
JAYAPURA, SUARAPAPUA.com— Pada 18 September kemarin dikabarkan telah terjadi penembakan yang dilakukan aparat gabungan TNI dan Polri di Ilaga Utara, tepatnya di kampung Olenki, Puncak Papua.
Akibatnya dikabarkan bahwa seorang anak balita, seorang anak sekolah dan seorang laki-laki yang bekerja sebagai satpol PP di Puncak Papua meninggal tertembak pada 17 September kemarin. Sementara, lima orang lainnya mengalami luka tembak dan sudah dirujuk ke Timika.
Sebelum melihat penembakan dari aparat gabungan yang menewaskan tiga orang dan lima orang luka-luka ini, Suara Papua merangkum beberapa peristiwa yang terjadi sejak bulan Agustus 2019.
1 Agustus 2019
Pada tanggal 1 Agustus 2019 Tentara Pembebebasan Nasional Papua Barat (TPNPB), sayap militer dari Organisasi Papua Merdeka (OPM) melakukan penyatuan militer yang diberi nama Unifikasi TPNPB. Kegiatan ini dihadiri oleh pasukan militer TPNPB dari berbagai wilayah di Papua. Kegiatan ini digelar di kampung Tegelobak. Pimpinan dan utusan dari seluruh Kodap di seluruh tanah Papua hair dalam kegiatan ini.
12 Agustus 2019
Pada 12 Agustus 2019, Briptu Heidar ditemukan tewas di kampung Usir, Ilaga, Kab. Puncak Papua. Briptu Heidar adalah anggota Direskrim Polda Papua.
Pada 13 Agustus 2019, Pukul 12.00 WIT aparat Gabungan TNI Polri berjumlah 105 Personel yang terdiri dari anggota Polsek, Satgas Maleo Kopassus, Yonif 751 Raider, Brimob dan Timsus Polda Papua melaksanakan pengejaran terhadap pelaku yang menewaskan Briptu Heidar.
24 Agustus 2019
Pada 24 Agustus 2019, aparat gabungan melakukan penyisiran di Kampung Tegelobak. Kampung Tegelobak adalah tempat di mana pada tanggal 1 Agustus 2019 TPNPB melakukan unifikasi. Penyisiran tersebut dimaksudkan untuk mengejar mengejar kelompok bersenjata pimpinan Goliath Tabuni dan Anton Tabuni
Kepala Distrik Gome, Nius Tabuni mengatakan pergerakan aparat keamanan di Distrik Gome mulai terlihat sejak Sabtu pukul 06.00 WP. Dia juga mengungkapkan bahwa di Tegelobak dan Ninggabuma, ia melihat ada anggota yang ia kenali sebagai anggota TNI itu memeriksa rumah dan honai warga.
Baca Juga: Aparat Gabungan Dilaporkan Sedang Penyisiran di Puncak Papua
Akibat dari penyisiran tersebut warga dari kampung Tegelobak, Ninggambuma, Kelanunggin dan Mitimaga mengungsi ke Gome, tepatnya di kampung Yenggernok, di halaman kantor klasis GKII Gome.
Ketua Klasis GKII Gome di Kampung Yenggernok, Tinus Murib membenarkan para warga sipil telah mengungsi ke Kantor Klasis GKII Gome di Kampung Yenggernok.
“Jumlah total kami belum hitung. Kebanyakan warga di Klasis GKII Gome adalah perempuan dan anak-anak. Juga ibu-ibu lanjut usia,” ungkapnya saat itu.
Kepala Dinas Sosial Kabupaten Puncak, Oktovianus Alom membenarkan warga dari sejumlah kampung di Distrik Gome mengungsi pada Sabtu. Alom menyatakan Pemerintah Kabupaten Puncak telah menyerahkan 3 ton beras untuk membantu para pengungsi.
25 Agustus 2019

Pada Minggu 25 Agustus warga, warga perabukan jenazah Ginobina Tabuni (60) di kampung Upaga. Pria lansia ini meninggal dan terbakar di dalam rumah akibat penyisiran aparat keamanan dan menimbulkan kepanikan para warga sipil sehingga terpaksa ditinggalkan keluarganya yang panik saat mengungsi.
Pengungsi bertambah. Pada hari Minggu sebanyak 16 warga itu berasal dari Kampung Tegelobak (4 orang), Misimaga (4 orang), Kelanunggin (3 orang), Upaga (3 orang), dan Ninggabuma (2 orang). Pada
26 Agustus 2019
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kab. Puncak Papua , Yanes Murib membenarkan adanya penyisiran dan pengejaran kelompok bersenjaga oleh aparat keamanan di warga dari kampung Tegelobak, Ninggambuma, Kelanunggin, Upaga dan Mitimaga.
Yanes juga menerima laporan sejumlah 20 honai di Tegelobak, Mitimaga, Kelanunggin terbakar pada Sabtu 24 Agustus.
Kepala Distrik Gome Nius Tabuni mengungkapkan bahwa jumlah pengungsi telah mencapai 800 orang dan ada penambahan delapan warga sipil yang mengungsi dari kampung kelanunggin dan Kampung Upaga pada Senin 26 Agustus.
Dan ia juga mengatakan bahwa pemerintah daerah lewat dinas sosial telah membantu sembako. Selain itu ia juga mengungkapkan bahwa sudah mendirikan tiga tenda untuk menampung pengungsian.
Satu orang warga sipil dari Kelanunggin baru bergabung lagi di pengungsian pada hari Senin 26 Agustus 2019.
Baca Juga: 800-an Orang Mengungsi ke Distrik Gome, Puncak Papua
27 Agustus 2019
Penyisiran dan operasi masih berlanjut. Hingga 27 Agustus kondisi pengungsi khusus anak-anak mereka belum bisa bersekolah karena tidak ada relawan atau guru yang mengajari anak anak ini di tenda pengungsian.
Rumah Sakit Ilaga membagikan empat karung pakaian bagi anak-anak yang mengungsi. Selain pakaian, rumah sakit juga membantu memberikan kue-kue, bingkisan, serta uang 150 juta.
1 September 2019
Torius Tabuni, relawan pengungsi di Gome, Kab. Puncak Papua mengatakan situasi belum pulih dan masyarakat masih berada di pengungsian. Situasi belum kondusif dikarenakan batas-batas Distrik Gome dikuasai oleh aparat keamanan.
para pengungsi masih takut pulang, karena aparat keamanan masih menyisir wilayah Distrik Gome untuk mengejar kelompok bersenjata Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat (TPNPB) yang dipimpin Goliat Tabuni dan Anton Tabuni.
Seorang aktivis kemanusiaan yang berdomisili di Ilaga, Ceva Anam menyatakan sejak 24 Agustus 2019 lalu aparat keamanan terus didatangkan ke Distrik Gome. Ia mengatakan, sejumlah aparat keamanan di Sinak juga ditarik ke Ilaga.
Menyangkut informasi operasi yang sedang berlangsung ini, Kapendam XVII/Cenderawasih Letkol CPL Eko Daryanto menyatakan belum menerima update terkait informasi adanya penyisiran sejumlah kampung di Distrik Gome, Puncak.
2 September 2019

Hingga 2 September penyisiran di sejumlah kampung yang ada di distrik Gome masih dilakukan aparat gabungan TNI dan Polri. Jumlah warga yang mengungsi dilaporkan mencapai 1.500 jiwa.
Sebelumnya per 26 Agustus jumlah pengungsi yang dilaporkan mencapai 800. Pengungsi berasal dari kampung Mitimaga, Agiyome, Gome, Kelanungin, Ninggabuma, Tegelobak, Upaga, Wako, dan Yonggolawi.
Antara 24 Agustus – 2 September dilaporkan empat orang warga sipil meninggal dunia dan satu orang anak sekolah mengalami luka-luka. Dilaporkan juga bahwa 20 rumah warga di kampung Tegelobak dan sekitarnya dibakar oleh TNI/Polri.
Pastor Paroki St Petrus Ilaga, Pastor Ronal Sitanggang Pr membenarkan bahwa memang ada pengungsian di Distrik Gome dan ada penyisiran ke dari aparat ke beberapa kampung di distrik Gome sejak 24 Agustus 2019.
Menurut pastor, penyisiran masih berlangsung, namun jarang terjadi kontak senjata berkepanjangan antara aparat keamanan dan kelompok bersenjata. Pastor Ronal mengatakan, sejak penyisiran aparat keamanan di Distrik Gome dimulai pada 24 Agustus 2019, telah beberapa kali terdengar suara tembakan. Akan tetapi, tidak pernah terjadi tembak-menembak berkepanjangan antara aparat keamanan dan kelompok bersenjata.
4 September 2019
Pada 4 september 2019 pengungsi makin bertambah. Yaitu mencapai angka 2000 warga. Pengungsian berasal dari 11 kampung di distrik Gome. Mereka ditampung di dalam enam tenda pengungsian yang sudah dibangun.
Stok makanan berkurang dan menipis. Per 4 September di gudang tersisa sembilan sak beras ukuran 25 kilogram, bantuan dari Polsek Gome.
Masyarakat jadi takut beraktivitas di hutan yang menjadi lokasi berkebun mereka karena di lokasi sudah dikuasai aparat kemanan yang melakukan pengejaran kepada TPNPB. Penyisiran dilakukan di kampung Kelanungin, Upaga, Tegelobak, Misimaga, Niggibuma, Agome, Gome, dan Yenggegolawi.
Per 4 September, pemerintah membantu lewat Dinas Sosial dan Dinas Pemberdayaan Perempuan Kabupaten Puncak, serta Puskesmas Gome. Pengungsi kesulitan untuk memenuhi sendiri kebutuhan makan mereka.
Aparat melarang masyarakat ke kebun. Sejak akhir Agustus aparat gabungan TNI dan Polri hanya mengizinkan lima orang perempuan yang pergi ke kebun setelah mendapat izin dari aparat gabungan.
Torius Tabuni, relawan di distrik Gome mengungkapkan bahwa sudah sudah minggu tiga SD di Gome tidak ada aktivitas belajar mengajar. KBM di dua sekolah tersebut terjadi karena penyisiran aparat keamanan ke beberapa kampung di distrik Gome. Kuatir akan penyisiran terjadi membuat para guru di tiga sekolah dasar di Distrik Gome telah mengungsi ke Ilaga, ibukota Kabupaten Puncak. Sehingga sejak 26 Agustus 2019 para anak pengungsi di Distrik Gome tidak bisa bersekolah.
Dua sekolah itu adalah SDK YPPK, dan satu SD YPPGI. Sebelum terjadinya pengejaran aparat keamanan terhadap kelompok bersenjata di sana, seluruh guru ketiga SD itu aktif mengajar, dan proses belajar-mengajar berjalan lancar.
17 September 2019
Terjadi penembakan yang menewaskan tiga orang wagra spili, satu bayi, satu anak dan satu orang dewasa serta lima orang mengalami luka tembak. Lima orang tersebut sudah dirujuk dan dirawat di Timika, Papua.
Korban Meninggal Akibat Penyisiran oleh TNI/POlri di Tegelobak, Gome
No | Nama Korban | Umur | Keterangan korban | Ket. |
1 | Minanggen Wakerkwa | 60-an | Terjebak di hutan selama 3 haris pasca pengungsian lalu meniggal dunia pada hari Senin, 26 Agustus 2019 | Telah meniggal dunia, di Di distrik Gome |
2. | Yul Magai | 18 | Siswa Kelas tiga SMP Ketika hendak ke sekolah tanpa menggunakan pakaian seragam lalu di tembak oleh aparat gabungan. Telah meniggal dunia 28 Agustus 2019 | Telah meniggal dunia di kampung Upaga |
3 | Ginobinok Tabuni | 60-an | Terjebak didalam honai. Karena ketautan penyisiran di Kampung Tegelobak. Pak tua ini tidak bisa lari karena factor usia akhirnya terbakar bersama honai, | Telah meniggal dunia di Di distrik Gome |
4 | Giluarikmban Tabuni | 40-an | Meninggalnya hari jumat di pengungsian karena sakit. | Meniggal dunia |
Sumber: kolaborasi data dari laporan Jubi.co.id dan suarapapua.com
Penyisiran di kampung Tegelobak dan pengungsian dari kampung-kampung yang ada di sekitar Tegelobak, sitrik Gome sudah terjadi sejak 24 Agustus. Sejak terjadi pengungsian warga sipil ke Gome dan penyisiran aparat ke Tegelobak, Jubi.co.id dan Suara Papua memberitakan peristiwa ini.
Runut peristiwa yang terjadi di distrik Gome ini diolah dari berita-berita yang disiarkan Jubi dan Suara Papua.
Sampai saat ini, aparat gabungan TNI dan Polri masih melakukan penyisiran di beberapa kampung yang ada di distrik Gome.
Pewarta: Arnold Belau