ArsipPT Freeport Dianggap Sumber Konflik di Tanah Papua

PT Freeport Dianggap Sumber Konflik di Tanah Papua

Senin 2015-03-09 19:46:00

JAYAPURA, SUARAPAPUA.com — PT. Freeport Indonesia yang sudah puluhan tahun mengeruk emas dan tembaga di bumi Amungsa, Mimika, Papua, tak banyak memberi manfaat bagi warga pemilik ulayat, dituding ada dibelakang rangkaian konflik berkepanjangan dan kejahatan kemanusiaan selama ini.

Markus Haluk dari Asosiasi Mahasiswa Pegunungan Tengah Papua se-Indonesia (AMPTPI) menegaskan, keberadaan Freeport sumber kejahatan kemanusiaan di Tanah Papua.

 

Ia mengungkapkan hal itu saat seminar sekaligus bedah buku karyanya berjudul “Menggugat Freeport, Suatu Jalan Penyelesaian Konflik”, Sabtu (7/3/2015) di aula Sekolah Tinggi Teologi I.S. Kijne, Abepura, kota Jayapura.

 

Empat pemateri hadir dalam kegiatan seminar dan bedah buku itu, diantaranya Pemerintah Provinsi Papua yang diwakili oleh Kepala Dinas Pertambangan dan Energi, Ir. Bangun Manurung.

 

Bangun berbicara dari pandangan dan peran pemerintah terhadap hak-hak suku Amungme. Menurutnya, tidak ada kata perpanjangan kontak karya sampai PT Freeport mau duduk dengan pemerintah provinsi Papua.

 

“Bapak Gubernur Papua sudah menegaskan hal ini kepada managemen Freeport, jadi saya pun mendukung,” ujar Manurung ketika ditanya suarapapua.com usai bedah buku itu.

 

Pemateri kedua dari tokoh pemuda Suku Amungme, Hans Magal, memaparkan persoalan dari sudut pandang pemilik hak ulayat Nemangkawi.

 

Menurut Hans, masyarakat Amungme meski tergolong satu suku kecil di Tanah Papua, selama ini mampu memberi makan suku-suku di dunia ini.

 

Masyarakat Amungme menurut Hans, hingga kini tak pernah merasakan langsung manfaat dari kehadiran Freeport di tanah Amungsa. “Sampai hari ini orang Amungme jauh tertinggal,” ucapnya dalam seminar yang dihadiri pekerja HAM, aktivis LSM, Tokoh Agama, Tokoh Adat, Tokoh Perempuan, Mahasiswa dan Jurnalis.

. 

Dari kenyataan selama ini, “Saya berharap agar pemerintah tidak mengulangi kesalahan-kesalahan yang salalu dibuat, sebab masalah Freeport sudah menjadi masalah yang sangat serius bagi kami pemilik hak ulayat,” ujar Hans.

 

Pemateri ketiga, aktivis LSM, Drs. Aloysius Renwarin tampil dengan topik “Kehadiran PT Freeport dan dampaknya terhadap Masyarakat Amungme dan Kamoro”, mengungkapkan sejumlah fakta mengerikan yang dialami masyarakat pemilik ulayat di areal konsesi Freeport.

 

Aloysius Renwarin yang juga pemerhati Suku Amungme dan Kamoro ini menegaskan, keberadaan PT Freeport tidak menguntungkan masyarakat dua suku di sana. Sebaliknya, perusahaan dengan rakusnya mengeruk semua kekayaan alam dan hasilnya diangkut keluar Papua.

 

Ditegaskan, PT. Freeport jangan selalu egois dengan barang milik orang lain, harus tahu diri sebab tempat berdirinya perusahaan raksasa itu ada penghuni dan hak-hak mereka harus dihargai.

 

“Mereka juga manusia sama seperti kita, sehingga harus perhatikan. Jangan karena utamakan harta saja, orang Amungme dan Kamoro selalu menjadi korban kapitalis,” ujar Allo.

 

Materi terakhir disampaikan tokoh pemuda Papua, Dominikus Sorabut. Ia dengan makalah berjudul “Untung segunung untuk Freeport, Recehan untuk pejabat dan elite; Air mata dan darah untuk Masyarakat Adat Papua”, mengungkapkan ketamakan kapitalis menjajah masyarakat pribumi terlihat selama ini.

 

Fakta mengerikan itu menurut Domin, seakan menjadi hal biasa bagi masyarakat adat Papua. Sementara hak-hak tak banyak diperhatikan, bahkan terus dimargimalkan dari atas kampung halaman yang kaya raya.

 

“Kita tidak bisa tinggal dan terdiam diri, ini saatnya kita bertindak untuk kebenaran atas tanah ini, jangan orang yang bukan orang Papua datang dan seenaknya mengambil hak milik kita di atas tanah adat kami,” tuturnya.

 

Lebih lanjut dikemukakan, persoalan Freeport tak pernah ditangani dengan serius karena kepentingan ekonomi-politik berbagai pihak dan negara di sana.

 

“Saya sangat mengutuk semua tindakan dari perusahaan bersama pemerintah terhadap hasil kekayaan alam yang ada di negeri kaya ini,” tegas Domin.

 

Editor: Mary

 

HARUN RUMBARAR

1 KOMENTAR

Terkini

Populer Minggu Ini:

DKPP Periksa Dua Komisioner KPU Yahukimo Atas Dugaan Pelanggaran KEPP

0
“Aksi ini untuk mendukung sidang DKPP atas pengaduan Gerats Nepsan selaku peserta seleksi anggota KPU Yahukimo yang haknya dirugikan oleh Timsel pada tahun 2023. Dari semua tahapan pemilihan komisioner KPU hingga kinerjanya kami menilai tidak netral, sehingga kami yang peduli dengan demokrasi melakukan aksi di sini. Kami berharap ada putusan yang adil agar Pilkada besok diselenggarakan oleh komisioner yang netral,” kata Senat Worone Busub, koordinator lapangan.

Fortnightly updates in English about Papua and West Papua from the editors and friends of the banned 'Suara Papua' newspaper.