ArsipKLB Mbua, Pdt. Ungirwalu: Pembangunan Harus Lihat Nilai Kemanusiaan

KLB Mbua, Pdt. Ungirwalu: Pembangunan Harus Lihat Nilai Kemanusiaan

Sabtu 2016-01-16 01:10:23

WAMENA, SUARAPAPUA.com — Melihat angka kematian anak di Mbua, Kabupaten Nduga, Papua yang terus berlanjut, Ketua Persekutuan Gereja-Gereja di Jayawijaya (PGGJ), Pdt. Abraham Ungirwalu tegas mengatakan, pembangunan apapun yang dilakukan di Tanah Papua mesti berdampak pada hal-hal kemanusiaan.

Sebab, menurutnya, jika manusianya dikorbankan. maka pembangunan sehebat apapun yang direncanakan dan dilakukan semuanya itu akan sia-sia belaka.

 

“Pembangunan apapun yang dilakukan di Papua harus memberikan out put bagi seluruh orang Papua. Tetapi misalnya kita bangun yang menikmati hanya segelintir orang, lebih baik kita tidak dibangun, tetapi kita hidup, dari pada kita dibangun, tetapi kita terus mengalami kematian secara luar biasa.”

 

“Oleh karena itu, ini menjadi warning bagi semua stakeholder melakukan penanganan secara serius, sehingga kematian anak ini kita anggap sebagai hal yang luar biasa. Bagi saya kebiasan pembiaran ini hal luar dari binasa,” ucap Pendeta yang akrab disapa Bram itu.

 

Tindakan pembiaran ini, kata Pendeta Bram, bukannya menjerumus ke arah yang lebih baik, melainkan menuju ke arah kehancuran.

 

Sebagai pihak gereja, ia menghimbau, agar pemerintah maupun semua pemangku kepentingan mesti melakukan tindakan nyata, sehingga semua umat mengalami suatu kehidupan yang lebih baik.

 

“Jangankan mengalami kematian, mengalami kesakitan pun kita harus berupaya untuk memperhatikan bagian kesehatan dengan serius, supaya pembangunan ini dinikmati oleh semua yang ada di atas tanah yang diberikan Tuhan ini,” imbuhnya.

 

Sementara itu, Pdt. Judas Meage, Ketua Klasis GKI Baliem Yalimo justru menyoalkan kunjungan Presiden Jokowi ke Wamena baru-baru ini yang tidak menyinggung sekecil apapun soal Kejadian Luar Biasa (KLB) di wilayah Mbua.

 

“Kalau memang Presiden datang untuk lihat langsung kondisi Papua, kenapa tidak singgung soal KLB yang sudah diketahui oleh Menteri Kesehatan. Saya juga pikir, setelah peresmian Terminal Bandara Wamena mungkin akan ke RSUD yang memprihatinkan yang jaraknya hanya 100 meter, ternyata tidak juga,” ujar Pendeta Meage heran.

 

Pendeta Meage juga mengungkapkan, apakah kemudian ini yang disebut dengan suatu pemusnahan umat yang selama ini disebut-sebut orang Papua, sehingga dibiarkan terlantar tanpa diperhatikan.

 

“Semua ini hanya mengarah pada kepentingan politik untuk kekayaan, kemana nasip Papua ini kedepan. Tetapi manusianya hanya dibiarkan begitu saja, ini harus disampaikan, karena kondisinya sangat memprihatinkan sekali,” imbuh Pendeta Meage.

 

Ia menekankan kepada Pemda Nduga untuk bertanggungjawab atas kejadian di wilayah Mbua. Masyarakat wilayah Mbua adalah masyarakatnya Pemda Nduga, sehingga harus memperhatikan, jangan membiarkan merana begitu saja.

 

Tetapi, diakuinya, tak adanya perhatian dari Pemda ke masyarakat Mbua yang terjadi selama ini memang sudah lazim adanya di negara Indonesia. Namun, jika KLB seperti ini terjadi di daerah lain atau negara lain, pemerintah daerah setempat bisa dituntut sesuai hukum karena tidak memperhatikan masyarakatnya.

 

“Ya, kejadian kematian ini adalah kejadian kemanusiaan, sehingga kita harus sampaikan, supaya ada perhatian yang serius. Jangan hanya pentingkan emas, perak dan kandungan yang ada di negeri in, lalu membiarkan manusianya korban tidak diperhatikan,” ujarnya.

 

Selain itu, Pendeta Meage mempertanyakan sikap dan perilaku pejabat Papua yang membiarkan kasus kematian berlanjut. Mereka adalah orang Papua, tetapi selalu menyalahkan orang Jakarta, terus apa yang sudah dilakukan oleh pejabat orang Papua itu sendiri?.

 

“Jangan menjadi pelacur untuk melacurkan diri dengan kepentingan politik semata yang merupakan hal serakah. Sehingga apa yang pejabat Nduga bisa lakukan tidak mereka lakukan. Ini fakta dan realitas saat ini.”

 

“Kita ini sebagai pimpinan Gereja mewakili umat menyampaikan, karena kematian umat di Mbua terus terjadi dan bukan satu dua orang, ini sudah puluhan lebih. Kami Gereja tegas minta Pemda Nduga, Provinsi Papua dan Pemerintah Pusat untuk segera ambil tindakan penyelamatan umat di Mbua,” pungkasnya.

 

ELISA SEKENYAP

Terkini

Populer Minggu Ini:

20 Tahun Menanti, Suku Moi Siap Rebut Kursi Wali Kota Sorong

0
"Kami ingin membangun kota Sorong dalam bingkai semangat kebersamaan, sebab daerah ini multietnik dan agama. Kini saatnya kami suku Moi bertarung dalam proses pemilihan wali kota Sorong," ujar Silas Ongge Kalami.

Fortnightly updates in English about Papua and West Papua from the editors and friends of the banned 'Suara Papua' newspaper.