BeritaJokowi Absen Hadiri Sidang Umum PBB, Kemlu Tidak Pastikan Isu Papua

Jokowi Absen Hadiri Sidang Umum PBB, Kemlu Tidak Pastikan Isu Papua

JAYAPURA, SUARAPAPUA.com — Sidang umum Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) ke-77 di New York, Amerika Serikat, dibuka 13 September 2022. Sedangkan, sesi High Level Week (HLW) akan berlangsung selama sepekan, 20-26 September mendatang.

Sidang majelis umum PBB kerapkali dijadikan ajang bagi negara-negara Pasifik dan Melanesia untuk menyuarakan pelanggaran hak asasi manusia (HAM) di Papua. Bahkan pernah pula ada suara dukungan untuk referendum atau pemisahan Papua dari Indonesia.

Direktur jenderal Kerjasama Multilateral Kementerian Luar Negeri RI, Tri Tharyat mengatakan, hal itu sudah biasa terjadi setidaknya selama enam tahun terakhir.

Kepada wartawan di Ritz-Carlton, Jakarta, Senin (12/9/2022), Tri Tharyat akui masih negara tertentu selalu berusaha merongrong integritas Indonesia dengan isu pelanggaran HAM di Papua.

“Dalam enam tahun terakhir, beberapa negara Pasifik selalu berbicara di sidang umum PBB atas nama teman-teman Papua. Saat ini tinggal satu yang selalu menyuarakan (Vanuatu), klaim sepihak dari mereka (bahwa katanya Papua) ingin melepaskan diri dari Indonesia,” kata Tri, dilansir IDN Times.

Terhadap dinamika tersebut, pemerintah Indonesia menurutnya tak akan ambil pusing. Sebab, pemerintah telah melakukan berbagai kemajuan di Papua.

Di sisi lain, Kemlu juga kian erat menggandeng negara-negara Pasifik sebagai mitra Indonesia.

“Baru-baru ini, ibu Menlu ke Fiji dan Solomon untuk menyampaikan bantuan Indonesia ke negara-negara tersebut dan juga untuk berdialog dengan negara-negara Pasifik,” jelasnya.

Hanya saja, Tri tak bisa memastikan apakah isu Papua akan menjadi pembahasan di PBB atau tidak. Sebab, setiap negara pada sesi HLW bisa mengangkat isu apa saja sesuai kepentingan nasionalnya.

Baca Juga:  Empat Jurnalis di Nabire Dihadang Hingga Dikeroyok Polisi Saat Liput Aksi Demo

“Kita tidak tahu juga apakah ada negara yang ngomong soal Papua. Gak bisa prediksi. Tapi buat kita, yang penting adalah promosi HAM. Dan saya kira sudah lebih dari cukup. Baru saja dua minggu lalu di Pidato Kenegaraan, pak presiden menyebutkan soal penyelesaian kasus HAM di masa lalu dan (menyampaikan) perhatian beliau terhadap kasus mutilasi (di Papua),” tuturnya.

Lanjut Tri, “Yang jelas, sudah banyak kemajuan yang terjadi di Papua dan Papua Barat. Tentunya kita upayakan (isu Papua) tidak diangkat dalam konteks pelanggaran HAM, oleh negara yang seolah-olah mengatasnamakan Papua dan Papua Barat.”

Secara umum, kata dia, hampir semua anggota PBB mendukung integritas dan kedaulatan Indonesia.

“Semua negara boleh mengangkat isu apa saja di forum PBB, karena tidak ada larangan. Tetapi tidak ada internasionalisasi isu Papua,” ujarnya.

Tri juga tegaskan, tidak semua pernyataan soal Papua yang dibicarakan di forum PBB berdasarkan bukti dan fakta.

Menurut dia, perdebatan dalam sidang majelis umum PBB adalah hal yang normal. Kepentingan nasional yang berbeda kerap menjadikan forum PBB sebagai wadah debat antarnegara.

“Biasanya, di awal-awal pidato pembukaan yang terjadi adalah saling tuding antara Amerika dan negara yang berseberangan. Yang pasti semua kepala negara akan berbicara yang menjadi pokok kepentingan nasionalnya masing-masing dan itu tidak dibatasi,” tambah Tri.

Menlu Wakili Jokowi

Seperti sebelumnya, sidang umum PBB tahun ini pun tanpa kehadiran presiden Joko Widodo.

Baca Juga:  Kadis PUPR Sorsel Diduga Terlibat Politik Praktis, Obaja: Harus Dinonaktifkan

Indonesia akan diwakili Menlu Retno Marsudi pada sesi HLW.

“Pak presiden tidak berangkat untuk hadiri sidang umum PBB tahun ini,” katanya.

Pada periode pertamanya, delegasi Indonesia dalam HLW dipimpin wakil presiden Jusuf Kalla. Tahun ini, Jokowi tidak menunjuk Wapres Ma’ruf Amin untuk menghadirinya.

“Tahun ini sidang umum PBB, ibu Menlu akan berbicara atas nama Republik Indonesia,” ujar Tri seraya mengaku pesan presiden Jokowi tak akan disajikan dalam bentuk video rekaman, seperti tahun sebelumnya.

Sudah delapan kali Jokowi absen menghadiri langsung pertemuan tingkat tinggi itu sejak awal memimpin negara ini.

Di sidang umum PBB tahun ini, beber Tri, ada lima hal yang setidaknya menjadi concern Indonesia.

Pertama, relevansi Indonesia sebagai Presidensi G20 dan persiapan menjelang KTT G20 di Bali, serta rencana Indonesia di keketuaan ASEAN 2023.

Kedua, menekankan pentingnya multilateralisme.

Ketiga, mengedepankan peran PBB di dalam penanganan tantangan global, khususnya isu pemulihan ekonomi pascapandemik dan penanganan iklim.

Keempat, penguatan arsitektur kesehatan global.

Kelima, upaya penyelesaian sengketa secara damai.

Sidang umum PBB ke-77 akan dipimpin oleh Hungaria dengan tema besar pembahasannya yakni bagaimana solusi transformatif di tengah kompleksitas tantangan global.

Ada sejumlah isu yang melatarbelakangi tema tersebut, antara lain perang Rusia-Ukraina, pendekatan unilateralisme dalam penyelesaian masalah internasional, situasi di Pasifik dan eskalasi Taiwan-China, isu nuklir di Semenanjung Korea, pandemi Covid-19, dan wabah monkeypox (cacar monyet).

Baca Juga:  MRP dan DPRP Fraksi Otsus se-Tanah Papua Minta Jokowi Terbitkan Perppu Hak Politik OAP

Respons Kasus Mutilasi

Sementara itu, sesi ke-15 Sidang Dewan HAM PBB telah dimulai sejak Senin (12/9/2022) di kantor PBB di Jenewa, Swiss.

Isu Papua terutama mengenai kasus pelanggaran HAM termasuk laporan terbaru tentang kasus pembunuhan disertai mutilasi terhadap empat warga sipil asal Nduga di Timika, kabupaten Mimika, pada 22 Agustus 2022 disinggung oleh Nada Al-Nashif, Penjabat Komisioner Tinggi HAM PBB, dalam pidato umum pada hari pembukaan sesi ke-51.

Nada Al-Nashif mengatakan, pihaknya memiliki laporan tentang masih berlanjutnya kasus kekerasan yang intensif di wilayah Papua, baik provinsi Papua maupun Papua Barat.

“Di wilayah Papua (Provinsi Papua dan Papua Barat) di Indonesia, kami memiliki laporan tentang kekerasan yang intensif, termasuk bentrokan antara pasukan keamanan Indonesia dan kelompok bersenjata yang mengakibatkan korban dan kematian warga sipil dalam jumlah yang tidak diketahui dan pengungsian internal,” bebernya, dikutip dari website resmi Office of the High Commissioner for Human Rights.

Al-Nashif juga mengaku terkejut dengan kasus mutilasi di Timika.

“Saya terkejut dengan laporan baru-baru ini tentang mayat empat warga sipil asli Papua yang terpotong-potong ditemukan di Timika di provinsi Papua pada tanggal 22 Agustus,” lanjutnya.

Nada menambahkan, “Saya mencatat upaya awal pemerintah untuk menyelidiki, termasuk penangkapan setidaknya enam personel militer, dan mendesak penyelidikan yang menyeluruh, tidak memihak, dan independen, meminta pertanggungjawaban mereka yang bertanggungjawab.”

Sesi ke-51 Sidang Dewan HAM PBB akan berlangsung hingga 7 Oktober mendatang.

REDAKSI

Terkini

Populer Minggu Ini:

61 Tahun Aneksasi Bangsa Papua Telah Melahirkan Penindasan Secara Sistematis

0
“Kami mendesak tarik militer organik dan non organik dari tanah Papua dan hentikan operasi militer di atas tanah Papua. Cabut undang-undang Omnibus law, buka akses jurnalis asing dan nasional seluas-luasnya ke tanah Papua,” pungkasnya.

Fortnightly updates in English about Papua and West Papua from the editors and friends of the banned 'Suara Papua' newspaper.