Rilis PersDirektur RSUD Abepura Segera Tuntaskan Hak Nakes Layani Covid-19 Tahun 2020-2022

Direktur RSUD Abepura Segera Tuntaskan Hak Nakes Layani Covid-19 Tahun 2020-2022

Siaran Pers LBH Papua Nomor: 001/SP-LBH-Papua/I/2023

JAYAPURA, SUARAPAPUA.com — Kementerian Kesehatan dalam hal ini melalui Rumah Sakit Umum Daerah (RUSD) Abepura diingatkan untuk segera memberikan hak-hak tenaga kesehatan (Nakes) yang diduga tidak transparan dan terkesan diskriminasi terhadap petugas kesehatan yang menangani Corona Virus Disease 19 (Covid-19).

Hal itu sesuai dengan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia nomor HK.01.07/Menkes/4239/2021 tentang pemberian insentif dan santunan kematian bagi tenaga kesehatan yang menangani Covid-19, dan Keputusan Menteri Kesehatan nomor HK.01.07/Menkes/4718/2021 tentang petunjuk teknis klaim penggantian biaya pelayanan pasien Covid-19 bagi Rumah Sakit Penyelenggara Pelayanan Covid-19.

WHO telah menyatakan Covid-19 sebagai sebuah pandemik. Penyebarannya di Indonesia pada tahun 2020-2021 kian meluas dengan peningkatan jumlah kasus dan atau jumlah kematian.

Situasi ini juga berdampak pada aspek politik, ekonomi, sosial, budaya, pertahanan, dan keamanan, serta kesejahteraan masyarakat di Indonesia, sehingga diperlukan strategi dan upaya yang komprehensif dalam percepatan penanganan Covid-19.

Penyebaran dan penularan Covid-19 di Indonesia yang sempat memprihatinkan. Ini membuat pemerintah telah menyatakan Covid-19 sebagai kedaruratan kesehatan masyarakat, sehingga perlu dilakukan upaya penanggulangan secara cepat, tepat, dan komprehensif.

Sejak awal pandemi melanda Indonesia pada awal Tahun 2020, Pemerintah telah mengeluarkan berbagai regulasi guna mempercepat penanganan penyebaran dan penularan Covid-19 di Indonesia, diantaranya melalui Keputusan Presiden Nomor 11 Tahun 2020 tentang Penetapan Kedaruratan Kesehatan Masyarakat Terhadap Covid-19.

Selain itu, ditetapkan Keputusan Presiden Nomor 12 tahun 2020 tentang Penetapan Bencana Nonalam Penyebaran Covid-19 sebagai Bencana Nasional dan Peraturan Presiden Nomor 82 tentang Komite Penanganan Covid 19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional sebagaimana yang telah diubah dengan Peraturan Presiden Nomor 108 Tahun 2020 tentang Perubahan atas Peraturan Presiden Nomor 82 tahun 2020 tentang Komite Penanganan Covid, dan disusul dengan kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) dimana kemudian berlanjut dengan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) merupakan bagian dari komitmen dan upaya pemerintah dalam menangani dan mengendalikan Covid-19.

Sangat jelas, partisipasi dan peran serta semua pihak sangat diperlukan guna mempercepat dan mengendalikan penyebaran Covid-19. Sinergitas dari pemerintah pusat, provinsi, kabupaten/kota juga pihak swasta dan seluruh lapisan masyarakat menjadi tolak ukur utama dalam mengatasi pandemi ini.

Elemen penting yang berfungsi dan berperan secara langsung adalah Tenaga Kesehatan. Keberadaan tenaga kesehatan menjadi faktor kunci yang menentukan keberhasilan upaya tersebut. Tenaga kesehatan yang memadai dalam jenis, jumlah, kompetensi, dan mutu, menjadi modal awal mempercepat penanganan dan penanggulangan Covid-19. Bahwa peran para Nakes sebagai garda terdepan sekaligus sebagai benteng terakhir dalam upaya penangan virus. Mobilisasi masif tenaga kesehatan yang terarah, terpadu serta efektif di seluruh fasilitas pelayanan kesehatan dan insitusi kesehatan dalam menangani berbagai kasus Covid-19 terus digenjot oleh pemerintah pusat maupun daerah adalah sangat penting guna memutus mata rantai Covid-19.

Demi mencegah dampak pandemi dengan tugas yang sedemikian berat, Nakes sangatlah rentan terpapar virus ini dikarenakan bersentuhan langsung dengan pasien. Menurut data yang termuat dalam portal berita pada 30 Agustus 2021, data per 17 Agustus 2021, tercatat ada 1.891 tenaga kesehatan yang meninggal sepanjang pandemi Covid-19. Dengan rinciannya 640 dokter, 637 perawat, 377 bidan, 98 dokter gigi, 34 ahli gizi, 33 ahli teknologi laboratorium, dan 13 ahli kesehatan masyarakat. (Kematian Nakes di Indonesia Akibat Covid-19 Tertinggi di Asia: ‘Seandainya saya tidak disumpah dokter, saya lebih baik tidak memberikan pelayanan’ https://www.bbc.com/indonesia/indonesia-58345226).

Kondisi ini tentunya menjadi keprihatinan bersama dalam hal ini pemerintah supaya tidak menutup mata dalam memerangi virus saja tetapi juga memperhatikan Tenaga Kesehatan sebagai wujud apresiasi dan penghargaan terhadap Nakes. Bentuk-bentuk penghargaan ini dilakukan oleh pemerintah seperti memberikan finansial dan non finansial kepada nakes sebagai garda terdepan, tentunya diberikan sesuai dengan beban kerja yang diterima setiap Nakes dan resiko terpapar.

Insentif yang diberikan itu juga kepada petugas kesehatan yang meninggal lantaran terpapar Covid-19 dalam masa tugasnya di setiap fasilitas kesehatan yang ditentukan sebagai tempat merawat pasien Covid-19.

Untuk diketahui bahwa kebijakan pemberian insentif ini telah diberlakukan pada Maret 2020 sebagai bentuk menjalankan Keputusan Menteri nomor HK.01.07/Menkes/278/2020 tentang Pemberian Insentif dan Santunan Kematian Bagi Tenaga Kesehatan Yang Menangani Virus Covid-19. Aturan terus diperbaharui sesuai dengan kondisi, yang ditandai dengan ditetapkan Keputusan Menteri Kesehatan Nomor HK.01.07/Menkes/2539/2020 tentang Pemberian Insentif dan santunan kematian bagi Nakes yang bertugas.

Menurut data Badan PPSDM Kementerian Kesehatan, hingga Januari 2021, pemerintah sudah memberikan santunan kematian kepada 197 orang tenaga kesehatan yang meninggal dunia akibat Covid-19 melalui keluarga atau ahli warisnya dengan mencapai Rp60.000.000.000.00 (Enam Puluh Miliar Rupiah).

Baca Juga:  Mahasiswa Puncak di Makassar Desak Pemerintah Ungkap Pelaku Penembakan Tarina Murib

Provinsi Papua terbilang provinsi yang juga miliki angka penyebaran Covid-19 dengan jumlah pasien tertinggi. Menyikapi hal tersebut, sejumlah Rumah Sakit di Papua (swasta maupun pemerintah) mengambil bagian dalam penanganan pasien Covid-19, salah satunya Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Abepura, provinsi Papua. Penunjukan atau penetapan RSUD Abepura tidak terlepas dari kesiapan anggaran rumah sakit tersebut, serta didukung dengan tata kelola pemerintahan yang terbilang baik, antara lain prinsip transparansi (keterbukaan). Tata kelola pemerintahan adalah sebuah sistem pelayanan yang bukan saja ada pada saat pandemi Covid-19, melainkan suatu sistem yang terhubung langsung dengan operasional pelayanan publik. Karena sistem tersebut merupakan “roh/jiwa” dari suatu institusi pada lingkup pemerintahan.

Di tengah meningkatnya angka pasien Covid-19 pada saat itu, setidaknya sebagai barisan terdepan yang sangat beresiko, para petugas medis yang terdiri dari Dokter, Perawat/Bidan, dan Tenaga Penunjang (Laboratorium), telah menunjukkan komitmen dan konsistensinya walau beberapa diantaranya terpapar. Sebagai respons atas pelayanan (kewajiban), yang sudah dilakukan, secara khusus yang diatur dalam kebijakan, yakni insentif Covid-19 dan BPJS Covid-19, sebagai hak mereka harus dan patutlah dihargai oleh pihak managemen RSUD Abepura sebagai bagian dari implementasi/penerapan tata kelola pemerintahan.

Sejak RSUD Abepura ditetapkan sebagai Rumah Sakit Rujukan Covid, para petugas yang terdiri dari: dokter, perawat/bidan, tenaga penunjang lainnya telah mengambil bagian dalam pelayanan pasien Covid-19. Untuk mendukung pelayanan dimaksud, maka pemerintah menerbitkan beberapa kebijakan terkait sebagaimana yang disebutkan diatas.

Secara operasional, pelibatan para Nakes menangani pasien Covid mulai berjalan Maret 2020. Dalam kurun waktu tersebut, oleh managemen RSUD Abepura, dalam hal ini Direktur tidak terbuka terhadap hak-hak para Nakes, dimana hak-hak para dokter, perawat/bidan, tenaga penunjang lainnya yang terlibat dalam melayani pasien selama pandemi Covid-19, tidak menerima hak secara proporsional.

Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 28 F: “Setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi untuk mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya, serta berhak untuk mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah dan menyampaikan informasi dengan menggunakan segala jenis saluran yang tersedia”. Aturan ini menjamin hak semua orang untuk mendapat informasi sejalan juga mengenai prinsip-prinsip demokrasi dan Hak Asasi Manusia.

Tetapi karena tertutupnya informasi membuat para Nakes yang bertugas menjadi kebingungan dan merasa tidak dihargai dikarenakan tidak jelasnya pembagian maupun informasi hak insentif mereka sesuai yang diatur dalam Keputusan Menteri Kesehatan mengenai insentif Covid-19.

Tenaga Kesehatan yang bertugas di RSUD Abepura bekerja mulai Maret 2020 berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan dimana dalam keputusan tersebut termuat, beberapa Nakes yang dibutuhkan dan sesuai kondisi penyebaran dengan waktu yang disesuaikan. Sehingga semua Nakes memiliki beban tugas masing-masing.

Pemberian hak insentif Nakes di lingkungan RSUD Abepura sangat bervariatif dan terkesan jauh dari prosedur yang ditentukan Kemenkes. Hal ini ditandai dengan Tenaga Keperawatan (UGD, ruang bersalin): sejak bekerja di bulan Maret 2020 hingga Desember 2020, managemen RSUD Abepura memberi hak Nakes pada tanggal 20 November 2020 dengan hitungan masa kerja pelayanan Mei dan Juni 2020. Hal ini tidak sesuai dengan fakta, dimana Nakes telah bekerja sejak RSUD Abepura menerima pasien Covid, yakni bulan Maret 2020. Pembayaran ini pun tidak disertai dengan keterangan/alasan pembayaran dengan jumlah atau nilai tersebut.

Sedangkan ketentuan yang dikeluarkan oleh Kemenkes sudah jelas yaitu hak tenaga keperawatan yang diatur dalam Keputusan Menteri Kesehatan rata-rata per orang Rp7.500.000/bulan. Sedangkan yang diperoleh tenaga keperawatan (IGD dan ruang bersalin) pada bulan November 2020 tidaklah sesuai dan bervariasi yakni, bidan (ruang bersalin), rata-rata pada bulan Mei-Juni menerima Rp4.000.000.00 (Empat Juta Rupiah), sedangkan perawat IGD, Rp12.000.000.00 (Dua Belas Juta Rupiah).

Hal yang sama juga terjadi pada Tenaga Penunjang (laboratorium): sejak bekerja di bulan Maret 2020 hingga Desember 2020, managemen RSUD Abepura hanya memberi hak mereka pada tanggal 20 November 2020, dengan hitungan masa kerja pelayanan Mei-Juni 2020. Hak tenaga penunjang yang diatur dalam Keputusan Menteri Kesehatan per orang Rp5.000.000/bulan. Sedangkan yang diperoleh tenaga penunjang pun sangat bervariasi Rp13.000.000.00 (Tiga Belas Juta Rupiah) dan Rp7.000.000.00 (Tujuh Juta Rupiah). Hal ini tidak sesuai dengan fakta dimana Nakes telah bekerja sejak Rumah Sakit menerima pasien Covid, yakni Maret 2020. Baik tenaga keperawatan (UGD, ruang bersalin) maupun tenaga penunjang (laboratorium), managemen RSUD Abepura belum menyelesaikan hak-hak selama 6 bulan terhitung dari Juli sampai Desember 2020.

Baca Juga:  YLBHI: Revisi UU TNI Mengkhianati Amanat Reformasi, Demokrasi dan Ancaman Serius Bagi HAM

Menurut Pasal 88A ayat (1) dan (2) UU 13/2003 jo. UU 11/2020 dan pasal 2 ayat (2) dan (3) PP 36/2021 yang intinya menyebutkan bahwa upah hak-hak finansial merupakan hak setiap orang yang telah bekerja sesuai dengan kebijakan atau ketentuan yang berlaku baik secara kebijakan yang bersifat normatif maupun perjanjian-perjanjian yang telah disepakati dengan tidak diskriminasi berdasarkan beban kerja masing-masing.

Lebih jelasnya dapat dilihat dalam beberapa keputusan Menteri Kesehatan nomor  HK.01.07/Menkes/4239/2021. Dalam kebijakan Kemenkes bahkan telah tertuang besaran biaya yang menjadi hak-hak petugas kesehatan yang menangani langsung virus Covid-19 sesuai beban kerja dan resiko yang akan dihadapi Nakes, sehingga patut menjadi tolak ukur bagi direktur RSUD Abepura agar tidak mengabaikan apa yang menjadi hak Nakes.

Keputusan Menkes ini bertujuan sebagai bentuk penghargaan dan apresiasi terhadapa tenaga kesehatan yang berhadapan langsung dengan pasien Covid-19. Hal lain yang turut menimbulkan kecurigaan dan patut menjadi perhatian bersama adalah pada saat Nakes bertemu dengan pihak Kejaksaan Tinggi, secara terbuka seorang Staff Management RSUD Abepura menyampaikan dalam pertemuan tersebut bahwa dirinya mendapat jasa insentif Covid sebesar Rp20.000.000.00 (Dua Puluh Juta Rupiah) pada tanggal 20 November 2020 sesuai rekening koran.

Mendengar penyampaian itu Nakes kaget dan berpikir ada hal yang tidak terbuka (transparan) dari pihak managemen RSUD Abepura. Sementara Nakes yang bekerja/bersentuhan langsung dengan pasien Covid tidak menerima secara merata (proporsional). Sebagaimana yang disampaikan direktur RSUD Abepura bahwa pembayaran insentif Covid dibagi kepada lima tenaga profesi, “yang pegang pasien langsung”. Faktanya ada beberapa staf managemen RSUD yang tidak menyentuh pasien mendapat insentif Covid-19. Diduga bahwa sebagian dari managemen RSUD Abepura memperoleh bayaran insentif Covid. Ini sangat diskriminatif serta jauh dari apa yang disebut prinsip transparansi.

Lebih lanjut pada tahun 2021, baik Tenaga Keperawatan maupun Tenaga Penunjang, yang bekerja melayani dari Januari hingga Desember 2021. Dalam kurun waktu itu, telah diterima secara bertahap, dua kali dari managemen RSUD Abepura, yakni mengakomodir sembilan bulan sesuai masa kerja yaitu Januari-September 2021, dimana tahap pertama penyaluran dana insentif Covid, pada tanggal 13 September 2021 untuk laboratorium masing-masing menerimanya bervariasi, yakni:

– Rp27.000.000.00 (Dua Puluh Tujuh Juta Rupiah)

– Rp28.000.000.00 (Dua Puluh Delapan Juta Rupiah)

– Rp29.000.000.00 (Dua Puluh Sembilan Juta Rupiah)

– Rp30.000.000.00 (Tiga Puluh Juta Rupiah)

– Rp31.000.000.00 (Tiga Puluh Satu Juta Rupiah)

– Rp32.000.000.00  (Tiga Puluh dua Juta Rupiah)

Dengan penerimaan rata-rata 29 Juta Rupiah. Adapun variasi nilai yang disebutkan diatas adalah sesuai keterangan dari rekening koran tiap tenaga penunjang laboratorium yakni “insentif nakes RSUD Abepura Januari – Juni 2021. Tahap kedua, Nakes yang bertugas di bagian laboratorium, pada tanggal 31 Desember 2021, rata-rata menerima insentif bernilai Rp15.000.000.00 (Lima Belas Juta Rupiah). Adapun nilai ini disebutkan dalam rekening koran, yakni “insentif nakes, dari bulan Juli-September”, sedangkan untuk di bagian Kebidanan, dimana tahap pertama penyaluran dana insentif Covid, pada tanggal 13 September 2021, masing-masing menerimanya bervariasi, yakni :

– Rp31.000.000.00 (Tiga Puluh Satu Juta Rupia)

– Rp28.000.000.00 (Dua Puluh Delapan Juta Rupiah)

– Rp27.000.000.00 (Dua Puluh Tujuh Juta Rupiah

Adapun variasi nilai yang disebutkan diatas sesuai dari rekening koran tiap tenaga Kebidanan yakni “insentif nakes RSUD Abepura Januari – Juni 2021”. Tahap kedua, bidan pada tanggal 31 Desember 2021 menerima insentif bernilai Rp7,500.000.00 (Tujuh Juta Lima Ratus Ribu Rupiah) sampai Rp18.000.000.00 (Delapan Belas Juta Rupiah). Adapun nilai ini disebutkan dalam rekening koran, yakni “insentif nakes, Juli-September”.

Selanjutnya yang bertugas sebagai Perawat, dimana tahap pertama penyaluran dana insentif Covid, pada tanggal 13 September 2021, masing-masing menerima, yakni Rp12.000.000.00 (Dua Belas Juta Ripuah) sampai Rp45.000.000.00 (Empat Puluh Lima Juta Rupiah). Adapun nilai yang disebutkan diatas adalah terdapat pada rekening koran tiap perawat yakni “insentif nakes RSUD Abe Januari – Juni 2021”. Tahap kedua, Nakes (perawat), pada tanggal 31 Desember 2021, menerima insentif bernilai Rp12.000.000.00 (Dua Belas Juta Rupiah) sampai Rp22.500.000.00 (Dua Puluh Dua Juta Lima Ratus Ribu Rupiah). Adapun nilai ini disebutkan dalam rekening koran, yakni “insentif nakes, Juli-September”. Selanjutnya masih tersisa 3 bulan yakni Oktober – Desember 2021, yang belum diselesaikan oleh managemen RSUD Abepura.

Untuk diketahui bersama, tahun 2022 hingga akhir tahun (2022), managemen RSUD Abepura tidak memberi insentif Covid kepada para Nakes sebagaimana diatur dalam Keputusan Menteri Kesehatan, seperti yang disebutkan dalam Kep.Kemenkes Insentif Covid-19 diperpanjang sampai tahun 2022, sehingga semua petugas kesehatan yang bertugas wajib dibayar oleh Direktur RSUD Abepura.

Baca Juga:  ULMWP: Yosep Rumasep Adalah Tokoh Intelektual dan Patriot Sejati Bangsa Papua

Dalam Diktum Kelima Ayat kedua Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor Hk.01.07/Menkes/4239/2021 disebutkan bahwa “Insentif tenaga kesehatan yang menangani Covid-19 yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) melalui Bantuan Operasional Kesehatan (BOK) Tambahan berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Nomor HK.01.07/Menkes/2539/2020 dan belum dibayarkan pada rahun 2020, dapat dibayarkan melalui: (a). Sisa dana Bantuan Operasional Kesehatan (BOK) Tambahan Tahun Anggaran 2020 di kas daerah; dan/atau (b). Dana Alokasi Umum (DAU)/Dana Bagi Hasil (DBH).

Dalam keputusan ini jelas mengamanatkan kepada setiap rumah sakit yang ditunjuk menangani Covid-19 untuk tidak mengabaikan hak-hak Nakes yang mana telah bekerja dari bulan Maret 2020 sampai dengan tahun 2021 agar tetap membayarkan hak para Nakes sesuai dengan temuan berdasarkan keterangan para Nakes dan juga rekening koran bahwa tersisa enam bulan di tahun 2020 dan tiga bulan di tahun 2021 yang tidak ada kejelasan mengenai penggunaan dana tersebut. Tidak ada perhitungan ataupun penjelasan yang memuaskan mengenai sisa anggaran ataupun kalau sudah terpakai seharusnya diinformasikan agar tidak timbul rasa kecewa dan ketidakpuasan para petugas kesehatan.

Kesalahan juga terjadi pada Jasa Klaim Covid-19 sebagaimana yang termuat dalam Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor Hk.01.07/Menkes/4718/2021 Tentang Petunjuk Teknis Klaim Penggantian Biaya Pelayanan Pasien Covid-19 Bagi Rumah Sakit Penyelenggara Pelayanan Covid-19.

Jasa Klaim Covid-19 (BPJS Covid) adalah jasa yang didapatkan/diperoleh seluruh pegawai di lingkungan RSUD Abepura sebagai hak atas pelayanan yang telah diberikan kepada pasien Covid-19. Perolehan ini dihitung berdasarkan persentasi (%). Walau demikian, persentasi ini cenderung tidak transparan dan merugikan bagi para Nakes, dimana tiap petugas sangat bervariasi nilainya dan mencurigakan serta menimbulkan kecemburuan.

Ketidakjelasan itu dapat dilihat dari bulan April 2021, kami mengikuti zoom yang judulnya “Sosialisasi Perhitungan Jasa Klaim Covid-19”, yang presentasinya “rumusan perhitungan jasa”. Pasca zoom, managemen melakukan pembayaran kepada Nakes. Namun pembayaran ini, selain nilainya bervariasi, pada bacaan rekening koran pun bervariasi pula yang membuat munculnya keraguan karena tidak sejalan dengan presentasi dokter Minhas Matturungan pada saat zoom, yakni: insentif Covid, insentif tim Covid, pembayaran jasa Covid RSUD Abepura, Jasa Klaim Covid tahap keempat, jasa klaim Covid tahap kelima. Bacaan rekening koran yang variatif ini, selain tidak memahami peruntukannya, dimana periode pembayaran waktu (bulan dan tahun) kerja tidak tercantum pada rekening koran tersebut. Sehingga timbul kecurigaan para Nakes dalam lingkaran RSUD Abepura, menurut penilaian nakes bahwa tahapan pembayaran tidak berurutan, sebagaimana yang disebutkan diatas, bahwa hanya ada tahap keempat dan kelima.

Pertanyaannya, dimana tahap kesatu, kedua, dan ketiga? Sisi lain menurut seorang staf managemen RSUD Abepura (AY, bendahara penerimaan) bahwa “SK BLUD sudah ada, namun belum bisa dijalankan karena DPA BLUD RSUD Abepura ditolak oleh BPKD. Sedangkan pembayaran insentif tenaga kesehatan tahun 2022 di RSUD Abepura diketahui menggunakan Dana BLUD. Yang secara aturan penggunaan dana BLUD harus disetujui oleh BPKD dengan mengeluarkan SK BLUD. Ketidakjelasan ini semakin membuat tenaga kesehatan seperti tidak dianggap karena tidak adanya keterbukaan dari managemen maupun pihak-pihak terkait.

Berdasarkan uraian diatas, LBH Papua selaku kuasa hukum dari Nakes RSUD Abepura menegaskan:

  1. Menteri Kesehatan Republik Indonesia agar segera menginformasikan atau memberi penjelasan kepada para Nakes di RSUD Abepura mengenai pembagian atau penyaluran dana insentif Covid serta perhitungan jasa klaim Covid-19 sebagaimana termuat dalam Keputusan Menteri Kesehatan.
  2. Direktur RSUD Abepura segera memberikan hak-hak Tenaga Kesehatan yang menangani Covid-19 sesuai dengan perhitunggan sebagaimana yang termuat dalam Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor Hk.01.07/Menkes/4718/2021 Tentang Petunjuk Teknis Klaim Penggantian Biaya Pelayanan Pasien Covid-19 bagi Rumah Sakit Penyelenggara Pelayanan Covid-19.
  3. Kepala Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) untuk segera mengevaluasi penggunaan dana Covid-19 yang dilakukan di RSUD Abepura sebagaimana termuat dalam Pasal 6 Ayat (1) – (6) Undnag-Undang nomor 15 tahun 2006 tentang Badan Pemeriksa Keuangan.
  4. Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Papua agar segera melakukan evaluasi dan memberikan penjelasan kepada Nakes terhadap penggunaan dana Covid-a9 di tahun 2020-2022 yang terjadi di RSUD Abepura.

Demikian Siaran Pers ini kami buat semoga dapat dipergunakan sebagaimana mestinya. Atas perhatiannya disampaikan terima kasih.

Jayapura, 18 Januari 2023

Hormat Kami

Lembaga Bantuan Hukum Papua

Emanuel Gobay, SH, MH

(Direktur)

Terkini

Populer Minggu Ini:

Nyamuk Karunggu Diteror OTK Mengaku Protokoler Bupati Jayawijaya

0
“Melalui nomor telepon 081343092999 ini menyapa hallo, tetapi karena nomor baru, kawan Nyamuk Karunggu tidak menyahut. Dari nomor tadi lanjut bicara bahwa dia dari Pemda Jayawijaya mau sumbangkan buku untuk sekolah rakyat Nuwi Nindi Yuguru Nduga. Rekaman suara berisi percakapannya berdurasi 5 menit 12 detik kami sertakan dalam siaran pers ini.”

Fortnightly updates in English about Papua and West Papua from the editors and friends of the banned 'Suara Papua' newspaper.