Egy Massadiah, jurnalis dan penulis buku yang kini menduduki jabatan komisaris PT Kliring Berjangka Indonesia (KBI) sejak 4 Maret 2024. (Ist)
adv
loading...

JAYAPURA, SUARAPAPUA.com — Egy Massadiah, jurnalis dan penulis buku, resmi menduduki jabatan Komisaris Independen PT Kliring Berjangka Indonesia (KBI), member of Danareksa.

Keputusan itu sebagaimana tertuang dalam surat keputusan (SK) nomor 55/MBU/03/2024 dan nomor KPPS-5/DR/DIRUT/2024 tertanggal 4 Maret 2024.

Magister Komunikasi dari Paramadina University ini mengawali karier jurnalistiknya sekitar tahun 90-an. Egy juga terkenal sebagai penulis buku. Dua diantara buku karyanya yang telah dihasilkan berjudul “Titik Nol Corona” (2021), dan “Satu Komando” (2022).

Kedua buku itu ia terbitkan saat menjabat tenaga ahli Kepala BNPB di era kepemimpinan Letnan Jenderal TNI Dr. HC Doni Monardo periode 2019-2021.

Buku karya lainnya berjudul Srikandi: Sejumlah Wanita Indonesia Berprestasi (1991), Bung Karno Ata Ende (2013), Secangkir Kopi di Bawah Pohon: Kiprah Doni Monardo Menjaga Alam (2019), dan Sepiring Sukun di Pinggir Kali: Kiprah Doni Monardo Menjaga Alam (2020).

ads

Dilansir pinisi.co.id, sejak 1983 ia menggeluti dunia teater bersama seniman senior Putu Wijaya, dan mementaskan sejumlah lakon di dalam negeri, juga di manca negara seperti Tokyo, Cairo, New York, Seattle, California, Taipeh, Singapura, dan lainnya.

Baca Juga:  Manasseh Sogavare Mengundurkan Diri Dari Pencalonan Perdana Menteri

Pria asal Sulawesi Selatan itu juga pernah tampil di dunia film dan sinetron. Bahkan tahun 2007, Egy membintangi film ‘Lari Dari Blora’ yang diproduksi sendiri. Tahun 2013, ia bikin film “Ketika Bung Karno di Ende” berdasarkan buku karyanya. Film ini dibintangi aktris senior Paramitha Rusady.

Adapun aktivitas lain yang menonjol, saat dunia dilanda pandemi, ia berada di pusaran Corona sebagai anggota Gugus Tugas Penanganan Covid 19 yang kemudian berubah nama menjadi Satgas Covid-19.

Aktivitas lainnya, di Kamar Dagang dan Industri (Kadin) sebagai ketua Komptap Kadin Wilayah Kalimantan. Ia juga pernah menjabat tim media di Persatuan Purnawirawan TNI Angkatan Darat (PPAD) sejak 2021 hingga sekarang, serta konsultan bidang media dan periklanan.

Adapun di BPP KKSS, Egy pernah menjadi wakil kepala Humas era kepemimpinan Jendral A. Rivai.

Baca Juga:  Polisi Bougainville Berharap Kekerasan di Selatan Mereda

Kendati sibuk dengan jabatan komisaris BUMN, dunia jurnalistik dan teater tak pernah benar-benar ia tinggalkan. Hingga kini, ia tetap berkontribusi sebagai penulis buku dan penulis artikel di berbagai platform media online.

Rindukan Papua Damai

Selama beberapa tahun terakhir, Egy Massadiah konsen terhadap masalah Papua. Ia menghendaki perlunya perdamaian di Tanah Papua.

Pendapatnya mengenai hal itu mengemuka dalam beberapa tulisan dia di sejumlah media online. Salah satu tulisannya fokus dengan pentingnya memuliakan adat istiadat lokal Papua terutama para kepala suku.

Kata Egy, warga Papua secara signifikan menghormati para kepala suku mereka. Sayangnya, peran para kepala suku terabaikan dan tidak diperkuat, padahal merekalah yang mengerti dengan baik adat lokal dan tata cara hidup adil dan harmoni bagi warga Papua.

“Mereka berhak atas tanah ulayat adat yang diturunkan dari induk dan kepala-kepala suku sebelumnya. Peran para kepala suku dihadapkan dengan tantangan pergeseran moral dan kekacauan sosial. Beberapa pihak mengklaim dirinya sebagai kepala suku dengan tidak berpegang pada tatanan adat sejati, yang kemudian menjadi salah satu masalah dalam mewujudkan perdamaian di Papua,” tutur Egy.

Baca Juga:  Kunjungan Paus ke PNG Ditunda Hingga September 2024

Untuk merevitalisasi marwah adat istiadat dan kesejahteraan warga Papua, menurutnya, peran ketua adat atau kepala suku perlu diperkuat kembali. Sinergi Pentahelix perlu diimplementasikan dengan cara membangun sinergitas berbagai sektor seperti pemerintah, TNI, Polri, akademisi, pengusaha, budayawan, media, tokoh masyarakat dan semua pihak terkait.

Selain itu, Egy sarankan, perlu diupayakan juga pengenalan budaya serta tradisi khususnya bagi perantau dari luar yang datang ke Tanah Papua. Dengan begitu ia yakin kelak benturan atau gesekan budaya antara pendatang dan warga lokal bisa ditransformasikan menjadi momentum untuk sinergi yang saling menghargai.

“Ada tujuan yang sama, yakni saling memahami nilai-nilai budaya yang berlaku. Pendatang wajib mendalami istiadat Papua, sebagaimana peribahasa dimana bumi dipijak di situ langit dijunjung,” pungkas pria kelahiran Sengkang, Sulawesi Selatan, 27 Desember 1966 itu. []

Artikel sebelumnyaDKPP Periksa Dua Komisioner KPU Yahukimo Atas Dugaan Pelanggaran KEPP
Artikel berikutnyaPemkab Yahukimo Belum Seriusi Kebutuhan Penerangan di Kota Dekai