ArsipProtes Penetapan Caleg, Masyarakat Nduga Palang Lapter dan Kantor KPUD

Protes Penetapan Caleg, Masyarakat Nduga Palang Lapter dan Kantor KPUD

Selasa 2014-05-27 13:44:15

PAPUAN, Jayapura — Buntut dari penetapan Calong Legislatif (Caleg) di Kabupaten Nduga, Papua, yang tidak sesuai dengan hasil perolehan suara di lapangan, sejak Sabtu ( 24/5/2014) lalu, ratusan masyarakat melakukan pemalangan terhadap Kantor Komisi Pemilihan Umum Daerah (KPUD) dan lapangan terbang yang terletak di Ibukota Kabupaten, Distrik Keneyam.

Dalam aksinya, masyarakat menutut Bupati Kabupaten Nduga, Yairus Gwijangge, dan lima anggota KPUD untuk segera mengembalikan suara dari beberapa Caleg yang memperoleh suara cukup banyak di lapangan, namun setelah ada penetapan pada Sabtu lalu terjadi perubahan yang sangat drastis.

“Kami telah melaporkan intervensi yang dilakukan Bupati, dan permainan kotor lima anggota KPUD kepada Bawaslu Provinsi. Berita acara penetapan di tingkat PPD juga telah kami berikan ke Bawaslu,” kata Zakaris Yarinap, salah Caleg dari Partai Bulan Bintang (PBB) yang dirugikan KPUD, kepada media ini, Senin (26/5/2014).

Zakaris menjelaskan, pleno penetapan yang dilakukan KPUD Nduga di Jayapura dilakukan secara terutup, dan tidak berdasarkan hasil perolehan suara di tingkat lapangan, karena terjadi intervensi Bupati yang berlebihan.

“Kami para Caleg yang dirugikan bingung, acuan mereka dalam pleno lalu dari mana. Ada beberapa Caleg yang hanya memperoleh suara sekitar 1.000, namun dalam penetapan kemarin dapat kursi, sedangkan kami yang dapat suara sekitar 4.000 hingga 5.000 tidak dapat kursi.”

“Saya dari Partai PBB di Dapil I mendapat suara 4.274, dan secara keseluruhan Partai PBB mendapat suara 8.861, dan kami harus dapat dua kursi, tapi saat penetapan nama saya sama sekali tidak ada. Ini kepentingan siapa, dan kenapa kami di korbankan,” tegasnya.

Tuntutan masyarakat yang melakukan pemalangan, menurut Zakaris, yakni meminta kepada KPUD Nduga untuk segera mengakomodir nama-nama Caleg yang memperoleh suara cukup besar di lapangan, dan mencoret nama-nama caleg yang dapat sedikit suara, namun diakomodir olehh KPUD saat pleno penetapan.

“Pleno penetapan harus diulang, dan dilakukan secara terbuka. Semua Caleg harus di undang untuk dengar penetapan itu. Bupati sebagai pembina politik seharusnya tidak melakukan intervensi terlalu jauh, sebab masyarakat yang tentu akan menjadi korban,” tegasnya.

Jika tuntutan masyarakat tidak segera dipenuhi, menurut Zakarias, masyarakat sudah berkomitmen untuk terus melakukan pemalangan terhadap kantor KPUD Nduga dan lapangan terbang, dan juga melakukan boikot Pilpres.

“Pembangunan Nduga akan macet karena persoalan ini. Boikot Pilpres juga sudah menjadi tuntutan masyarakat. Segera kembalikan kursi kami, agar semua aktifitas bisa normal kembali,” tegasnya.

Salah satu tokoh masyarakat di Nduga, Yomis Kogoya mengatakan, masyarakat juga mendesak pemerintah pusat dan provinsi agar memindahkan ibukota Kabupaten Nduga yang berada di Keneyam ke distrik lain.

“Suara masyarakat telah diperkosa oleh penjahat demokrasi seperti Bupati. Padahal beliau tahu sendiri, perang yang terjadi di Nduga tahun lalu telah memakan korban sangat banyak, dan kami tidak mau ini terulang kembali,” tegas Kogoya, ketika dihubungi media ini via telepon seluler, sore.

Dikatakan juga, KPUD Nduga dan Bupati harus bertanggung jawab jika terjadi perang suku, atau konflik antar masyarakat, sebab jelas-jelas proses ini telah membuat masyarakat marah dan emosi.

Ketika ditanya terkait respon Bupati, Kogoya menjelaskan, seperti biasanya, Bupati mengerahkan aparat keamanan, baik TNI maupun Polri untuk mengontrol aktivitas masyarakat setempat.

Ditambahkan juga, intervensi Bupati semakin nampak dan jelas ketika dalam salah satu pasal RUU Otsus Plus, atau yang disebut dengan Undang-Undang Pemerintah Otonomi Khusus di tanah Papua, disebutkan bahwa Bupati dan Wakil Bupati mendatang di tentukan oleh DPRD Kabupaten.

“Ini pasal yang akan menimbulkan konflik di Nduga. Saya lihat hampir semua Kabupaten ada intervensi dari kepala daerah karena bunyi pasal diatas,” tambah Zakarias.

Bupati Kabupaten Nduga, Yairus Gwijangge, ketika dikonfirmasi wartawan via telepon selulernya tidak mengangkat panggilan telepon. Beberapa pesan singkat yang dikirim juga tidak dibalas.

OKTOVIANUS POGAU

Terkini

Populer Minggu Ini:

Operasi Militer: Kejahatan HAM dan Genosida di Papua

0
Apapun ceritanya, wilayah sipil mestinya tidak dijadikan operasi militer atau tempat beraktivitas militer atau basis militer.

Fortnightly updates in English about Papua and West Papua from the editors and friends of the banned 'Suara Papua' newspaper.