ArsipSKP-HAM Papua Minta Pelapor Khusus PBB Selidiki Kematian Marthinus Yohame

SKP-HAM Papua Minta Pelapor Khusus PBB Selidiki Kematian Marthinus Yohame

Selasa 2014-09-16 17:44:45

PAPUAN, Jayapura — Pelapor khusus Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) bidang anti penyiksaan dan pembunuhan kilat diminta berkunjung ke Indonesia, Papua, untuk melakukan investigasi menyeluruh terkait kematian Ketua Komite Nasional Papua Barat (KNPB) Sorong Raya, pada 20 Agustus 2014 lalu.

Hal ini ditegaskan Koordinator SKP-HAM Papua, Peneas Lokbere, didampingi Wakil Ketua I KNPB Agus Kosay, saat memberikan keterangan pers di Kantor KontraS Papua, Padang Bulan, Jayapura, Papua, Selasa (16/9/2014), siang tadi.

 

Menurut Peneas, sejak tahun 1969 hingga saat ini terjadi banyak peristiwa penculikan, penyiksaan, dan pembunuhan terhadap warga sipil, dan aktivis HAM Papua, namun tidak pernah mendapat perhatian yang serius dari komunitas internasional.

 

“Kami mendesak Pelapor Khusus PBB bidang anti penyiksaan dan penghilangan paksa, Mr. Juan Ernesto Mendez untuk datang ke Papua melakukan penyelidikan atas peristiwa penculikan, penyiksaan, dan pembunuhan kilat terhadap Marthinus Yohame,” katanya.

 

Lanjut Peneas, beberapa kasus penembakan yang terjadi di depan mata rakyat Papua, dan telah jelas-jelas diketahui pelakunya adalah aparat keamanan Indonesia, namun tidak pernah ada proses hukum lebih lanjut.

 

“Kami pesimisi pemerintah Indonesia melalui Kepolisian dapat mengusut tuntas kasus ini, karena itu PBB perlu memberikan perhatian yang serius terhadap kasus ini,” tegasnya.

 

Wakil Ketua I KNPB, Agus Kossay menambahkan, kasus penculikan, penyiksaan, dan pembunuhan terhadap Marthinus Yohame merupakan salah satu dari sekian banyak kasus yang menimpa anggota KNPB, dan secara umum terhadap aktivis HAM lainnya di tanah Papua.

 

Dijelaskan Kossay beberapa kasus yang ia maksud, seperti pembunuhan kilat terhadap Wakil Ketua I KNPB, Musa Mako Tabuni (31), pada 14 Juni 2012, di Perumnas III, Abepura, Papua.

 

Kasus penembakan terhadap Hubert Mabel (32), anggota KNPB pada 16 Desember 2012, di Wamena, Papua, oleh aparat Kepolisian Resort Wamena.

 

Kemudian, kasus pembunuhan kilat terhadap Terijoli Weya (23), mahasiswa Sekolah Tinggi Ekonomi (STIE) Port Numbay, pada 1 Mei 2012, pukul 18.00 WP, di depan Kantor Koramil 1701 Perwakilan Jayawijaya, Abepura, Papua.

 

“Berikutnya terkait penembakan dan pembunuhan kilat terhadap Yesa Mirin (21), mahasiswa Universitas Cenderawasih, pada 04 Juni 2012, pukul 13.30 WP, di Kampung Harapan, Sentani, Kabupaten Jayapura, Papua.”

 

“Keempat kasus diatas, dan banyak kasus lainnya tidak pernah dilakukan penyelidikan oleh pemerintah Indonesia. Terjadi impunitas, karena itu kami sudah tidak percaya dengan pemerintah Indonesia dan hukum Indonesia,” katanya.

 

Kossay bersama SKP-HAM Papua juga mendesak, pemerintah Indonesia, melalui aparat kepolisian untuk menegakan hukum, dan secara terbuka mengusut peristiwa penculikan, penyiksaan, dan pembunuhan kilat terhadap Marthinus Yohame.

 

“Kami juga meminta lembaga-lembaga HAM internasional, nasional, dan lokal untuk mendesak pemerintah Indonesia agar mengijinkan pelapor khusus PBB, peneliti, dan wartawan internasional untuk masuk ke tanah Papua,” tegasnya.

 

Sekedar diketahui, SKP-HAM Papua terdiri dari belasan organisasi masyarakat sipil di Jayapura, Papua, seperti Bersatu Untuk Kebenaran (BUK Papua), Garda Papua, SKPKC Fransiskan Papua, Elsham Papua, KontraS Papua, Aliansi Demokrasi Untuk Papua (ALDP), Foker LSM Papua, SKPKC Sinode GKI, SKPKC Kingmi Papua, AMPTPI, KNPB, Suara Papua, Tabloid Jubi, Pemuda dan Mahasiswa Papua.

 

OKTOVIANUS POGAU

Terkini

Populer Minggu Ini:

Bawaslu Lanny Jaya Minta KPU Perhatikan 30% Perempuan Dalam Perekrutan PPD

0
"Bawaslu sudah sarankan agar ukur kinerja sebagai bentuk bahan evaluasi, apakah PPD telah melakukan tugas sesuai aturan yaitu netral, jujur, adil dan profesional atau tidak. Jika PPD terlibat melakukan hal-hal di luar aturan itu harus menjadi pertimbangan, catatan penting. Bawaslu minta mempertimbangkan dan memutuskan karena banyak yang melakukan pelanggaran, tidak netral, pemicu masalah itu harus menjadi catatan penting bagi KPU untuk evaluasi total. Yang ada noda tidak perlu diakomodir lagi," tutur Dujan Kogoya.

Fortnightly updates in English about Papua and West Papua from the editors and friends of the banned 'Suara Papua' newspaper.