ArsipPapuaItuKita: Pemerintah Segera Usut Tuntas Tragedi Biak Berdarah

PapuaItuKita: Pemerintah Segera Usut Tuntas Tragedi Biak Berdarah

Kamis 2015-03-12 18:56:51

JAKARTA, SUARAPAPUA.com — Pemerintah dan aparat keamanan didesak untuk mengusut tuntas kasus kekerasan dan pelanggaran hak asasi manusia (HAM) di Biak, Papua, pada tanggal 6 Juli 1998.

Dalam kasus yang dikenal sebagai peristiwa “Biak Berdarah” itu, diperkirakan lebih dari 40 orang meninggal dunia, 150 orang ditangkap dan disiksa, serta sebagian dijebloskan ke dalam penjara sampai hari ini.

 

“Demi tegaknya keadilan hukum bagi masyarakat Papua, kasus Biak Berdarah harus diungkap tuntas oleh pemerintah dan aparat keamanan,” tegas Budi Hernawan, dari PapuaItuKita, dalam Media Briefing tentang Biak Berdarah Juli 1998, Rabu (11/3/2015) di Jakarta, seperti dilansir beritasatu.com, Kamis pagi.

 

Budi mengungkapkan, militer dari kesatuan Angkatan Darat dan Angkatan Laut serta Polri menyerbu dan menyerang masyarakat yang berkumpul di bawah menara air Kota Biak, setelah masyarakat mengekspresikan diri dengan mengibarkan bendera Bintang Kejora di menara itu pada tanggal 2 Juli 1998.
 

“Warga sedang mengadakan doa dan tari-tarian tradisional, saat aparat menyerang mereka,” kata Budi, didampingi aktivis PapuaItuKita lainnya, Syamsul Alam Agus, Yolan, dan Zely Ariane.

 

Elsham Papua, dalam investigasinya, sebut Budi, menemukan data akibat penyerangan itu menyebabkan delapan orang meninggal, tiga orang hilang, empat orang luka berat dan dievakuasi ke Makassar. Korban lainnya, 33 orang luka ringan, 150 orang ditangkap dan disiksa, serta 32 mayat ditemukan mengapung di perairan Biak.

 

Semua data lapangan ini, telah dihimpun oleh Elsham Papua, dan diterbitkan dengan judul “Papua Tanpa Nama, Nama Tanpa Pusara”, dan dilaporkan ke lembaga-lembaga negara yang berwenang, termasuk ke Komnas HAM.

 

“Dalam kasus ini, ada bukti-bukti awal yang mengarah pada pelanggaran HAM berat, yang tergolong tindak kejahatan terhadap kemanusiaan,” tegas Budi, yang juga akademisi dan inisiator Biak Tribunal.

 

Komnas HAM tahun 1999 dipimpin Clementino dos Reil Amaral (Sekjen Komnas HAM saat itu), telah melakukan investigasi bersama Dr Albert Hasibuan, tapi hasilnya tak jelas sampai saat ini.

 

Gerakan masyarakat sipil Papua dan Jakarta, kata Budi, kembali mengangkat masalah yang telah 17 tahun terbengkalai itu ke Komnas HAM pada 26 Februari 2015, sekaligus menandai peringatan Tim 100 Papua yang bertemu Presiden BJ Habibie dalam sebuah dialog nasional tahun 1999.

 

Gerakan masyarakat sipil yang didukung antara lain oleh LBH Jakarta, Perempuan Mahardika, Koalisi HAM Masyarakat Sipil Papua, saat ini juga tengah mengorganisasikan serangkaian kegiatan memorialisasi dan lobi di tingkat nasional dan internasional agar Komnas HAM kembali menyelidiki kasus ini berdasarkan UU 26 tahun 2000 tentang Pengadilan HAM.

 

Selain itu, soal kasus tragedi Paniai berdarah yang terjadi pada 8 Desember 2014 lalu, sejumlah pemuda dan mahasiswa Papua, yang tergabung dalam Forum Independen Mahasiswa (FIM) mempertanyakan kinerja Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM), dalam mengungkap pelaku penembakan di Paniai.

 

Melianus Duwitau, koordinator FIM mengatakan, kasus yang menewaskan empat siswa dan seorang pemuda, serta 17 pemuda luka-luka kritis adalah pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM), dilakukan oleh aparat TNI/Polri yang bertugas di Paniai.

“Kami dengan tegas meminta kepada tim KPP-HAM dan Kapolri untuk ungkap pelaku penembakan di Paniai secara terbuka kepada kelurga korban,” ujar Duwitau, saat jumpa pers di kantor ALDP, Padang bulan, Jayapura, Papua.

Menurut Duwitau, ketika tim Komnas HAM RI ada di Paniai, terjadi pembakaran gedung SMP YPPGI Wissel Enarotali yang biasa dipakai oleh dua sekolah, STKIP Touyemana dan SMK Yamewa, dimana empat pelajar yang tewas bersekolah disitu.

 

MIKAEL KUDIAI

Terkini

Populer Minggu Ini:

Mahasiswa Papua di Sulut Akan Gelar Aksi Damai Peringati Hari Aneksasi

0
“Jadi hasil akhir dari diskusi bahwa tanggal 1 Mey 2024 akan dilakukan aksi damai (aksi kampanye), sementara yang menjadi penanggung jawab dari aksi 1 Mei 2024 ini adalah organisasi KNPB Konsulat Indonesia yang dibawahi oleh saudara Agusten dan Kris sebagai coordinator lapangan,” jelas Meage.

Fortnightly updates in English about Papua and West Papua from the editors and friends of the banned 'Suara Papua' newspaper.