Potret Pendidikan di Kampung Botai Masih Memprihatinkan

0
2730

JAYAPURA/CAHAYAPAPUA, SUARAPAPUA.com — Potret pendidikan di Kampung Botai masih jauh dari kata layak. Selain minim tenaga pengajar, sekolah tersebut juga kurang dalam hal fasilitas pendidikan.

Seperti SD di Kampung Botai. Sekolah itu letaknya di sebelah timur Kota Bintuni, kurang lebih 70 KM menuju arah Kota Manokwari, persis di jalur jalan Trans Papua Barat yang melewati tiga kabupaten yakni Bintuni, Manokwari Selatan, dan Manokwari.

Para siswa di kampung itu, selama 5 tahun melaksanakan proses belajar bukan di gedung, melainkan hanya di Balai Kampung Botai dengan satu orang tenaga pengajar yang secara sukarela mengajar siswa-siswa ini tanpa digaji.

Baca Juga:  Non OAP Kuasai Kursi DPRD Hingga Jual Pinang di Kota Sorong

Adalah Mariana Mobilala (46) ibu rumah tangga, istri seorang Pendeta di kampung tersebut yang terbuka hati untuk mengajar anak-anak SD Botai dari tahun 2012-2017.

Mariana adalah seorang Ibu Rumah Tangga yang memiliki inisitaif untuk mendirikan sekolah jauh dari SD Inpres SP 3. Keinginan Mariana muncul, karena miris melihat kondisi anak-anak di kampung tersebut yang tidak mengenyam pendidikan sama sekali.

ads

“Saya kasihan jadi merasa terpanggil. Awalnya saya kumpulkan anak-anak di rumah, dan menanyakan apakah mau sekolah atau tidak? Lalu, anak-anak bilang mau sekolah, maka saya mulai mengajar di Gereja dengan peralatan tulis seadanya,” tutur Mariana.

Baca Juga:  20 Tahun Menanti, Suku Moi Siap Rebut Kursi Wali Kota Sorong

Proses belajar mengajar di gereja dilaksanakan kurang lebih 2 tahun. Setelah itu pindah ke balai kampung sejak 2014 hingga sekarang.

Awalnya hanya beberapa, kini jumlah siswa sudah mencapai 20 orang yang terbagi dalam tiga kelas, yakni kelas 1 sebanyak 9 anak, kelas 2 berjumlah 6 anak, kelas 3 berjumlah 5 anak. “Total ada 20 siswa yang saya berikan pengajaran,” ujarnya.

Terkait mata pelajaran yang diberikan, Mariana mengaku difokuskan pada dua mata pelajaran yakni Bahasa Indonesia dan Matematika, ditambah pelajaran Agama.

“Dengan belajar Bahasa Indonesia, siswa bisa membaca dan anak-anak bisa berkomunikasi dengan baik dan mengetahui ilmu yang terkandung di mata pelajaran yang lain,” jelasnya.

Baca Juga:  Aksi di Dua Tempat, Pleno Suara Kabupaten Tambrauw Sempat Ricuh

Ditanya soal bantuan, Mariana mengaku selama lima tahun sejak 2012-2016, pemerintah tidak pernah memberikan bantuan. Namun setelah pemerintahan baru bantuan mulai datang memberikan bantuan berupa peralatan belajar seperti papan tulis, seragam dan peralatan belajar siswa.

“Saya bergembira dan bersyukur, meskipun tinggal di tempat terpencil, kami masih diperhatikan. Adanya bantuan dari Pemda diharapkan dapat memotivasi anak-anak di sini supaya semakin menguatkan anak-anak untuk mewujudkan cita-citanya,” kata Mariana berharap instansi terkait dapat membangun gedung sekolah, tenaga guru dan fasilitas pendidikan yang dibutuhkan.

 

Sumber: Cahaya Papua

 

Artikel sebelumnyaEnembe Dorong Dialog Terbuka Soal Pelanggaran HAM di Papua
Artikel berikutnyaAloysius Giyai: Empat Kab/Kota di Papua Endemik Malaria