ArsipDPRD Jayawijaya Minta Kasus Kekerasan Terhadap Anak Diperhatikan

DPRD Jayawijaya Minta Kasus Kekerasan Terhadap Anak Diperhatikan

Rabu 2015-10-28 09:09:31

WAMENA, SUARAPAPUA.com — Yayasan Humi Inyane atau Suara Perempuan yang berbasis di Wamena menemukan kasus kekerasan fisik terhadap anak di sekolah sering kali terjadi, baik itu dari orang dewasa maupun sesama anak, namun selama ini jarang terungkap.

Salah satunya menimpa murid SD kelas IV C di salah satu sekolah di Kabupaten Jayawijaya, yang berinisial A, namun kasus itu dinilai diabaikan. Akibatnya, orang tua korban melaporkan ke Yayasan Humi Inyane.

 

Paskalina Dabi, Bidang Pendidikan Yayasan Humi Inyane dalam keterangannya, mengatakan, sesungguhnya kasus tersebut bisa diselesaikan, tetapi ia menilai ada arogansi dari oknum guru, sehingga kasusnya tak perna diselesaikan.

 

“Ada arogansi, sehingga kasus ini tidak pernah diangkat. Kasus kekerasan pada anak tidak boleh ada pemilahan antara anak pendatang dan anak pribumi, karena semua anak dilindungi oleh UU Perlindungan Anak,” kata Dabi, dalam keteranganya di Rumah Bina, Wamena, Selasa kemarin.

 

Sementara itu, orang tua korban yang namanya tidak disebutkan mengakui, anaknya mengalami kekerasan sebanyak tiga kali, dan yang terakhir anak berinisial A tersebut masuk Unit Gawat Darurat (UGD) akibat kekerasan fisik yang dialaminya.

 

Untuk mengetahui secara pasti kondisi anaknya, orang tua sempat membawa anak tersebut ke Jayapura untuk dilakukan pemeriksaan lebih lanjut.

 

“Anak saya sudah mengalami kekerasan, tetapi harus dipindahkan ke sekolah lain. Sedangkan pelaku tidak mendapat tindakan apapun dari pihak sekolah. Saya menyesalkan karena guru membiarkan kasus ini.”

 

“Tetapi okelah. Kedepan saya harap kasus anak saya merupakan yang terakhir dan tidak menimpa anak-anak lainnya di SD itu dengan kasus yang sama, karena pengakuan orang dekat saya di SD itu sudah terjadi enam kasus yang sama,” ujarnya.

 

Lebih jauh ia menjelaskan, meskipun mediasi dengan melibatkan pihak kepolisian dan dinas terkait telah dilakukan, namun terkesan para guru membela diri tanpa perhitungkan anaknya yang korban hingga harus dipindahkan.

 

Ia juga mengakui, kasus tersebut sudah dilaporkan ke Komisi Perlindangan Anak Indonesia (KPAI) dan beberapa LSM, termasuk Pemerintah Pusat melalui kementerian terkait.

 

Atas kasus tersebut, Ketua Komisi C Bidang Kesejahteraan, Pendidikan dan Kesehatan DPRD Jayawijaya, Welmina Logo mengatakan, kasus yang menimpa anak di bawah umur dalam lingkungan sekolah musti diperhatikan secara serius oleh Dinas Pendidikan dan Pengajaran.

 

“Jika sekolah tidak selesaikan persoalan tersebut, maka harus bawa ke Dinas Pendidikan, jika tidak mampu barulah bawa ke Polisi. Jangan langsung bawa ke Polisi. Jika kasus itu berulang kali terjadi, pihak Dinas harus beri sangsi kepada sekolah tersebut,” ujar Logo kepada suarapapua.com.

 

Welmina juga berharap, pemerintah daerah melalui Badan Pemberdayaan Perempuan Jayawijaya harus melihat persoalan tersebut secara jeli.

 

“Jangan membiarkan kasus tersebut berlarut-larut tanpa penyelesaian yang jelas, harus dituntaskan penyelesaiannya,” tegas Logo.

 

Sementara kepada pihak kepolisian, lanjut Logo, jika ada laporan kasus kekerasan untuk segera ditindaklanjuti sesuai proses hukum yang ada, karena negara ini adalah negara hukum.

 

“Jangan karena istrinya mengajar di sekolah tersebut, lalu bela istrinya, itu tidak boleh. Harus tegakan hukum yang berlaku,” ujarnya.

 

Dia minta, Yayasan Humi Inyane atau LSM yang menangani kasus kekerasan fisik maupun sejenisnya untuk segera melaporkannya ke DPRD Jayawijaya, sebab banyak kasus serupa terjadi, tetapi selama ini pihaknya belum mengetahuinya supaya bisa ditindaklanjuti bersama.

 

Editor: Oktovianus Pogau

 

ELISA SEKENYAP

Terkini

Populer Minggu Ini:

KPK Menang Kasasi MA, Bupati Mimika Divonis 2 Tahun Penjara

0
“Amar Putusan: Kabul. Terbukti Pasal 3 jo Pasal 18 UU PTPK jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP Jo Pasal 64 ayat (1) ke-1 KUHP. Pidana penjara 2 tahun dan denda Rp200 juta subsidair 2 tahun kurungan,” begitu ditulis di laman resmi Mahkamah Agung.

Fortnightly updates in English about Papua and West Papua from the editors and friends of the banned 'Suara Papua' newspaper.