BeritaDishub PB Sosialisasikan Rencana Bangun Jalur Kereta Api Sorong-Manokwari

Dishub PB Sosialisasikan Rencana Bangun Jalur Kereta Api Sorong-Manokwari

SORONG, SUARAPAPUA.com — Dinas Perhubungan provinsi Papua Barat (PB) menggelar sosialisasi rencana pembangunan rel kereta api Sorong-Manokwari fase satu 75 Kilometer, Rabu (21/9/2022) di Kek, rumah Lembaga Masyarakat Adat (LMA) suku Moi di kabupaten dan kota Sorong.

Kegiatan sosialisasi dihadiri pengurus LMA, dewan adat, dan undangan lainnya.

Max L Sabarofek, kepala bidang Pengembangan Kereta Api dinas Perhubungan provinsi PB, menjelaskan, sosialisasi tersebut untuk menindaklanjuti rencana program pembangunan transportasi kereta api di wilayah provinsi PB.

Max mengatakan, jalur kereta api ada tiga segmen dan apa yang didiskusikan di gedung LMA Malamoi itu merupakan fase pertama. Dalam fase pertama, rute jalur awalnya direncanakan titik 0 KM di bandar udara DEO, tetapi pemerintah kota Sorong menyarankan untuk titik 0 Km di pelabuhan.

Karena itu, kata Max, titik pembangunan rel kereta api diwacanakan akan dibangun dari pelabuhan besar kota Sorong dengan stasion satu dimulai dari bandara DEO, pelabuhan Arar, SPB Kawasan Ekonomi Khusus (KEK), SPB Klamono, Pertamina Klamono, SPB Maladofok dan Sayosa 75 Km.

“Kami melanjutkan apa yang dicanangkan dalam program pemerintahan dalam hal ini pembangunan transportasi kereta api. Tahapan kereta api yang kita jadwalkan dan lagi sementara jalan adalah transportasi yang sudah diatur dan dilaksanakan di pemerintah provinsi Papua Barat,” katanya.

Baca Juga:  Dua Anak Diterjang Peluru, Satu Tewas, Satu Kritis Dalam Konflik di Intan Jaya

Rencana jalur kereta api, jelas Max, dibagi atas tiga segmen yakni segmen pertama dari kota Sorong, kabupaten Sorong, dan kabupaten Maybrat atau Sayosa.

“Tiga segmen ini sekitar 75 kilo meter. Kita sosialisasikan di gedung adat suku Moi kota Sorong itu adalah jalur yang nanti dilewati kereta api akan berdampak pada hak ulayat masyarakat adat, sehingga dengan sadar kami harus turun sosialisasi dengan suku besar Moi sebagai pemilik tanah. Di situlah kita bangun komunikasi dan selanjutnya tim teknis kami yang akan melaksanakan program kerjanya,” kata Max.

Max juga menyatakan, kereta api bukan suatu kebutuhan pokok saat ini bagi masyarakat. Tetapi hal tersebut didorong untuk kebutuhan 20-30 tahun mendatang demi kepentingan pembangunan masa depan.

Menurutnya, kereta api dianggap salah satu sarana transportasi dengan jam akses yang tepat dan harga yang murah serta terjangkau bagi semua masyarakat.

“Sebenarnya itu bukan kebutuhan pokok memang benar, tetapi kita lihat kereta api itu salah satu sarana transportasi yang lebih memberikan efek baik. Lebih murah dan lebih terjangkau kepada semua orang dibandingkan dengan jenis transportasi lain dan kita bisa bebas hambatan dan jam yang sudah terjadwal akan sampai. Kalau kita tidak memikirkan transportasi itu sekarang, maka transportasi tidak pernah akan ada. Kita pikir sekarang itu proses pembangunan untuk jangka panjang 10 sampai 30 tahun yang akan datang. Kita pikir anak cucu kita. Kita ke sini untuk kasih tahu bahwa akan ada rencana bangun untuk nanti memberikan layanan sarana transportasi. Kereta api hadir di sini sebagai salah satu transportasi alternatif terbaik bagi masyarakat,” bebernya.

Baca Juga:  PMKRI Kecam Tindakan Biadap Oknum Anggota TNI Siksa Warga Sipil di Papua

Pantauan suarapapua.com, dalam diskusi sempat diwarnai pro dan kontra antara dewan adat dan mahasiswa.

Bagi Max Sabarofek, itu hal wajar. Siapapun boleh berpendapat, apalagi kereta api hal baru bagi di Tanah Papua.

Terkait hal-hal lain, pemerintah menurut Max, akan berjumpa lagi dengan pemilik ulayat sekaligus mendengarkan aspirasinya.

“Dalam diskusi itu biasa, pasti ada pro kontra. Dinamika seperti itu wajar saja. Kita tetap harus menerimanya sebagai tantangan, tetapi kita berpikir wajar kita buka ruang. Yang paling penting bagaimana ada peluang pembangunan. Mari kita sama-sama. Segala sesuatu yang menjadi pro kontra, saya pahami. Kita semua anak Papua. Kita sekarang pikir bagimana bangun tanah ini dengan transportasi yang baik, makanya kenapa kami bikin di rumah adat Moi karena kami menghargai. Kita ke sini bicara dengan kepala suku, ketua adat, keret-keret. Mereka setelah setuju barulah kami bisa jalan. Kami tidak bisa melangkah tanpa persetujuan dari pemilik ulayat,” tutur Max.

Baca Juga:  Sikap Mahasiswa Papua Terhadap Kasus Penyiksaan dan Berbagai Kasus Kekerasaan Aparat Keamanan

Sementara itu, Silas Ongge Kalami, ketua LMA Malamoi, menilai rencana bangun jalur kereta api hal yang positif manfaatnya bagi masyarakat pengguna jasa transportasi jika nantinya sudah dibangun dan difungsikan.

Menurut Silas, LMA Malamoi memilah semua investasi yang masuk di tanah Moi, apakah investasi tersebut berdampak negatif atau positif.

“Pembangunan kereta api itu kalau dilihat sangat positif untuk di Papua Barat supaya nantinya tidak ada kemacetan dan biaya juga murah bagi masyarakat. Itu baik, kita terima. Memang ada masyarakat yang menyambut baik dan ada yang masih berpikir negatif. Ada juga yang tolak langsung. Tetapi itu dinamika. Pada intinya kita bicara baik-baik, semua bicara dulu, bagaimana kesepakatannya barulah nanti sampaikan,” tuturnya.

“LMA Malamoi akan memilah berbagai bentuk investasi yang datang di tanah Moi. Apakah ini menguntungkan masyarakat adat, banyak orang ataukah merugikan masyarakat adat, lingkungan dan HAM. Kalau itu merugikan dan berdampak negatif untuk masyarakat adat, maka kita tolak. Tidak semua investasi kita tolak. Semua berbau Jakarta kita tolak. Kita lihat dulu dampaknya pada masa sekarang dan mendatang. Itu kalau ada dampak positif, kita terima. Posisi lembaga adat adalah mengawal,” kata Silas.

Pewarta: Maria Baru
Editor: Markus You

Terkini

Populer Minggu Ini:

Pemkab Yahukimo Belum Seriusi Kebutuhan Penerangan di Kota Dekai

0
“Pemerintah kita gagal dalam mengatasi layanan penerangan di Dekai. Yang kedua itu pendidikan, dan sumber air dari PDAM. Hal-hal mendasar yang seharusnya diutamakan oleh pemerintah, tetapi dari pemimpin ke pemimpin termasuk bupati yang hari ini juga agenda utama masuk dalam visi dan misi itu tidak dilakukan,” kata Elius Pase.

Fortnightly updates in English about Papua and West Papua from the editors and friends of the banned 'Suara Papua' newspaper.