ArsipSumule: Tindakan Gubernur Papua Minta DPRP Batalkan Perda Dana Cadangan Langgar Hukum

Sumule: Tindakan Gubernur Papua Minta DPRP Batalkan Perda Dana Cadangan Langgar Hukum

Kamis 2015-09-10 03:54:18

JAYAPURA, SUARAPAPUA.com — Akademisi dari Universitas Negeri Papua (Unipa), Dr. Agus Sumule, menegaskan, tindakan Gubernur Papua, Lukas Enembe, meminta Dewan Perwakilan Rakyat Papua (DPRP) membatalkan Peraturan Daerah (Perda) Dana Cadangan (dana abadi) telah melanggar hukum.

Menurut Sumule, perintah agar Papua memiliki Dana Abadi Papua terkandung dalam penjelasan Pasal 38 ayat 2 UU Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otsus Papua, sebagaimana telah diubah oleh UU Nomor 35 Tahun 2008.

Bunyi ayat 2 tersebut, kata Sumule, yakni, “Sebagai bagian dari pembangunan berkelanjutan di Provinsi Papua, Pemerintah Provinsi berkewajiban mengalokasikan sebagian dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Provinsi Papua yang diperoleh dari hasil eksploitasi sumber daya alam Papua untuk ditabung dalam bentuk dana abadi, yang hasilnya dapat dimanfaatkan untuk membiayai berbagai kegiatan pembangunan di masa mendatang.”

“Itulah sebabnya, hal pertama yang dilakukan mantan Gubernur Papua, Barnabas Suebu, setelah dilantik menjadi Gubernur Papua 2006-2011 adalah membentuk Perda Dana Abadi ini, namun nama yang digunakan adalah Dana Cadangan,” kata Sumule, kepada suarapapua.com, belum lama ini di Jayapura.

 

Menurut Sumule, digunakannya istilah Dana Cadangan adalah karena pada saat itu belum ada nomenklatur Dana Abadi dalam ketentuan Kemendagri yang mengatur tentang pengelolaan keuangan daerah.

Namun yang mengejutkan, beberapa waktu lalu Gubernur Papua, Lukas Enembe, dalam sidang paripurna tahun 2014 meminta agar Perda tentang Dana Cadangan tersebut dicabut oleh DPRP.

Ada dua alasan yang diberikan Gubernur Enembe, pertama, karena pemerintahannya membutuhkan banyak dana untuk kegiatan pembangunan, pendidikan dan kesehatan.

Dan kedua, karena Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia dalam LHP 2012 dan 2013 menyarankan agar dana itu digunakan dan tidak disimpan.

“Kedua alasan di atas ini sangat keliru. Lebih dari pada itu, seharusnya petugas BPK RI membaca dengan baik UU Otsus Papua sebelum memberikan saran yang jelas-jelas melanggar hukum tersebut.”

“Pemerintah Provinsi Papua sekarang mengalami defisit, dan defisit itu bisa ditanggulangi dengan melakukan efisiensi berbagai pengeluaran, tanpa harus mengambil Dana Cadangan dan melegitimasinya dengan membatalkan atau mengubah Perda, dan menjustifikasi keputusan itu dengan LHP BPK RI,” kata staf ahli mantan Gubernur Papua, Barnabas Suebu ini.

“Saya dengan sedih hati ingin menyampaikan melalui kesempatan ini bahwa BPK RI telah ikut serta secara langsung mendorong pemerintah Provinsi Papua untuk mengambil hak generasi Papua di masa datang.”

“Karena itulah pengertian paling hakiki dari istilah Dana Abadi: suatu dana yang tersedia sepanjang masa karena dari pokok dana itu bisa diperoleh bunga keuntungan-keuntungan lain yang sah,” kata Sumule.

Menurut Sumule, seharusnya BPK RI membantu Pemerintah Provinsi Papua untuk semakin memperbesar jumlah dana itu, dan mencari alternatif-alternatif keuntungan yang sah dari pokok dana tersebut.

“BPK RI tentu tahu bahwa sebagian negara/wilayah di dunia ini yang perekonomiannya tergantung pada sumber daya alam pasti memiliki Dana Abadi,” tegasnya lagi.

Sementara itu, salah satu staf Badan Perencanaan Pembangan Daerah (Bappeda) Provinsi Papua, yang enggan dimediakan namanya menjelaskan, dana cadangan disimpan di rekening tersendiri sejak tahun anggaran 2006.

Menurut sumber ini, dana Otonomi Khusus (Otsus) yang disimpan pada tahun anggaran 2006 sebesar Rp. 36.000.000.000,00 (tiga puluh enam miliar rupiah); tahun anggaran 2007 disisihkan sebesar Rp. 164.000.000.000,00 (seratus enam puluh empat miliar rupiah).

 

Kemudian, tahun anggaran 2008 telah disisihkan anggaran sebesar Rp. 100.000.000.000,00 (seratus miliar rupiah). Tahun anggaran 2009 disisihkan sebesar Rp. 100.000.000.000,00 (seratus miliar rupiah).

Dan anggaran tahun 2010 hingga 2014, dan selanjutnya disisihkan paling sedikit sebesar Rp. 100.000.000.000,00 (seratus miliar rupiah) setiap tahun.

“Artinya kalau hitung-hitung, dana cadangan yang tersimpan karena adanya Perda dana cadangan tersebut adalah Rp. 800.000.000.000,00 (delapan ratus miliar rupiah),” kata sumber ini.

Namun yang memprihatinkan, menurut sumber ini, usai pelantikan Gubernur Papua, Lukas Enembe, pada 9 April 2013, dana cadangan yang tersimpan di rekening tersendiri telah diminta oleh Gubernur Papua untuk digunakan untuk pembiayaan berbagai hal.

“Setahu saya, sebelum sidang paripurna tahun 2014, dana cadangan yang tersimpan di kas telah digunakan oleh Gubernur Papua sebesar 50% atau sekitar Rp. 400 Miliar, dan tahun 2015 tidak ada dana yang disisihkan lagi ke rekening dana cadangan,” ujarnya.

Masih menurut sumber ini, Gubernur menggunakan dana tersebut untuk membiayai beberapa hal, diantaranya urusan RUU Otsus Plus yang menghabiskan anggaran sekitar Rp. 65 Miliar, membiayai urusan smelter sekitar Rp. 15 Miliar, dan urusan-urusan perjalanan dinas Gubernur.

 

“Dan yang paling aneh Lembaga Pemberdayaan Keagamaan Papua (LPKP) yang baru dibentuk diberikan dana oleh Pemerintah Provinsi Papua sebesar 70 Miliar, pencairan dana ini dilangsungkan pada bulan Oktober 2014, dan disuruh habiskan hingga Desember 2014, ini penyalahan penggunaan anggaran yang serius dan harus dipertanggungjawabkan,” katanya.

Jika Gubernur Papua, Lukas Enembe, tidak menggunakan dana cadangan yang tersimpan di kas, maka hingga tahun 2025 saat status Otonomi Khusus akan berakhir, dana simpanan bisa mencapai Rp. 1,9 Triliun.

“Jadi, sebenarnya Gubernur telah lebih dulu menggunakan dana tersebut, kemudian menyampaikan secara resmi di sidang paripurna DPRP, agar kesannya dana tersebut belum digunakan, padahal kas dana cadangan tinggal sedikit saja, dan masih terus digunakan,” kata sumber media ini yang telah lama bekerja di Bappeda Provinsi Papua.

Sekertaris Daerah Provinsi Papua, Heri Dosinaen, ketika dikonfirmasi media ini melalui sambungan telepon selulernya terkait penggunaan dana cadangan oleh Gubernur Papua tak memberikan respons. Beberapa pesan singkat yang dikirim juga tak dibalas.

OKTOVIANUS POGAU

Terkini

Populer Minggu Ini:

Rakyat Papua Menolak Pemindahan Makam Tokoh Besar Papua Dortheys Eluay

0
Pemindahan Makam almarhum Dortheys H Eluay, salah satu bentuk penghinaan terhadap martabat orang Papua, tetapi juga salah satu bentuk pelecehan terhadap struktur sosial masyarakat Sentani. Karena beliau adalah salah satu tokoh besar, termasuk ondofolo besar masyarakat Sentani.

Fortnightly updates in English about Papua and West Papua from the editors and friends of the banned 'Suara Papua' newspaper.