Perda Pengakuan dan Perlindungan MHA di PBD Belum Diterapkan

0
114
Feki Wilson Mobalen, ketua BPH AMAN Sorong Raya saat menyampaikan sambutan. (Reiner Brabar - Suara Papua)
adv
loading...

SORONG, SUARAPAPUA.com — Peraturan daerah (perda) terkait perlindungan dan pengakuan masyarakat hukum adat (PPMHA) di kabupaten Tambrauw, Sorong, dan Sorong Selatan, provinsi Papua Barat Daya perlu direvisi, dikawal dan dijaga semua pihak.

Perda PPMHA telah dibuat, namun belum mampu melindungi hak-hak masyarakat adat. Akibatnya, manfaat Perda tak banyak dirasakan warga, termasuk masyarakat adat.

Hal itu terungkap dalam grup diskusi publik yang diadakan di Derefan Hotel, kota Sorong, Papua Barat Daya, Selasa (23/4 2024), dengan tema “Implementasi Perda Masyarakat Adat di Kabupaten Sorong, Tambrauw dan Sorong Selatan, provinsi Papua Barat Daya” yang diinisiasi pengurus daerah (PD) Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) Sorong Raya.

Feki Wilson Mobalen, ketua BPH AMAN Sorong Raya, mengatakan, diskusi publik yang digagasnya menghadirkan sejumlah narasumber termasuk anggota MRPBD. Pasalnya, perjuangan Perda masyarakat adat cukup sulit, namun setelah itu hanya jadi dokumen penghias lemari kantor.

Baca Juga:  Ribuan Data Pencaker Diserahkan, Pemprov PBD Pastikan Kuota OAP 80 Persen

“Kami membuat diskusi terkait implementasi Perda masyarakat adat pada tiga daerah Papua Barat Daya. Lewat diskusi ini kami ingin mencari akar masalah penyebab Perda masyarakat adat tidak terimplementasi baik,” jelasnya.

ads

Wilson juga mengkritisi terkait Perda tentang Pengakuan dan Perlindungan Masyarakat Hukum Adat nomor 10 tahun 2017 di kabupaten Sorong, Perda nomor 6 tahun 2018 di kabupaten Tambrauw, Perda nomor 3 tahun 2022 dan Pergub Papua Barat nomor 9 tahun 2019.

Menurutnya, pasca Perda maupun Pergub diterbit hingga kini semakin banyak investor yang terus masuk hingga mengancam eksistensi masyarakat adat.

Baca Juga:  Seruan dan Himbauan ULMWP, Markus Haluk: Tidak Benar!

“Kami ingin dengan adanya Perda ini bisa menjadi benteng masyarakat adat, bukan hanya jadi penghias lemari begitu saja. Lex specialis dari Otsus ditambah dengan perda PPMHA harus memberikan manfaat bagi tanah dan masyarakat hukum adat Papua di provinsi Papua Barat Daya,” harap Feki.

Kegiatan diskusi publik tentang implementasi Perda PPMHA di kabupaten Sorong, Tambrauw, dan Sorong Selatan, provinsi Papua Barat Daya. (Reiner Brabar – Suara Papua)

Senada dengan itu, Ayub Paa dari Perhimpunan Pengacara Masyarakat Adat Nusantara (PPMAN) wilayah Sorong Raya, menyatakan, hingga kini masih ada beberapa celah Perda masyarakat adat, sehingga sangat penting untuk direvisi.

“Kami bersama AMAN Sorong Raya akan melakukan upaya-upaya agar Perda PPMHA  yang telah diterbitkan oleh beberapa kabupaten ini dapat direvisi. Untuk itu, sangat penting semua pihak duduk bersama dan membicarakan agar Perda PPMHA bisa lebih terarah dan terfokus,” ujar Ayub.

Baca Juga:  Pleno Rekapitulasi Hasil Pemilu di PBD Resmi Dimulai

Sementara itu, Soleman Mobalen, anggota Pokja Adat MRPBD, mengatakan, evaluasi Perda PPMHA membutuhkan biaya. Oleh karena itu, ia akan berkoordinasi secara internal lembaga MRP untuk mendesak pemerintah daerah agar ada dana yang dialokasikan secara khusus untuk melakukan sosialisasi hingga revisi Perda tersebut.

“Bukan hanya masyarakat saja, pihak pemerintah juga tidak memahami tujuan dari Perda ini. Sebenarnya sudah ada panitia yang tugasnya sosialisasikan Perda PPMHA, tetapi faktanya tidak dijalankan, seperti di kabupaten Sorong. Itu pengaruh dari minimnya pengetahuan dan tidak adanya anggaran,” kata Soleman. []

Artikel sebelumnyaKPK Menang Kasasi MA, Bupati Mimika Divonis 2 Tahun Penjara
Artikel berikutnyaPartai Demokrat se-Papua Tengah Jaring Bakal Calon Kepala Daerah Jelang Pilkada 2024