Rilis PersPutusan Bebas Kasus Pelanggaran HAM Berat Paniai Bukti Negara Tidak Miliki Komitmen...

Putusan Bebas Kasus Pelanggaran HAM Berat Paniai Bukti Negara Tidak Miliki Komitmen Memenuhi Hak Atas Keadilan Bagi Koban

Siaran Pers Nomor: 013/SP-LBH-Papua/XII/2022 Menyikapi Putusan Bebas Terdakwa Kasus Pelanggaran HAM Berat Paniai 2014

Ketua Komnas HAM RI segera surati Kepala Kejaksaan Agung RI untuk melakukan penyidikan kembali berkas perkara kasus pelanggaran HAM Berat Paniai dan tetapkan tersangka baru untuk dilakukan penuntutan baru atas kasus pelanggaran HAM Berat Paniai

Jauh sebelum sidang kasus pelanggaran HAM Berat Paniai disidangkan di Pengadilan Hak Asasi Manusia Makassar, Ketua Tim Ad Hoc Komnas HAM RI, M. Choirul Anam menegaskan bahwa “Peristiwa Paniai sudah memenuhi unsur kejahatan kemanusiaan. Terdapat unsur pembunuhan dan tindakan penganiayaan, sistematis, meluas dan ditujukan pada penduduk sipil dalam kasus Paniai. Sehingga peristiwa tersebut dapat dikategorikan sebagai pelanggaran HAM berat.”

Berdasarkan hasil penyelidikan, menurut Choirul, tim menyimpulkan bahwa anggota TNI yang bertugas pada medio peristiwa tersebut baik dalam struktur Komando KodamXVII/Cenderawasih sampai komando lapangan di Enarotali, Paniai, diduga sebagai pelaku yang bertanggungjawab (Baca: https://nasional.kompas.com/read/2022/04/01/18172341/kejagung-tetapkan-satu-tersangka-kasus-pelanggaran-ham-berat-paniai).

Sekalipun pejabat penyelidikan (Komnas HAM RI) telah menyimpulkan demikian, namun pada perkembangannya pejabat penyidik (Jaksa Agung) hanya menetapkan satu orang tersangka dan selanjutnya pejabat penuntut (Jaksa Agung) menuntut satu orang terdakwa di Pengadilan Hak Asasi Manusia Makassar.

Atas sikap Jaksa Agung tersebut, Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Papua secara tegas telah meminta kepada Jaksa Agung Republik Indonesia untuk segera memberikan alasan atas penetapan satu orang terdakwa kasus pelanggaran HAM Paniai karena dinilai penetapan satu orang tersangka tersebut tidak sesuai dengan kenyataan yang terjadi di Tempat Kejadian Perkara (TKP). Dimana menurut LBH Papua bahwa yang terlibat dalam kasus pelanggaran HAM Berat Paniai bukan hanya Mayor Inf. (Purn) Isak Sattu, tetapi ada banyak oknum yang terlibat (Baca: https://cenderawasihpos.jawapos.com/berita-utama/24/09/2022/sidang-pelanggaran-ham-berat-paniai-dinilai-banyak-kejanggalan/), namun tidak ada jawaban apapun.

Anehnya lagi adalah sekalipun Komnas HAM RI telah menyimpulkan hasil investigasinya, namun setelah melihat Jaksa Agung menetapkan satu orang tersangka dan terdakwa dalam kasus pelanggaran HAM Berat Paniai, Komnas HAM RI tidak menggunakan kewenangannya terkait “Komisi Nasional Hak Asasi Manusia sewaktu-waktu dapat meminta keterangan secara tertulis kepada Jaksa Agung mengenai perkembangan penyidikan dan penuntutan perkara pelanggaran hak asasi manusia yang berat” sebagaimana diatur pada Pasal 25 Undang-undang nomor 26 tahun 2000 tentang Pengadilan HAM untuk menanyakan alasan Jaksa Agung Republik Indonesia hanya menetapkan satu orang tersangka yang kemudian dituntut terdakwa dalam kasus Pelanggaran HAM Berat Paniai.

Baca Juga:  Kemenparekraf Ajak Seluruh Pelaku Usaha Kreatif di Indonesia Ikut AKI 2024

Setelah melakukan pemeriksaan perkara pelanggaran HAM Berat Paniai, akhirnya majelis hakim pemeriksa perkara pelanggaran HAM Berat Paniai memutuskan dan mengadili: satu, menyatakan terdakwa Mayor Inf (Purn) Isak Sattu tidak terbukti secara sah dan menyakinkan, melakukan pelanggaran HAM yang berat sebagaimana di dakwaan kesatu dan dakwaan kedua.”

“Kedua, membebaskan terdakwa oleh karena itu, dari semua dakwaan penuntut umum.”

“Tiga, memulihkan hak-hak terdakwa dalam kemampuan, kedudukan harkat serta martabatnya.”

Hakim juga meminta seluruh barang bukti dalam kasus ini agar tetap disimpan, dan membebankan biaya perkara pada negara. (Baca: https://www.voaindonesia.com/a/terdakwa-kasus-pelanggaran-ham-berat-paniai-divonis-bebas/6867507.html).

Sebagai tanggapan atas putusan bebas tersebut, Komnas HAM menegaskan bahwa “dalam putusan majelis hakim hari ini, peristiwa pembunuhan dan unsur-unsur pelanggaran HAM berat dari tragedi Paniai dinyatakan terbukti. Tetapi, mayoritas hakim menyatakan Isak, yang merupakan perwira penghubung Kodim 1705/Paniai tidak terbukti secara sah dan meyakinkan sebagai pihak yang bertanggung jawab atas pelanggaran HAM berat ini.”

“Oleh mayoritas majelis hakim (Isak) dianggap tidak bisa dimintai pertanggungjawaban pidana untuk pertanggungjawaban komando,” kata Wakil Ketua Bidang Eksternal Komnas HAM, Abdul Haris Semendawai. “Kami merekomendasikan untuk jaksa agung segera menindaklanjuti putusan ini dengan memproses hukum pelaku yang punya pertanggungjawaban komando dalam Peristiwa Paniai. Jaksa agung harus menemukan siapa komandan yang bertanggung jawab atas peristiwa itu, kemudian mengajukan tuntutan terhadap yang bersangkutan,” ungkapnya. (Baca: https://nasional.kompas.com/read/2022/12/08/18583391/komnas-ham-desak-kejagung-kasasi-dan-cari-aktor-tragedi-paniai-yang).

Baca Juga:  Perusahaan HTI PT Merauke RJ di Boven Digoel Diduga Melakukan Tindakan Melawan Hukum

Sesuai dengan tanggapan Komnas HAM RI atas putusan bebas tersebut secara langsung kembali menguatkan pandangan bahwa tujuan penetapan satu orang tersangka yang selanjutnya dituntut sebagai terdakwa dalam kasus pelanggaran HAM Berat Paniai berdarah yaitu untuk mendapatkan putusan akhir adalah vonis tidak terbukti, sehingga harus dibebaskan. Pada prinsipnya pandangan ini dikuatkan dengan hasil penyelidikan Komnas HAM RI yang telah mengambil kesimpulan usai investigasi di Paniai.

Terlepas dari itu, pandangan tersebut juga dikuatkan dengan tanggapan ketua tim penasihat hukum terdakwa, Syahrir Cakkari yang mengatakan bahwa sejak awal, pihaknya sudah melihat bahwa perkara tersebut tidak memenuhi unsur untuk disidangkan dalam pengadilan HAM berat.

“Fakta-fakta yang dibawa oleh jaksa penuntut umum dalam persidangan ini kan masih mentah dan masih butuh pendalaman lebih jauh,” tegasnya.

Syahrir mengaku, “Begitu kita mendengarkan pembacaan dakwaan di awal oleh jaksa penuntut umum, kita sudah melihat bahwa pada ujungnya perkara ini tidak bisa dibuktikan. Terutama pada unsur sistematis maupun pertanggungjawaban komandonya,” ujar Syahrir. (Baca: https://www.voaindonesia.com/a/terdakwa-kasus-pelanggaran-ham-berat-paniai-divonis-bebas/6867507.html)

Atas dasar tanggapan Komnas HAM RI dan penasehat hukum terdakwa atas putusan bebas diatas secara langsung menjawab alasan Jaksa Agung Republik Indonesia yang hanya menetapkan 1 tersangka dan selanjutnya dituntut sebagai terdakwa hingga mendapatkan keputusan bebas adalah sebuah drama sandiwara Pengadilan HAM Berat Paniai yang sedang dipraktekan dengan cara menyalahgunakan Undang-undang nomor 26 tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia (HAM) dengan maksud untuk menghambat atau membatasi terpenuhinya hak atas keadilan bagi korban pelanggaran HAM Berat Paniai serta bermaksud untuk melindungi para penjahat kemanusiaan dalam kasus pelanggaran dan terus merawat dan memelihara ruang impunitas bagi penjahat kemanusiaan dalam kasus pelanggaran HAM Berat Paniai.

Baca Juga:  Hari Konsumen Nasional 2024, Pertamina PNR Papua Maluku Tebar Promo Istimewa di Sejumlah Kota

Berdasarkan uraian diatas, Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Papua menggunakan kewenangan yang diberikan berdasarkan ketentuan “Setiap orang, kelompok, organisasi politik, organisasi masyarakat, lembaga swadaya masyarakat, atau lembaga kemasyarakatan lainnya, berhak berpartisipasi dalam perlindungan, penegakan, dan pemajuan hak asasi manusia” sebagaimana diatur pada Pasal 100 Undang-undang nomor 39 tahun 1999 tentang HAM menegaskan kepada:

  1. Kepala Kejaksaan Agung Republik Indonesia segera lakukan penyidikan kembali berkas perkara kasus pelanggaran HAM Berat Paniai dan menetapkan tersangka baru untuk dilakukan penuntutan baru atas kasus pelanggaran HAM Berat Paniai;
  2. Ketua Komnas HAM RI segera menyurati Kepala Kejaksaan Agung Republik Indonesia untuk melakukan penyidikan kembali berkas perkara kasus pelanggaran HAM Berat Paniai dan menetapkan tersangka baru untuk dilakukan penuntutan baru atas kasus pelanggaran HAM Berat Paniai;
  3. Kepala Kejaksaan Agung Republik Indonesia segera memerintahkan Jaksa Penuntut Umum kasus pelanggaran HAM Berat Paniai untuk melakukan upaya hukum Kasasi atas putusan bebas kasus pelanggaran HAM Berat Paniai;
  4. Ketua Komnas HAM RI segera menyurati Kepala Kejaksaan Agung Republik Indonesia untuk perintahkan Jaksa Penuntutan Umum kasus pelanggaran HAM Berat Paniai melakukan upaya hukum Kasasi atas putusan bebas kasus pelanggaran HAM Berat Paniai.

Demikian siaran pers ini dibuat untuk dapat dipergunakan sebagaimana mestinya. Atas perhatiannya disampaikan terima kasih.

Jayapura, 9 Desember 2022

Hormat Kami

Lembaga Bantuan Hukum Papua

Emanuel Gobay, S.H, MH

(Direktur)

Terkini

Populer Minggu Ini:

ULMWP: Aneksasi Papua Ke Dalam Indonesia Adalah Ilegal!

0
Tidak Sah semua klaim yang dibuat oleh pemerintah Indonesia mengenai status tanah Papua sebagai bagian integral dari Negara Kesatuan Republik Indonesia, karena tidak memiliki bukti- bukti sejarah yang otentik, murni dan sejati dan bahwa bangsa Papua Barat telah sungguh-sungguh memiliki kedaulatan sebagai suatu bangsa yang merdeka sederajat dengan bangsa- bangsa lain di muka bumi sejak tanggal 1 Desember 1961.

Fortnightly updates in English about Papua and West Papua from the editors and friends of the banned 'Suara Papua' newspaper.