ArsipPax Romana: Indonesia Tidak Punya Komitmen Untuk Melindungi HAM di Papua Barat

Pax Romana: Indonesia Tidak Punya Komitmen Untuk Melindungi HAM di Papua Barat

Jumat 2015-10-09 10:48:54

JAYAPURA, SUARAPAPUA.com — Pax Romana Asia Pasific, yang merupakan kumpulan cendekiawan dan mahasiswa Katolik internasional, mengecam tindakan kekerasan aparat Kepolisian di Papua yang menangkap dan membubarkan aksi Solidaritas Korban Pelanggaran Hak Asasi Manusia (SKP-HAM) Papua, Kamis (8/10/2015) kemarin.

“Setiap orang memiliki hak untuk berorganisasi, menyampaikan pendapat dan bereskpresi sebagaimana diatur dalam kovenan hak sipil dan politik Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) dan juga dijamin dalam UU Pemerintah Indonesia, tapi tidak berlaku di tanah Papua,” kata Adrian Pereira, Wakil Presiden Pax Romana untuk wilayah Asia dan Pasifik, dalam siaran pers yang dikirim kepada redaksi suarapapua.com, Jumat (9/10/2015).

 

Menurut Adrian, Pax Romana telah mendapatkan laporan, bahwa pada tanggal 8 Oktober 2015, sejumlah mahasiswa dan pemuda yang tergabung dalam SKP HAM Papua disiksa oleh pihak Kepolisian Daerah Papua ketika membubarkan paksa aksi damai menuntut proses penyelesaian kasus Paniai Berdarah pada 8 Desember 2014 silam.

 

“Kami dengar sekitar 18 orang, termasuk para calon pastor (Frater) yang telah disiksa dan ditahan oleh pihak kepolisian karena dianggap tidak memiliki ijin, kami mengecam cara-cara ini,” kata Adrian.

 

Pax Romana juga mengatakan, pembubaran, penangkapan, dan penyiksaan yang juga dialami para Frater dari Ordo Fransiskan dan OSA merupakan tindakan yang melanggar hukum dan HAM.

 

“Kami menilai bahwa aparat kepolisian telah melakukan pelanggaran terhadap hukum dan HAM, khususnya hak untuk bebas berbicara dan berpendapat di muka umum sesuai diatur dalam kovenan hak-hak sipil politik dan sesuai dengan Undang-Undang Dasar Republik Indonesia, secara khusus dalam UU Nomor 9 tahun 1998.”

 

Adrian turut menyatakan keprihatian atas semakin memburuknya praktek demokrasi di Tanah Papua.

 

“Kami melihat bahwa praktek demokrasi di Papua semakin memburuk. Tidak membaik, meskipun Indonesia kini memiliki Presiden dari sipil,” tegas Adrian.

 

Lebih lanjut, Adrian Pereira menegaskan bahwa kini di Tanah Papua ada begitu banyak orang ditangkap dan dipenjarakan tanpa proses hukum yang adil dan berpihak pada kebenaran.

 

“Indonesia telah keliru, bahkan salah, dalam menyelesaikan konflik di Tanah Papua. Pendekatan pola militer yang masih diterapkan oleh Pemerintah Indonesia menjadi masalah besar untuk kehidupan berdemokrasi di Tanah Papua. Peristiwa pada tanggal 8 Oktober 2015 menjadi gambaran terbaru untuk kita semua bahwa Pemerintah Indonesia tidak menjalankan prinsip demokrasi dan hak asasi manusia di Tanah Papua.”

 

Sementara itu, Anne Beatrice, koordinator Program Pax Romana Asia-Pasifik untuk Papua menegaskan, sudah saatnya pihak Pemerintah Indonesia memberlakukan prinsip-prinsip demokrasi dan HAM di Tanah Papua dengan membebaskan wartawan asing dan pekerja hak asasi internasional untuk bekerja di Tanah Papua tanpa melalui Clearing House yang dibentuk oleh Pemerintah.

 

“Joko Widodo telah menyatakan untuk membuka akses kepada wartawan asing untuk meliput di Papua, tetapi mengapa masih ada “clearing house” untuk para wartawan dan pekerja HAM? Ini tidak dibenarkan,” tegas Anne.

 

Lebih lanjut dikemukakan, “Kami juga mendapat kabar bahwa hari ini, 9 Oktober 2015, seorang aktivis KNPB atas nama Agus Kossay telah ditahan oleh aparat keamanan terkait dengan aktivitasnya mendampingi wartawan asing asal Prancis ketika melakukan liputan di Okhika, Pegunungan Bintang, Papua.”

 

Oleh karena itu, Pax Romana Asia Pasifik menilai bahwa Pemerintah Indonesia tidak memiliki komitmen untuk melindungi, mempromosikan dan memulihkan hak asasi orang asli Papua.

 

Pax Romana adalah asosiasi persatuan profesional dan intelektual Katolik internasional yang bertujuan untuk menciptakan dunia yang damai, adil dan berkelanjutan, serta diakui oleh Takhta Suci (Vatikan) dan aktif dalam jaringan masyarakat sipil internasional seperti Konferensi Non-Governmental Organizations. Ia memiliki hubungan konsultatif dengan PBB.

 

OKTOVIANUS POGAU

Terkini

Populer Minggu Ini:

PT IKS Diduga Mencaplok Ratusan Hektar Tanah Adat Milik Marga Sagaja

0
“Perusahaan segera ganti rugi tanaman, melakukan reboisasi dan yang paling penting yaitu kembalikan status tanah adat kami marga Sagaja,” pungkasnya.

Fortnightly updates in English about Papua and West Papua from the editors and friends of the banned 'Suara Papua' newspaper.