berikutnyaMahasiswa Papua di NTT Tolak Otsus Jilid II dan Minta Referendum