Tindakan represif yang dilakukan oleh aparat kepolisian terhadap massa aksi damai dari Ikatan Mahasiswa Masyarakat Pelajar Papua (IMMAPA) Bali dan Aliansi Mahasiswa Papua (AMP) Komite Kota Bali, Senin (10/6/2024) lalu. (Ist)
adv
loading...

JAYAPURA, SUARAPAPUA.com — Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) Papua mengecam tindakan represif yang dilakukan aparat kepolisian terhadap massa aksi damai dari Ikatan Mahasiswa Masyarakat Pelajar Papua (IMMAPA) Bali dan Aliansi Mahasiswa Papua (AMP) Komite Kota Bali, Senin (10/6/2024).

Hal tersebut dikemukakan Maikel Primus Peuki, direktur eksekutif WALHI Papua, melalui siaran pers kepada suarapapua.com, Kamis (13/6/2024).

Maikel menjelaskan, aksi damai tersebut bertujuan untuk mendukung perjuangan masyarakat adat suku Awyu dan suku Moi dalam mempertahankan tanah dan hutan adat mereka dari ancaman perusahaan perkebunan dan pertambangan.

Kronologi Kejadian

Pada pukul 09.30 WITA, sekitar 200 orang mahasiswa Papua berkumpul di parkiran timur lapangan Renon, Denpasar. Mereka berbaris rapi sambil membentangkan spanduk dan poster-poster kampanye “Selamatkan Hutan Papua”.

ads

Sebelum mencapai titik aksi di bundaran Renon, tepat di depan Konsulat Jenderal Amerika Serikat, polisi sudah bersiaga dengan memarkir dua mobil Dalmas dan satu mobil komando untuk mengadang massa aksi.

Baca Juga:  Penangkapan AN di Enarotali Diklarifikasi, TPNPB: Dia Warga Sipil!

Aparat kepolisian, berjumlah sekitar 200 personel, mengadang massa dengan alasan sedang ada aksi dari ormas PGN di depan Konsulat Jenderal AS. Selama empat jam, mahasiswa Papua bertahan di tempat sambil menyanyi, berorasi, baca puisi, dan menyampaikan pesan-pesan damai.

Ketika massa mencoba mendobrak barikade untuk menuju ke titik aksi, polisi merespons dengan melepaskan tembakan gas air mata, mendorong, menendang, dan memukul beberapa mahasiswa.

Dalam insiden itu, beberapa mahasiswa mengalami luka-luka. Lima orang, empat mahasiswa Papua dan seorang advokat Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Bali, ditangkap dan dibawa ke Polsek Renon.

Setelah sekitar empat puluh menit, massa aksi mendatangi Polsek Renon untuk menuntut rekan-rekan mereka dibebaskan. Polisi akhirnya membebaskan lima orang tersebut.

Perjuangan Panjang

Suku Awyu di kabupaten Boven Digoel, Papua Selatan, dan suku Moi di kabupaten Sorong, Papua Barat Daya, tengah berjuang melawan investor yang merambah hutan adat mereka. Mereka terlibat dalam gugatan hukum melawan pemerintah dan perusahaan sawit untuk mempertahankan hutan adat yang menjadi sumber kehidupan mereka.

Baca Juga:  Jelang Groundbreaking, PT Sino Rapat Finalisasi Bersama PT MOW dan Pemkab Sorong

Hendrikus Woro, mewakili suku Awyu, menggugat pemerintah provinsi Papua karena mengeluarkan izin lingkungan untuk PT Indo Asiana Lestari (IAL), yang memiliki izin seluas 36.094 hektare. Meski gugatan Hendrikus kandas di pengadilan tingkat pertama dan kedua, mereka berharap Mahkamah Agung (MA) akan mengabulkan kasasi mereka.

Selain PT IAL, masyarakat adat Awyu juga menghadapi gugatan dari PT Kartika Cipta Pratama dan PT Megakarya Jaya Raya, dua perusahaan sawit yang berekspansi di Boven Digoel. Sedangkan suku Moi melawan PT Sorong Agro Sawitindo (SAS) yang akan membabat 18.160 hektare hutan adat untuk perkebunan sawit.

Dikecam

Maikel menyatakan, tindakan represif aparat kepolisian terhadap aksi damai mahasiswa Papua adalah pelanggaran terhadap hak demokratis untuk berekspresi dan berkumpul secara damai. Mahasiswa Papua yang memperjuangkan hak hidup dan tanah adat mereka seharusnya mendapat perlindungan, bukan kekerasan.

“WALHI Papua mengecam keras tindakan brutal ini dan meminta pertanggungjawaban dari pihak kepolisian atas perlakuan terhadap para demonstran. Kami juga menyerukan kepada masyarakat luas untuk mendukung perjuangan masyarakat adat suku Awyu dan suku Moi dalam mempertahankan hutan adat mereka dari eksploitasi investor,” ujarnya.

Baca Juga:  Poksus DPR Papua Mendukung Upaya MRP Soal Rekrutmen Politik

Seruan untuk Aksi Global

WALHI Papua mengajak seluruh elemen masyarakat, baik di dalam negeri maupun komunitas internasional, untuk turut serta dalam kampanye “Selamatkan Hutan Papua”.

“Penting bagi kita semua untuk memperjuangkan kelestarian hutan Papua, yang bukan hanya merupakan rumah bagi spesies langka dan masyarakat adat, tetapi juga aset ekologis yang vital bagi keseimbangan lingkungan global,” kata Maikel.

Kemudian, WALHI Papua juga menegaskan, perjuangan untuk melindungi hutan Papua adalah perjuangan untuk kehidupan dan keberlanjutan.

“Dukungan dan solidaritas dari berbagai pihak sangat diperlukan untuk memastikan bahwa hak-hak masyarakat adat diakui dan dilindungi, serta hutan Papua tetap lestari untuk generasi mendatang,” ujar Peuki. []

Artikel sebelumnyaTujuh Tuntutan IPMAMI Terhadap Pembatasan Kuota Peserta Beasiswa YPMAK
Artikel berikutnyaBanyak Hal MRP Sampaikan ke Presiden Jokowi, Apa Saja?