SORONG, SUARAPAPUA.com — Solidaritas mahasiswa, pelajar dan pemuda asal distrik Buk di kabupaten Sorong, provinsi Papua Barat Daya, menyatakan menolak dengan tegas kehadiran investasi minyak dan gas (migas) di wilayah adat Moi sub suku Moi Klabra.
Sikap tegas itu dikemukakan solidaritas mahasiswa, pelajar dan pemuda asal distrik Buk saat jumpa pers di Sorong, Jumat (10/5/2024) malam. Mereka menyatakan menolak rencana tim lobi migas tanah Klabra yang sedang berupaya mendatangkan perusahaan minyak dan gas untuk beroperasi di wilayah adat sub suku Moi Klabra.
Herman Yable, salah satu mahasiswa asal distrik Buk, mengatakan, beranjak dari pertemuan yg dilakukan oleh dewan adat sub suku Moi Klabra dan Ikatan Kesejahteraan Keluarga Besar (IKKEB) tanah Klabar, pada 5 Maret 2024, kemudian secara sepihak kedua lembaga tersebut membentuk tim lobi investasi migas.
“Dalam pertemuan pada 5 Maret di kampung Mlat distrik Klabot, dewan adat Moi Klabra dan IKKEB meminta bantuan dana kepada 68 kepala kampung di delapan distrik yang tersebar di tanah Klabra sebesar Rp5.000.000 per kampung dan tidak menjelaskan maksud dan tujuan permintaan dana tersebut,” kata Herman.
Yable menduga dana desa tersebut akan digunakan untuk melobi dan mendatangkan perusahaan.
“Tim lobi investasi migas dibentuk secara sepihak dalam pertemuan itu dan tidak melibatkan seluruh elemen masyarakat adat di wilayah adat Klabra. Dan permintaan bantuan dana tidak berdasarkan kesepakatan masyarakat dalam musyawarah bersama di setiap kampung. Maka, patut diduga bahwa dana tersebut digunakan untuk melobi ke pihak perusahaan,” tuturnya.
Ditegaskan, mahasiswa, pelajar dan pemuda distrik Buk tidak menerima tim lobi migas yang dibentuk dewan adat Moi Klabra dan IKKEB tanah Klabra.
“Segera bubarkan tim lobi migas tanah Klabra. Kami tidak setuju adanya perusahaan minyak dan gas yang masuk di wilayah adat kami,” ujar Herman Yable.
Senada dengan itu, Ronald Yable, pemuda asal Klabra menegaskan, selama ini suku Moi sedang berjuang untuk mempertahankan wilayah adat mereka dari ancaman investasi.
“Kami tetap menolak investasi yang mengancam keberadaan kami orang Moi,” katanya.
Ronald berujar sejak sumbernya daya alam (SDA) di tanah Moi dieksplorasi sejak tahun 1935 hingga saat ini orang Moi masih jauh dari kata sejahtera.
“Kami menolak investasi migas di wilayah adat Klabra karena sudah banyak bukti investasi yang masuk di tanah Moi baik itu minyak, gas, kelapa sawit, dan pertambangan, semuanya tidak mensejahterakan orang Moi di segala bidang terutama pemilik hak ulayat,” ujar Ronald.
Benahi Struktur Lembaga Adat Moi
Ketimbang urus hal itu, mahasiswa, pelajar dan pemuda distrik Buk mendesak Lembaga Masyarakat Adat (LMA) Malamoi, LMA kabupaten Sorong dan dewan adat suku Moi sebaiknya benahi struktur kelembagaan adat Moi karena dinilai telah mencederai marwah lembaga adat.
Menurut Ronald Yable, masyarakat adat Moi akan terus melakukan perlawanan untuk mempertahankan wilayah adat dari ancaman kelapa sawit, illegal logging, pertambangan dan lainnya.
Kata Yable, bukan hanya di Klabra saja, tetapi seluruh orang Moi di Sigin, Segun, Salkma, dan lainnya juga sedang melakukan perlawanan hal sama saat ini.
“Dewan adat itu fungsinya jaga wilayah adat bukan datangkan perusahaan untuk menghancurkan masyarakat adat dari atas wilayah adatnya. Dewan adat jangan masuk angin,” ujarnya.
Ronald mengaku sangat kecewa dengan sikap dewan adat sub suku Moi Klabra yang mendukung hadirnya investasi migas. Oleh sebab itu, ditegaskan kepada LMA Malamoi, LMA kabupaten Sorong dan dewan adat suku Moi untuk membenahi struktur kelembagaan adat.
“Segera benahi struktur kelembagaan adat Moi dari atas hingga tingkat distrik. Oknum tokoh adat yang tidak konsisten untuk menjaga wilayah adat dan mendukung investasi harus segera diganti,” tandasnya.
Sebagai informasi, di wilayah adat Moi Klabra terdapat sekitar 6 sumur minyak aktif dan sedang diperjuangkan oleh tim lobi migas tanah Klabra untuk mendatangkan investor guna melakukan eksplorasi di sana. []