BeritaLebarkan Sayap Literasi, GPM Buka Empat Kelompok Belajar di Wilayah Meepago

Lebarkan Sayap Literasi, GPM Buka Empat Kelompok Belajar di Wilayah Meepago

PANIAI, SUARAPAPUA.com— Guna melebarkan sayap gerakan literasi di wilayah Meepago, Gerakan Papua Mengajar (GPM) dalam dua tahun terakhir telah membuka empat kelompok belajar, yakni di kebupaten Deiyai dan di Paniai.

Tiga di Deiyai dibuka di Tenedagi (kelompok belajar Kebada), Wagete (kelompok belajar Komugai) dan di Diyai (kelompok belajar Diyai). Sedangkan satu yang di Paniai, di kampung Tuguwai (kelompok belajar Ayago).

“Tiga yang di Deiyai semua kami buka dalam tahun ini (2020). Kalau di Paniai sudah dari 2019 lalu,” ujar Agus Kadepa, pendiri sekaligus Ketua GPM kepada suarapapua.com di Enarotali, Kamis (8/10/2020).

Dikatakan, tujuan pembukaan kelompok belajar ini sesuai visi-misi GPM, yaitu untuk mencerdaskan serta mencetak sumber daya manusia yang handal secara otak atau IQ agar anak didik yang dibina tidak ketinggalan dan dapat bersaing, khususnya dalam dunia pendidikan.

Baca Juga:  Suku Abun Gelar RDP Siap Bertarung Dalam Pilkada 2024

Selain itu itu, untuk memberantas buta huruf mengingat Papua merupakan daerah dengan angka buta huruf tertinggi pertama di Indonesia saat ini.

“Karenanya itu mendorong kami untuk harus buka kelompok belajar sebanyak mungkin juga di daerah lain. Sebab sejak GPM berdiri tahun 2013 sampai terakhir 2018, kami bergerak hanya di Jayapura. Sekarang Paniai dan Deiyai sudah, nanti daerah lain menyusul,” terangnya.

Baca Juga:  Media Sangat Penting, Beginilah Tembakan Pertama Asosiasi Wartawan Papua

Katanya, pembukaan keempat kelompok belajar tersebut bersifat umum dan terbagi atas dua kelompok. Kelompok anak (usia setingkat PAUD, TK dan SD) dan orang dewasa.

“Orang dewasa ini bagi yang belum sama sekali mengenal huruf dan angka. Tujuannya supaya para orang tua ini setelah tahu bisa ajar anak-anak mereka di rumah.”

Untuk tenaga pengajar kata Kadep, ada sebanyak 12 orang. Delapan di Deiyai dan empat tenaga di Paniai dan mereka mengajar tanpa honor atau sukarela.

“Kekurangan banyak, tapi kekurangan mendesak sekarang adalah buku bacaan. Kami butuh sekali bantuan. Untuk itu bila ada pihak yang mau bantu kami buku bacaan bisa hubungi saya. Kepada kedua pemimpin daerah (Deiyai dan Paniai) juga kami harap bantuannya,” harapnya.

Baca Juga:  Pemerintah dan Komnas HAM Turut Melanggar Hak 8.300 Buruh Moker PTFT

Simion Douw, salah satu dari delapan relawan pengajar di Deiyai, mengaku benar bahwa kendala yang dialami pihaknya adalah soal kurangnya buku bacaan.

“Benar, kami kurang buku bacaan. Karena kurang kami biasa baku gantian buku waktu mengajar,” ungkapnya.

Meski begitu dan tanpa dihonor, katanya, tidak menyurutkan semangatnya untuk tidak mengajar. “Saya mengajar, saya belajar. Ini moto kami. Moto ini bikin kami semangat, sehingga meskipun kondisi kami demikian, semangat untuk mengajar tetap ada,” pungkasnya.

 

Pewarta: Stevanus Yogi

Terkini

Populer Minggu Ini:

Kapolres Sorong Kota Didesak Proses Hukum Pelaku Pengeroyokan Casis Polri

0
"Akibat tindakan main hakim sendiri, saudara Zet Asikasau menderita sakit pada muka bagian depan (rahang) sebelah kiri, kepala bagian depan sebelah kiri, dan terdapat luka di bagian dada sebelah kiri, baju miliknya juga robek akibat peristiwa tersebut," jelas Ambrosius Klagilit.

Fortnightly updates in English about Papua and West Papua from the editors and friends of the banned 'Suara Papua' newspaper.