ArsipSaksi-Saksi Forkorus Dkk Didominasi Anggota Polisi

Saksi-Saksi Forkorus Dkk Didominasi Anggota Polisi

Kamis 2012-02-16 11:47:15

Dengan demikian maka dapat disimpulkan bahwa pihak penyidik bersama penuntut umum sudah mempersiapkan saksi-saksi yang nantinya dapat memperkuat dalil dakwaan Jaksa Penuntut Umum [JPU] tentang salahnya para terdakwa tersebut menurut hukum. Yaitu, bahwa para terdakwa sudah bersalah melakukan tindak pidana makar secara bersama-sama atau mencoba melakukan tindak pidana makar sebagaimana dimaksud dalam ketentuan pasal 106 Kitab Undang Undang Hukum Pidana [KUHPidana] juncto pasal 55 ayat [1] ke-1 KUHPidana juncto pasal 53 ayat [1] KUHPidana.

Sementara pada sisi lain, terdapat sejumlah saksi non-anggota Polisi yang pernah ditangkap dan diperiksa pasca 19 Oktober 2011 dan sudah disumpah oleh penyidik dengan memanfaatkan peluang sebagaimana diamanatkan di dalam pasal 116 ayat [1] Kitab Undang Undang Hukum Acara Pidana [KUHAP] yang berbunyi : "saksi diperiksa dengan tidak disumpah kecuali apabila ada cukup alasan untuk diduga bahwa ia tidak akan dapat hadir dalam pemeriksaan di Pengadilan".

Para saksi ini sejak awal sengaja disumpah terlebih dahulu baru memberikan keterangan di depan penyidik Polresta Jayapura dengan tujuan bahwa jikapun mereka nantinya pada waktu persidangan di Pengadilan Negeri [PN] Jayapura digelar atas diri para terdakwa dan para saksi tersebut tidak bisa hadir, maka keterangan mereka di penyidik itu dapat dibaca saja oleh Jaksa Penuntut Umum atas persetujuan dan seijin Majelis Hakim. Tentu pula atas sikap keberatan atau tidak keberatan dari para terdakwa dalam perkara ini juga.

Dengan demikian, dapat diasumsikan bahwa memang Negara melalui aparat penegak hukum seperti polisi dan jaksa dalam hal ini sudah mempersiapkan segenap langkah strategis untuk melegitimasi perbuatan Terdakwa Selpius Bobii, dkk sebagai tindak pidana makar yang dapat dihukum sesuai ancaman hukum dalam pasal 106 KUH Pidana yaitu dipidana penjara seumur hidup atau pidana penjara sementara selama 20 tahun.

Apabila dilihat dari awal persidangan dengan bentuk surat dakwaan yang menurut penilaian tim penasihat hukum para terdakwa tidak lengkap, tidak jelas dan kabur [obscuurlibel] sehingga harus batal demi hukum, tetapi dalam tanggapannya JPU maupun majelis hakim perkara ini dalam putusan selanya hanya berpedoman secara an sich pada ketentuan hukum dalam pasal 156 ayat [1] KUHAP dan pasal 143 ayat [2] huruf a dan b KUHAP, tapi tidak melakukan upaya mencermati jiwa dan semangat dari pasal-pasal perundangan tersebut dikaitkan dengan intisari pesan yang hendak disampaikan oleh tim Penasihat Hukum para Terdakwa dalam perkara ini.

Sehingga majelis hakim kemudian membuat putusan sela yang sangat kering dari kehendak luhur memperbaiki sistem penegakan hukum sebagai alat dalam menemukan solusi atas berbagai persoalan sosil-politik yang senantiasa terjadi di Tanah Papua dari masa ke masa.

Hakim perkara ini juga sudah sangat terjebak sejak semula dalam ruang yang sangat penuh tekanan, karena adanya kepentingan penguasan Negara ini melalui pejabat penegak hukum dan keamanan di Tanah Papua yang mendatangi majelis hakim setiap saat hari persidangan sebelum sidang-sidang perkara para terdakwa dilaksanakan.

Oleh sebab itu dapat dikatakan bahwa ending atau akhir dari pada persidangan perkara atas nama terdakwa Selpius Bobii, dkk ini juga terdakwa Forkorus Yaboisembut,S.Pd sudah dapat diprediksi sejak sekarang, dimana mereka tidak bakal lolos dari jeratan hukum sebagai pelaku tindak pidana makar.

Bagaimanapun menurut saya dari sisi hak asasi manusia, rakyat Papua melalui Dewan Adat Papua dan organisasi masyarakat sipil di daerah ini harus segera melakukan upaya-upaya untuk memperoleh simpati dan dukungan nasional dan internasional dalam mendorong dijaminnya hak kebebasan berpendapat dan berekspresi sebagaimana dijamin didalam Deklarasi Universal tentang hak asasi manusia, maupun kovenan internasional tentang hak-hak sipil dan politik maupun kovenan mengenai hak-hak sosial dan ekonomi serta Undang Undang Dasar 1945 maupun Undang Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia [HAM] di Indonesia.

Salah satu upaya nyata adalah mendorong dan mendesak dicabutnya pasal-pasal Makar seperti pasal 106 KUHPidana tersebut yang senantiasa dalam konteks keberadaannya, selalu dan selalu dipakai oleh aparat penegak hukum di negara ini sebagai alat ampuh untuk menindas berbagai gerakan pro demokrasi yang merupakan bagian dari upaya menyampaikan pendapat secara bebas dan demokratis sebagai tindak pidana makar yang dapat dihukum berat.

 

*Penulis adalah Advokat di Manokwari, Papua Barat, dan salah satu panasehat hukum Forkorus Yaboisembut Cs

Terkini

Populer Minggu Ini:

ULMWP: Aneksasi Papua Ke Dalam Indonesia Adalah Ilegal!

0
Tidak Sah semua klaim yang dibuat oleh pemerintah Indonesia mengenai status tanah Papua sebagai bagian integral dari Negara Kesatuan Republik Indonesia, karena tidak memiliki bukti- bukti sejarah yang otentik, murni dan sejati dan bahwa bangsa Papua Barat telah sungguh-sungguh memiliki kedaulatan sebagai suatu bangsa yang merdeka sederajat dengan bangsa- bangsa lain di muka bumi sejak tanggal 1 Desember 1961.

Fortnightly updates in English about Papua and West Papua from the editors and friends of the banned 'Suara Papua' newspaper.