ArsipCukong Pilkada Jadi “Perampok” Mega Proyek di Kabupaten Fakfak

Cukong Pilkada Jadi “Perampok” Mega Proyek di Kabupaten Fakfak

Selasa 2012-05-01 10:50:00

PAPUAN, Jayapura — Salah satu pengurus Partai Golkar tingkat Provinsi Papua, Bahlil Dahalia di duga menjadi cukong berbagai mega proyek berskala besar di lingkungan pemerintah Kabupaten Fak-Fak.

Yang lebih memprihatinkan lagi, masyarakat asli Fakfak, suku Baham Matta yang memiliki tanah adat di Fakfak benar-benar “disingkirkan” akibat kebijakan pembangunan yang tidak memihak pada kehidupan mereka.

Padahal, seharusnya mereka (masyarakat suku Baham Matta) dapat menjadi tuan diatas tanahnya sendiri sesuai dengan amanat Undang-Undang Otonomi Khusus Papua yang telah diberikan pemerintah Indonesia sejak tahun 2001 lalu

Beda halnya dengan bupati sebelumnya, selama ia menjabat dinilai banyak memberikan kontribusi pada pembangunan masyarakat asli, terutama terhadap pemberdayaan masyarakat, termasuk pada suku Baham Matta yang merupakan suku mayoritas di Fakfak.

Bendahara Partai Golkar Jadi Cukong Pilkada

Keresahan masyarakat asli Papua di Fakfak sangat wajar, sebab ketika Komunitas Masyarakat Adat Papua Anti Korupsi  (KAMPAK) Papua bersama beberapa anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Fakfak melakukan investigasi, telah ditemui banyak kebijakan pembangunan yang sangat merugikan masyarakat setempat.

Temuan KAMPAK Papua, kenyataan yang terjadi sungguh sangat memprihatinkan, sebab sejumlah mega proyek telah diberikan secara “cuma-cuma” sebagai akibat dari kebijakan Bupati yang lebih mengutamakan politik balas jasa kepada seorang pengusaha, yang juga adalah Bendahara Umum Partai Golkar Provinsi Papua, Bahlil Lahadalia.

Bahlil adalah cukong Pilkada bupati sekarang, sebab dirinya telah memberikan banyak dana selama pencalonan Bupati Mohammad Uswanas dan Wakil Bupati Donatus pada periode 2010-2015.

Terbukti, dengan sokongan dana yang kuat, Mohammad Uswanas dan wakilnya berhasil menjadi pemenang Pemilukada Fakfak, dan sekaligus dilantik secara resmi menjadi Bupati dan Wakil Bupati Fakfak pada tanggal 6 Desember 2010 lalu.

Sejak saat itu, Bahlil menguasai semua pembangunan mega proyek di Kota Pala, Fakfak, tanpa mempertimbangkan apakah dirinya bersama Partai Golkar turut meresahkan dan merugikan masyarakat asli Papua di Kota Fakfak.

Pengusaha asli Papua di Fakfak benar-benar tersingkirkan akibat kebijakan Bupati yang lebih mementingkan politik balas jasa terhadap Bahlil yang dinilai telah menyuntik dana selama Pemilukada Fakfak berlangsung.

Daftar Mega Proyek Yang “Dirampok”

Hasil temuan KAMPAK Papua, ada sekitar tujuh mega proyek bernilai ratusan milyar rupiah yang dikuasai langsung oleh Bahlil dan kroni-kroninya. Mega proyek tersebut dirincikan dibawah berdasarkan nominal anggaran.

Pertama, proyek pembangunan bandara udara internasional Siboru Fakfak dengan nilai anggaran sebesar Rp. 15.446.188.800,00. Proyek tersebut dibagi dalam dua bidang anggaran, pertama anggaran sebesar Rp 14.988.232.000,00 dialokasikan untuk pembangunan bandara udara tahap I, dan anggaran sebesar Rp. 457.956.800,00 dipakai untuk pengawasan pembangunan bandara udara.

Kedua, proyek pembangunan reklamasi pantai Fakfak dengan nilai anggaran sebesar Rp.37.943.168.000,00. Proyek tersebut dibagi dalam dua bidang, Rp. 17.804.874.000 untuk pembangunan reklamasi pantai tahap I dengan kontrak proyek reklamasi A-C, sementara reklamasi kontrak proyek B senilai Rp. 19.344.126.000,00 untuk pengawasan pembangunan reklamasi Pantai dengan anggaran sebesar Rp. 794.168.000,00.

Ketiga, proyek pembangunan kantor bupati Fakfak dengan nilai anggaran sebesar Rp. 28.633.248.000,00. Juga dibagi dalam dua bidang, Rp. 28.000.000.000,00 untuk pembangunan kantor bupati tahap I, dan dana sebesar Rp. 633.248.000 untuk dana pengawasan pembangunan kantor Bupati.

Keempat, proyek pembangunan gedung rumah sakit dengan nilai anggaran Rp.19.159.945.000,00. Juga dibagi dalam dua bidang, untuk pembangunan tahap I sebesar Rp. 18.700.000.000, dan dana pengawasan pembangunan rumah sakit sebesar Rp. 459.945.000.

Kelima,  proyek pengadaan alat kesehatan Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Fakfak dengan nilai anggaran sebesar Rp. 23.000.000.000,00.

Keenam, proyek pengadaan sapi di Bomberay dengan nilai anggaran sebesar Rp. 5.040.000.000,00.

Ketujuh, dana alokasi pemberdayaan masyarakat kampung dan RT se-Kabupaten Fakfak dengan nilai anggaran sebesar Rp. 50.009.434.000,00. Dana sebesar Rp. 41.009.434.000,00 untuk tahun 2010, dan dana senilai Rp. 9.000.000.000,00  untuk tahun 2011.

Maka, jika dihitung total keseluruhan anggaran yang dikeluarkan dalam tujuh mega proyek tersebut adalah senilai Rp.  179.231.983.800,00.

Hampir semua proyek yang telah disebutkan diatas  ditangani langsung –atas penunjukan Bupati Fakfak– oleh Bahlil Lahadalia alias cukong Pilkada Kabupaten Fakfak yang telah memberikan banyak dana untuk memenangkan Bupati dan Wakil Bupati periode saat ini.

Artinya, kita bisa mengatakan bahwa Bahlil Lahadalia telah menjadi “pencuri” dana APBD  dan dana Otsus Papua dengan berkedok pembangunan di Kabupaten Fakfak. Ia dinilai telah memanfaatkan kekuasaanya di bendahara Partai Golkar untuk “mencuri” berbagai mega proyek di Kabupaten Fakfak.

Masyarakat di Fakfak selalu mengeluarkan pernyataan, “Jika Indonesia punya Mohammad Nazaruddin yang juga bendahara partai Demokrat, maka tanah Papua, secara khusus Fakfak memiliki seorang Bahlil Lahadalia, yang juga adalah Bendahara Partai Golkar Provinsi Papua.”

Beragam Cara "Merampok" Yang Dipakai Cukong Pilkada

Menurut Ketua Komisi III DPRD Kabupaten Fakfak, Wilhelmina Woy, modus “perampokan” yang dijalankan Bahlil Lahadalia sangat beragam, mulai dari menggunakan bendera perusahaan pribadi untuk mengerjakan proyek-proyek tersebut, hingga memberikan pada perusahaan lain sesuai kesepakatan dengan dirinya.

“Dia (Bahlil Lahadalia) telah menjadi perampok di tanah kami. Apakah tidak ada pengusaha asli Papua yang mampu sehingga Bupati memberikan semua proyek untuk diambil oleh Bahlil. Kami anak-anak Papua juga harus diberikan kepercayaan,” harap Wilhelmina.

Wilhelmina yang juga Ketua Komisi III DPRD Fakfak yang membidangi anggaran dan pembangunan  menegaskan, selama ini Bahlil menjadi “penguasa” di Fakfak, sebab tidak ada seorangpun yang berhasil menghentikan aksinya, termasuk oleh lembaga legislatif yang merupakan perwakilan rakyat Fakfak.

“Kami DPRD, terutama yang dibidang anggaran dan pembangunan sangat tidak berdaya. Bupati dan Bahlil merampok semua proyek-proyek pembangunan untuk memiskinkan masyarakat. Masyarakat asli Papua benar-benar menjadi penonton karena ulah mereka, termasuk pengusaha-pengusaha asli yang telah ikut membangun Fakfak,” kata Wilhelmina.

Lanjut Wilhelmina, modus lain yang dijalankan Bahlil untuk “merampok” uang di Fakfak adalah dengan cara meminta agar Bupati langsung menunjuk dirinya sebagai penanggungjawab proyek-proyek, kemudian membagikannya kepada pengusaha-pengusaha lain dengan deal-deal tertentu.

Bayangkan saja, Wilhelmina menambahkan, buruh kasar untuk mengerjakan proyek saja semua di datangkan dari luar Papua. Mulai dari pekerja yang angkat batu, pasir, masak, ataupun mandor sekalipun. Sangat ironis sekali.

Karena itu, Wilhelmina bersama beberapa anggota dewan telah melaporkan hal tersebut ke LSM KAMPAK Papua yang selama ini melakukan advokasi di bidang korupsi di tanah Papua, dan telah ditindaklanjuti dengan melakukan investigasi, dan hasil investigas tersebut telah disampaikan kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di Jakarta.

“Saya sebagai anggota dewan, dan anak negeri Fakfak telah melaporkan mafia proyek dan cukong Pilkada, termasuk dugaan korupsi milyaran rupiah oleh Bupati dan Bahlil ke KPK di Jakarta dengan nomor registrasi, No. 2012-04-000409; No.2012-04-000294; No.2012-04-000295; No.2012-04-000296; dan No.2012-04-000297 ,” ujar Wilhelmina.

“Semua itu atas dasar keprihatinan saya terhadap masyarakat dan untuk kemajuan daerah yang lebih baik, saya tidak mau ada orang dari luar tanah Papua yang datang dan menjadi perampok diatas tanah kami, apalagi hak-hak kami selalu diinjak-injak oleh mereka,” tegas Wilhelmina.

Menuntut Pemerintah Pusat Turun Tangan

Dorus Wakum, Kordinator KAMPAK Papua berharap KPK segera menindaklanjuti temuan KAMPAK Papua yang diduga ada kebocoran dana dari berbagai mega proyek yang dikerjakan, sebab sampai saat ini tidak ada transparansi dalam penggunaan dana tersebut.

“Ketika melakukan invesitagasi, banyak kejanggalan yang ditemui, mulai dari pembangunan bandara udara yang masih belum selesai, reklamasi pantai yang dikerjakan asal-asalan, sampai di pengadaan alat-alat rumah sakit yang sangat manual padahal dana yang dianggarkan puluhan milyar,” kata Dorus.

Lanjut Dorus, KAMPAK Papua juga telah mendatangi beberapa tempat yang dijadikan sasaran proyek pembangunan, semua masih dalam tahap pengerjaan, dan terlihat sangat-sangat buruk dalam pengerjaanya, dan malahan dibangun dengan sangat tidak berkualitas.

Karena itu, Dorus menyatakan, dirinya bersama Ketua Komisi III DPRD Fakfak telah melaporkan kebocoran anggaran yang sangat-sangat merugikan masyarakat terhadap KPK, dan sedang ditelaah untuk selanjutnya di tindaklanjuti.

Jika ditelusuri, dalam dugaan korupsi milyaran dana mega proyek ini telah melibatkan Kepala Dinas Pendapatan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah, Hamid Kuman; Kepala Dinas Pekerjaan Umum, Samaun Dahlan; Kepala Badan Lingkungan Hidup, Chesty Sahetapy; Mantan Kajari Fakfak, Nikolaus Kondomo; Kapolres Fakfak AKBP Rudolf Michael; Mantan Direktur RSUD Fakfak drg.  Hafild; dan Kepala Bank Papua Fakfak, Heider Alhamid.

“Nama-nama yang disebutkan diatas adalah mereka yang diduga terlibat langsung melindungi kebijakan Bupati Mohammad Uswanas dan Bahlil Lahadalia bendahara Parta Golkar Provinsi Papua dalam pembangunan mega proyek di Kabupaten Fakfak tahun 2011-2012,” ucap Dorus.

Maka itu, KAMPAK Papua meminta agar KPK, Mabes Polri, dan Kejaksaan Agung untuk melakukan penyelidikan lebih lanjut, karena menyangkut hak hidup orang banyak di Kabupaten Fakfak.

Dorus juga meminta agar Menteri Perhubungan, Menteri Kesehatan, Menteri Pekerjaan Umum, dan Menteri Lingkungan Hidup serta Menteri Kehutanan supaya dapat turun ke Fakfak untuk melakukan pengamatan langsung atas pembangunan mega proyek yang menyengsarakan masyarakat Fakfak, dan tidak sebanding dengan jumlah anggaran yang dikeluarkan.

“Ini karena kebijakan politik Bupati yang berpihak kepada kapitalisme, termasuk balas jasa kepada cukong Pilkada Bahlil Lahadalia, Bendahara Partai Golkar Papua yang telah memenangkan dirinya sebagai Bupati Fakfak,” tegas Dorus.

Bahlil Lahadalia, bendahara partai Golkar Provinsi Papua yang namanya dikaitkan dengan sejumlah mega proyek ketika dikonfirmasi suarapapua.com tidak bersedia memberikan keterangan. Pesan singkat melalui telepon seluler yang dikirim media ini juga tak kunjung dibalas.

OKTOVIANUS POGAU

Terkini

Populer Minggu Ini:

DKPP Periksa Dua Komisioner KPU Yahukimo Atas Dugaan Pelanggaran KEPP

0
“Aksi ini untuk mendukung sidang DKPP atas pengaduan Gerats Nepsan selaku peserta seleksi anggota KPU Yahukimo yang haknya dirugikan oleh Timsel pada tahun 2023. Dari semua tahapan pemilihan komisioner KPU hingga kinerjanya kami menilai tidak netral, sehingga kami yang peduli dengan demokrasi melakukan aksi di sini. Kami berharap ada putusan yang adil agar Pilkada besok diselenggarakan oleh komisioner yang netral,” kata Senat Worone Busub, koordinator lapangan.

Fortnightly updates in English about Papua and West Papua from the editors and friends of the banned 'Suara Papua' newspaper.