PartnersPBB Prihatin Dengan Kekerasan yang Terjadi Selama Pemilihan di PNG

PBB Prihatin Dengan Kekerasan yang Terjadi Selama Pemilihan di PNG

JAYAPURA, SUARAPAPUA.com— PBB telah “dengan tegas” mengutuk eskalasi kekerasan di pegunungan tinggi Papua Nugini yang meletus selama pemilihan nasional.

Mereka menyerukan “penghentian segera” kekerasan di tengah situasi keamanan yang memburuk saat pemungutan suara yang hampir berakhir di wilayah pegunungan tengah, serta “penyelidikan cepat” dan penuntutan terhadap mereka yang bertanggung jawab.
Penjabat koordinator PBB Dirk Wagener mengatakan dirinya “sangat prihatin atas tuduhan pembunuhan brutal terhadap puluhan warga sipil. Laporan kekerasan seksual keji terhadap perempuan, termasuk setidaknya delapan anak perempuan, dan perkiraan beberapa ribu orang – yang kebanyakan perempuan dan anak-anak yang mengungsi.”

“Kekerasan yang tidak berkurang ini menunjukkan pengabaian hak asasi manusia, dan supremasi hukum,” tambah Dirk.

Menurut laporan, proses pemilihan yang berlarut-larut telah dirusak oleh tuduhan perusakan surat suara, dan pencurian kotak suara di beberapa provinsi yang memicu frustrasi publik dan meningkatkan ketegangan.

Organisasi yang buruk, perencanaan, dan persaingan klan yang mendasari juga telah disebut sebagai faktor yang memicu ketidakstabilan selama proses pemungutan suara, yanga mana sebagian pemenang di banyak tempat telah diumumkan.

Baca Juga:  Kunjungan Paus ke PNG Ditunda Hingga September 2024

Di beberapa daerah, kekerasan begitu parah, yang dilaporkan telah menimbulkan kekhawatiran bahwa seluruh proses demokrasi dapat tergelincir.

“Keluarga di banyak distrik hidup dalam ketakutan karena kekerasan yang meluas di komunitas mereka,” kata tim PBB di PNG.

Dalam pernyataan PBB menyatakan, kekerasan di pegunungan tinggi telah memaksa sekitar 3.000 orang di Enga meninggalkan rumah mereka dan telah menyebabkan kerusakan pada sekolah dan fasilitas medis. Sementara bisnis dan pasar juga ditutup sementara.

Beberapa ruas jalan sengaja diputus melalui penggalian parit dan perusakan jembatan, sehingga mengakibatkan terganggunya pengiriman barang dan jasa kepada masyarakat yang saat ini mengalami kelangkaan bahan pangan, bahan bakar, obat-obatan, dan perbekalan penting lainnya.

PBB mendesak semua pihak untuk segera menghentikan semua pertempuran dan meminta pihak berwenang untuk menyelidiki sepenuhnya.

“Saya ingin menggarisbawahi bahwa negara Papua Nugini memiliki tanggung jawab untuk menegakkan supremasi hukum dan menjamin keselamatan semua orang dan harta benda, terutama anggota masyarakat yang paling rentan,” katanya.

Baca Juga:  Jurnalis Senior Ini Resmi Menjabat Komisaris PT KBI
Dirk Wagener. (PBB)

Orang yang Kebal Terhadap Kekerasan
Koresponden Radio New Zealand Pacific di PNG percaya orang sekarang menjadi terbiasa dengan kekerasan selama pemilihan.

Scott Waide mengatakan kekerasan ekstrem mencerminkan frustrasi publik yang lebih luas dalam pemilihan yang tidak direncanakan dan dikelola dengan baik.

Dia mengatakan kepada Pacific Waves bahwa tiga minggu pemungutan suara telah sangat dipengaruhi oleh pembakaran atau pencurian kotak suara, dan pertempuran suku yang kejam, terutama di Provinsi Enga.

Waide mengaku dari para masyarakat yangterbunuh lebih banyak adalah wanita.

“Banyak wanita yang terbunuh. Sejumlah besar wanita terbunuh di dalam wilayah gereja.”

“Kekerasan semacam itu sangat mengkhawatirkan di Papua Nugini. Banyak orang telah terbiasa melihat masalah di bagian wilayah itu, tetapi sejumlah besar orang terbunuh dalam sekali sangat mengecewakan.”

Kekerasan Dapat Memperpanjang Pemungutan Suara di Beberapa Daerah
Pemilihan dapat diperpanjang di beberapa daerah, untuk satu atau dua hari lagi, setelah komplikasi logistik menunda pemungutan suara di Provinsi bagian Barat.

Baca Juga:  Manasseh Sogavare Mengundurkan Diri Dari Pencalonan Perdana Menteri

Tiga minggu pemungutan suara akan selesai pada hari Jumat, dengan surat perintah akan dikembalikan pada tanggal 29 Juli 2022.

Waide mengatakan pemungutan suara di Provinsi Barat sering menjadi tantangan, dengan para pejabat yang terpaksa melakukan perjalanan jauh dengan berjalan kaki, membawa kotak suara, yang menyebabkan penundaan dalam pemungutan suara.

Dia mengatakan perpanjangan pemungutan suara juga mungkin terjadi, karena alasan lain, seperti protes pemilih.

“Pemilih yang frustrasi sebenarnya mengemas makanan di salah satu kotak suara dan mengirimkannya kembali ke petugas pemungutan suara, karena mereka mengatakan kami belum menerima layanan apa pun dalam lima tahun terakhir. Jadi ini pernyataan kami kirimkan kembali ke tim pemungutan suara karena jika kotak pemungutan suara bisa datang ke daerah kita, kenapa tidak bisa dilayani? Jadi ya, pemungutan suara mungkin diperpanjang di beberapa daerah.”

 

Editor: Elisa Sekenyap

Terkini

Populer Minggu Ini:

Jurnalis Senior Ini Resmi Menjabat Komisaris PT KBI

0
Kendati sibuk dengan jabatan komisaris BUMN, dunia jurnalistik dan teater tak pernah benar-benar ia tinggalkan. Hingga kini, ia tetap berkontribusi sebagai penulis buku dan penulis artikel di berbagai platform media online.

Fortnightly updates in English about Papua and West Papua from the editors and friends of the banned 'Suara Papua' newspaper.