ArsipBupati Lantik Orang Non Papua Jadi Kepala Desa, Masyarakat Paniai Kecewa

Bupati Lantik Orang Non Papua Jadi Kepala Desa, Masyarakat Paniai Kecewa

Selasa 2016-04-19 07:49:29

PANIAI, SUARAPAPUA.com — Masyarakat Paniai mengutuk sikap bupati Kabupaten Paniai, Hengki Kayame, karena dinilai tidak menghargai masyarakat adat setempat, setelah pada Sabtu (16/4/2016) melantik seorang non Papua menjadi Kepala Desa Komplek Pasar, Enarotali, Paniai, Papua.

Tomi Yogi, Ketua RT, kepada suarapapua.com, mengatakan heran dan bingung dengan sikap bupati Hengki Kayame yang melantik orang pendatang menjadi kepala desa di atas tanah adatnya.

 

“Saya heran sekali sikap bupati, masa lantik orang pendatang jadi kepala desa itu. Macam tidak ada orang pribumi saja. Harusnya orang asli Paniai yang dilantik menjadi kepala desa,” kata Tomi, Selasa (19/4/2016), di Bapouda, Enarotali. 

 

Menurut dia, sebagai bentuk protes atas kebijakan bupati ini, dalam waktu dekat dirinya bersama seluruh masyarakat yang sudah mendiami lama di Enarotali akan mendatangi bupati untuk meminta keterangan dan penjelasan. 

 

“Kami akan datangi bupati untuk minta keterangan jelas dalam waktu dekat. Bupati tidak boleh lari-lari. Bupati harus sediakan waktu. Kami rakyatnya, bukan musuhnya. Kami recana ketemu bupati untuk minta penjelasan,” ujar Tomi kesal.

 

Dikatakan demikian, menurut Tomi, karena saat pelantikan pada hari Sabtu di GSG Uwatawogi Yogi, masyarakat sudah mencoba untuk minta keterangan langsung dari mulut bupati, tetapi dihadang oleh aparat keamanan yang berjaga sangat ketat.

 

“Waktu acara pelantikan berlangsung, kami lakukan protes, tapi bupati dan jajarannya malas tahu. Kami juga mencoba mau masuk ke dalam gedung untuk tanya bupati secara tatap muka, tapi dilarang sama polisi dan tentara. Akhirnya semua batal,” kata Tomi.

 

Sementara itu, kepala desa terpilih, Joko, ketika ditemui media ini, mengatakan, jika mau melakukan protes silakan ke bupati. Karena, menurutnya, semua ini kebijakan bupati.

 

“Kalau mau marah atau protes, jangan ke saya. Silakan ke bupati dan tanya langsung. Saya jadi kepala desa juga bukan maunya saya, bupati yang tunjuk,” kata Joko.

 

Joko mengaku, sehari sebelum pelantikan dia kaget undangan yang diantar untuk dirinya dilantik jadi kepala desa. “Saya sendiri kaget dengan undangan diantar ke rumah karena sebelumnya belum pernah ada pembicaraan,” katanya.

 

Namun untuk menjawab kegelisahan masyarakat asli, dia berjanji, segala program yang diperuntukkan dari pusat maupun daerah akan diberi wewenang penuh kepada masyarakat asli Papua.

 

“Saya orang pendatang, jadi semua kerja akan dikerjakan oleh orang pendatang, tidak begitu. Jangan salah paham. Saya akan selalu libatkan masyarakat asli, baik program apa saja. Misalnya program UU Desa, saya akan kasih masyarakat yang akan kerja semuanya,” tutur Joko yang berasal dari Pulau Jawa ini.

 

Yohanes Yogi, Kepala Suku Besar Daerah Kabupaten Paniai, mengatakan, sebagai pimpinan daerah harusnya menghargai UU Otsus.

 

“Otsus kan masih berlaku, belum ditarik dari Papua. Bupati harusnya hargai Undang-Undang Otsus. Kenapa disepelehkan,” ujarnya.

 

Menurut Yogi, berbicara Otsus berarti berbicara bagaimana orang Papua menjadi tuan atau pemimpin di atas tanah adatnya. Namun mengapa penegak Otsus dalam hal ini pemerintah daerah tidak menghargai slogan tersebut.

 

“Katanya Otsus bilang kita orang Papua harus menjadi tuan di atas tanahnya sendiri, tapi kenapa hal itu tidak ditegakkan oleh Pemkab Paniai? Kalau Pemkab saja sudah tidak hargai Otsus, bagaimana masyarakat kecil mau hargai. Apalagi mereka selalu menjadi korban kepentingan para elit politik,” tandasnya.

 

 

Editor: Arnold Belau

 

STEVANUS YOGI

Terkini

Populer Minggu Ini:

Kasus Laka Belum Ditangani, Jalan Trans Wamena-Tiom Kembali Dipalang

0
"Setelah ada jawaban dari pemerintah Lanny Jaya dan Jayawijaya barulah kami akan buka palang. Sesuai permintaan keluarga korban, babi 105 ekor dan uang empat miliar," ujar Kunilek.

Fortnightly updates in English about Papua and West Papua from the editors and friends of the banned 'Suara Papua' newspaper.