Rencana Pemindahan Makam Ondofolo Dortheys Hiyo Eluay, Melanggar Hukum Pidana dan Asas Administrasi Pemerintahan

Siaran Pers Nomor: 007/SP-LBH-Papua/V/2024

0
460
Makam almarhum Dortheys Hiyo Eluay di lapangan Sere Sentani, pertigaan traffic light jalan masuk bandar udara Sentani, kabupaten Sentani, Papua. (David Elit - SP)
adv
loading...

Pada awal pekan ini telah diberitakan oleh sejumlah media massa bahwa pemerintah kabupaten (Pemkab) Jayapura berencana untuk memindahkan makam Bapak Ondofolo Dortheys Hiyo Eluay yang terletak di pusat kota Sentani.

“Ya, kita akan memindahkan makam mendiang Theys Hiyo Eluay,” kata Penjabat Bupati Jayapura, Triwarno Purnomo usai pembukaan pekan jajanan yang digelar di lapangan apel kantor Bupati Jayapura, Senin (6/5/2024) sore. Dicecar mengenai alasan makam tokoh besar Papua itu dipindahkan, Triwarno mengatakan, hal itu bertujuan untuk penataan kota Sentani yang jauh lebih baik.

Ambisi penjabat bupati Jayapura sebagaimana diberitakan media menunjukan bahwa sepertinya lupa dengan ketentuan “Pj Gubernur, Pj Bupati, dan Pj Wali Kota dalam melaksanakan tugas dan wewenang dilarang membuat kebijakan yang bertentangan dengan kebijakan penyelenggaraan pemerintahan dan program pembangunan pejabat sebelumnya” sebagaimana diatur pada Pasal 15 ayat (2) huruf d Peraturan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia nomor 4 tahun 2023 tentang Penjabat Gubernur, Penjabat Bupati, Dan Penjabat Wali Kota.

Terlepas dari itu, atas rencana Pemkab Jayapura diatas secara langsung menjadi pertanyaan terkait apakah pemerintah daerah telah mengetahui adanya kebijakan perlindungan seluruh kuburan atau makam yang berada di seluruh wilayah Indonesia ataukah tidak? Sebab secara tegas secara hukum pidana, Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) mengatur tentang larangan merusak kuburan atau makam, menggali kuburan atau makam dan menyembunyikan mayat sebagaimana diatur dalam pasal 179 sampai Pasal 181 KUHP sebagai berikut:

Pasal 179 KUHP

ads

“Barangsiapa dengan sengaja menodai kuburan, atau dengan sengaja dan melawan hukum menghancurkan atau merusak tanda peringatan di tempat kuburan, diancam dengan pidana penjara paling lama satu tahun empat bulan”.

Pasal 180 KUHP

“Barangsiapa dengan sengaja dan melawan hukum menggali atau mengambil jenazah atau memindahkan atau mengangkut jenazah yang sudah digali atau diambil, diancam dengan pidana penjara paling lama satu tahun empat bulan atau denda paling banyak tiga ratus rupiah”.

Pasal 181 KUHP

“Barangsiapa mengubur, menyembunyikan kematian atau kelahirannya, diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan atau denda paling banyak tiga ratus rupiah”.

Berdasarkan adanya ketentuan hukum pidana sebagaimana dalam dalam pasal 179 KUHP – Pasal 181 KUHP diatas, maka melalui fakta rencana Pemkab Jayapura berencana untuk memindahkan makam Bapak Ondofolo Dortheys Hiyo Eluay akan menjerat Pemkab Jayapura sebagai pelaku tindak pidana pada pasal 179 KUHP – Pasal 181 KUHP.

Melalui fakta adanya ketentuan hukum pidana yang melarangnya apabila dilihat dari fakta Bapak Ondofolo Dortheys Hiyo Eluay semasa hidupnya hingga dibunuh dan dikuburkan menjabat sebagai seorang Ondofolo Besar, maka secara jelas-jelas statusnya sebagai Pemimpin Pemerintahan Adat yang diakui dalam masyarakat Adat Buyaka Sentani, sehingga secara hukum eksistensinya dilindungi secara konstitusional sebagaimana dalam ketentuan “Negara mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat serta hak¬hak tradisionalnya sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia, yang diatur dalam undang-undang” sebagaimana diatur pada Pasal 18b ayat (2) UUD 1945.

Baca Juga:  Sekretaris Umum PIF Disambut di Sekretariat Demi Kepentingan Masyarakat Pasifik

Selain itu, berkaitan dengan perlindungan eksistensi adat juga menjadi salah satu Hak Asasi Manusia yang diatur dalam ketentuan “Dalam rangka penegakan hak asasi manusia, perbedaan dan kebutuhan dalam masyarakat hukum adat harus diperhatikan dan dilindungi oleh hukum, masyarakat, dan Pemerintah. Identitas budaya masyarakat hukum adat, termasuk hak atas tanah ulayat dilindungi, selaras dengan perkembangan zaman” sebagaimana diatur pada Pasal 6 ayat (1) dan ayat (2) Undang-undang nomor 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia.

Berkaitan dengan eksistensi hak masyarakat adat di Papua secara tegas pemerintah diwajibkan untuk melaksanakan ketentuan “Pemerintah Provinsi Papua wajib mengakui, menghormati, melindungi, memberdayakan dan mengembangkan hak-hak masyarakat adat dengan berpedoman pada ketentuan peraturan hukum yang berlaku” sebagaimana diatur pada Pasal 43 ayat (1) Undang-undang nomor 2 tahun 2021 tentang Perubahan Undang-undang nomor 21 tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Bagi Provinsi Papua.

Dengan demikian, secara jelas menunjukkan bahwa rencana Pemkab Jayapura untuk memindahkan makam Bapak Dortheys Hiyo Eluay sebagai Tokoh Ondofolo Besar Masyarakat Adat Buyaka Sentani yang merupakan simbol eksistensi pemerintahan adat Buyaka akan melanggar semua ketentuan perlindungan hak masyarakat adat sebagaimana diatur pada Pasal 18b ayat (2) UUD 1945 junto Pasal 6 ayat (1) dan ayat (2) Undang-undang nomor 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia junto Pasal 43 ayat (1) Undang-undang nomor 2 tahun 2021 tentang Perubahan Undang-undang nomor 21 tahun 2001.

Bahwa Penjabat Bupati Jayapura selaku badan dan/atau pejabat pemerintahan yang menyelenggarakan fungsi pemerintahan dalam lingkup lembaga eksekutif pada tingkat kabupaten dalam melakukan tindakan administrasi pemerintahan diwajibkan untuk mematuhi ketentuan “Penyelenggaraan Administrasi Pemerintahan berdasarkan: a. asas legalitas; b. asas perlindungan terhadap hak asasi manusia; dan c. AUPB” sebagaimana diatur pada Pasal 5 Undang-undang nomor 30 tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan.

Berkaitan dengan “asas perlindungan terhadap hak asasi manusia” adalah bahwa penyelenggaraan administrasi pemerintahan, badan dan/atau pejabat pemerintahan tidak boleh melanggar hak-hak dasar warga masyarakat sebagaimana dijamin dalam UUD Negara Republik Indonesia tahun 1945 sebagaimana dalam penjelasan Pasal 5 huruf b Undang-undang nomor 30 tahun 2014. Dengan demikian, berdasarkan fakta Bapak Dortheys Hiyo Eluay yang merupakan Tokoh Ondoafi Besar Masyarakat Adat Buyaka Sentani yang eksistensinya dijamin pada Pasal 18b ayat (2) UUD 1945, maka rencana Penjabat Bupati Jayapura bertentang dengan ketentuan “Penyelenggaraan Administrasi Pemerintahan berdasarkan asas perlindungan terhadap hak asasi manusia” sebagaimana diatur pada Pasal 5 huruf b Undang-undang nomor 30 tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan.

Baca Juga:  LBH Papua Soroti Penangkapan Pelajar dan Interogasi Guru Akibat Mencoret Pakaian Seragam Bermotif BK

Dengan melihat adanya KUHP mengatur tentang larangan merusak kuburan atau makam, menggali kuburan atau makam dan menyembunyikan mayat sebagaimana diatur dalam pasal 179 KUHP – Pasal 181 KUHP yang melindungi makam siapapun orang termasuk Bapak Dortheys Hiyo Eluay sebagai Tokoh Ondoafi Besar Masyarakat Adat Buyaka Sentani dan adanya akan melanggar semua ketentuan perlindungan hak masyarakat adat sebagaimana diatur pada Pasal 18b ayat (2) UUD 1945 junto Pasal 6 ayat (1) dan ayat (2) Undang-undang nomor 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia junto Pasal 43 ayat (1) Undang-undang nomor 2 tahun 2021 tentang Perubahan Undang-undang nomor 21 tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Bagi Provinsi Papua yang melindungi Almarhum Bapak Dortheys Hiyo Eluay sebagai Tokoh Ondofolo Besar Masyarakat Adat Buyaka Sentani yang merupakan simbol eksistensi Pemerintahan Adat Buyaka, maka rencana memindahkan makam Bapak Ondofolo Dortheys Hiyo Eluay menunjukan Pemkab Jayapura tidak patuh pada ketentuan diatas, sehingga secara terang-terangan melanggar “Asas-asas Umum Pemerintahan yang Baik (AUPB) khususnya asas kepastian hukum yang artinya asas dalam negara hukum yang mengutamakan landasan ketentuan peraturan perundang-undangan, kepatutan, keajegan, dan keadilan dalam setiap kebijakan penyelenggaraan pemerintahan” sebagaimana diatur pada Pasal 10 ayat (1) huruf a Undang-undang nomor 30 tahun 2014.

Berdasarkan uraian diatas dapat diisimpulkan bahwa Pemkab Jayapura berencana untuk memindahkan makam Bapak Ondofolo Dortheys Hiyo Eluay merupakan tindakan yang bertentangan dengan perintah ketentuan “Penyelenggaraan Administrasi Pemerintahan berdasarkan: a. asas legalitas; b. asas perlindungan terhadap hak asasi manusia; dan c. AUPB” sebagaimana diatur pada Pasal 5 Undang-undang nomor 30 tahun 2014, sebab terindikasi adanya pelanggaran asas perlindungan terhadap hak asasi manusia dan asas-asas umum pemerintahan yang baik (AUPB) khususnya asas kepastian hukum. Dengan demikian, sesuai dengan ketentuan Pasal 8 ayat (2) UU nomor 30 tahun 2014, maka dapat disimpulkan bahwa rencana Pemkab Jayapura tersebut merupakan  tindakan menyalahgunakan kewenangan yang jelas dilarang sesuai ketentuan “Pejabat Administrasi Pemerintahan dilarang menyalahgunakan Kewenangan dalam menetapkan dan/atau melakukan Keputusan dan/atau Tindakan” sebagaimana diatur pada pasal 8 ayat (3) UU nomor 30 tahun 2014.

Baca Juga:  FLNKS Menegaskan Kepada Presiden Macron Tentang Tekad Mereka Untuk Merdeka Dari Prancis

Tindakan memindahkan makam Bapak Ondofolo Dortheys Hiyo Eluay adalah tindakan penyalahgunaan kewenangan dan jelas-jelas akan berdampak pada terjadinya dugaan tindak pidana serta pelanggaran hak masyarakat adat serta HAM yang melindungi status Ondofolo sebagai simbol pemerintahan adat masyarakat adat Buyaka Sentani, maka Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Papua menggunakan kewenangan yang diberikan sesuai ketentuan “Setiap orang, kelompok, organisasi politik, organisasi masyarakat, lembaga swadaya masyarakat, atau lembaga kemasyarakatan lainnya, berhak berpartisipasi dalam perlindungan, penegakan, dan pemajuan hak asasi manusia” sebagaimana diatur pada Pasal 100 UU nomor 39 tahun 1999 tentang HAM menegaskan:

1. Penjabat Bupati Jayapura dan jajarannya dilarang melakukan tindakan penyalahgunaan kewenangan dalam bentuk dugaan tindak pidana pembongkaran makam dan pelanggaran asas perlindungan terhadap HAM serta asas-asas umum pemerintahan yang baik (AUPB) dalam rencana pemindahan makam Bapak Ondofolo Dortheys Hiyo Eluay;

2. Kapolda Papua segera batasi rencana dugaan tindak pidana merusak kuburan atau makam, menggali kuburan atau makam dan menyembunyikan mayat sebagaimana diatur dalam Pasal 179 KUHP – Pasal 181 KUHP dalam rencana pemindahan makam Bapak Ondofolo Dortheys Hiyo Eluay yang digagas oleh Penjabat Bupati Jayapura;

3. Ketua Komnas HAM Republik Indonesia segera batasi pelanggaran hak masyarakat adat serta HAM yang melindungi makam Bapak Ondofolo Dortheys Hiyo Eluay sebagai simbol pemerintahan adat masyarakat adat Buyaka Sentani sesuai Pasal 18b ayat (2) UUD 1945 junto Pasal 6 ayat (1) dan ayat (2) UU nomor 39 tahun 1999 junto Pasal 43 ayat (1) UU nomor 2 tahun 2021;

4. Ketua Ombudsman Republik Indonesia Perwakilan Papua segera batasi dugaan Mal Administrasi dalam kasus rencana pemindahan makam Bapak Ondofolo Dortheys Hiyo Eluay yang dilakukan oleh Penjabat Bupati Jayapura;

5. Penjabat Bupati Jayapura dalam melaksanakan tugas dan wewenang dilarang membuat kebijakan yang bertentangan dengan kebijakan penyelenggaraan pemerintahan dan program pembangunan pejabat sebelumnya, sebagaimana diatur pada Pasal 15 ayat (2) huruf d Peraturan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia nomor 4 tahun 2023.

Demikian siaran pers ini dibuat, semoga dapat dipergunakan sebagaimana mestinya. Atas perhatiannya disampaikan terima kasih.

Jayapura, 10 Mei 2024

Lembaga Bantuan Hukum Papua

Emanuel Gobay, SH, MH

Artikel sebelumnyaLBH Papua Soroti Penangkapan Pelajar dan Interogasi Guru Akibat Mencoret Pakaian Seragam Bermotif BK
Artikel berikutnyaDiduga Dana Desa Digunakan Lobi Investasi Migas, Lembaga Adat Moi Dinilai Masuk Angin