ArsipRiwayat Perjalanan Almarhum Pdt. Ongga Yare Bersama GJRP

Riwayat Perjalanan Almarhum Pdt. Ongga Yare Bersama GJRP

Sabtu 2014-08-30 11:50:30

PAPUAN, Jayapura — Sejak kecil, Pendeta Ongga Yare memberikan hidupnya untuk melayani Tuhan, dan menyelamatkan domba-domba yang hilang di wilayah-wilayah terpencil Yahukimo, Papua.

Ia sejak kecil melayani di Gereja Jemaat Reformasi di Papua (GRJP), dari tahun 1970 sampai 2014, atau selama 45 tahun mengabdi dari kampung Abenaho, Kabupaten Yalimo, hingga pelayanannya ke kabupaten Yahukimo dan Jemaat GRJP di Jayapura.

 

Dari keluarga yang sederhana, ayah bernama Halimbalek Yare dan istri ibu Winimuke Kossay, melahirkan seorang anak dengan nama Onggawarlong Yare. Tempat lahir di Bumbum 30 Maret 1956, distrik Abenaho kabupaten Yalimo.

 

Masa kecil sampai masa kanak-kanak bersama adiknya Sem Yare, hidup dengan orang tua mereka di kampung halaman tempat mereka dilahirkan.

 

Ayahnya meninggal dunia ketika umur mereka beranjak sekitar 14 dan 12 tahun, Sehingga mereka juga berpisah dengan Ibu kandung kemudian mereka berdua menjadi yatim piatu.

 

Kedua kaka beradik ini menghabiskan waktu remaja mereka di hutan rimba selama 3 tahun, dan orang menjuluki dengan nama Ongga Walok yang artinya suka hidup di hutan antara tahun 1960-1966.

 

Pada tahun 1970 beliau masuk sekolah buta huruf di Sohombunu selama tiga tahun, dan yang diajak oleh bapak Enos Mabel, dan Hockvan Nekwek. Dan guru mereka yang mengajar pada saat itu adalah Lengken Tabuni, Hermanus Wandik, Miha Kombo dan Enos Mabel.

 

Karena dinilai mempunyai prestasi yang baik, beliau dikirim ke Abenaho untuk bersekolah, dan melanjutkan sekolah Alkitab tahun 1973-1974, sehingga beliau berminat dan termotifasi untuk bekerja di ladang Tuhan. 

 

Beliau belajar di sekolah Alkitab di Abenaho kabupaten Yalimo dan menikah dengan Vhina Wandik pada tahun 1975 di gereja pertama Gereja Jemaat Reformasi di Papua (GJRP) di Abenaho dan sekarang sudah menjadi kabupaten Yalimo dan mengaruniai empat putra dan satu putri.

 

Sambil belajar sekolah Alkitab, beliau melakukan pelayanan juga di Dombomi dan Siesili selama dua tahun. Pada tahun 1976 beliau melanjutkan pendidikan di Landikma, beliau juga dipercayakan untuk membawa pelayanan ibadah tiap minggu di Sombule dan prakteknya beliau melakukan pelayanan di Nipsan dan Bomela selama empat bulan.

 

Pada Februari 1983, Beliau diteguhkan dan diutus menjadi Pendeta Misionaris pertama bersama tiga temannya yakni Enos Wandik, Habel Mabel, dan Sabonarek Wandik, ke pos Bomela kabupaten Yahukimo.

 

Mereka diutus sesuai perintah Tuhan di dalam Matius 28 “Pergilah jadikanlah semua bangsa muridku, baptislah mereka dalam nama Bapa, Anak dan Roh Kudus dan ajarlah mereka segala sesuatu yang kuperintahkan padamu.”

 

Beliau berangkat dari Landikma bersama istri dan anaknya ke daerah Bomela kabupaten Yahukimo sebagai ladang yang disediakan oleh Tuhan.

 

Dalam pelayanannya di Pos Bomela Beliau bekerja dari tahun 1982-1995, selanjutnya dipanggil untuk melayani Jemaat GJRP di Abepura, Jemaat GJRP Koya dan Jemaat GJRP Sentani dari tahun 1995-2010.

 

Beliau menghentikan aktivitas pelayanan di tahun 2010 karena sakit dan beristirahat, hingga pada 26 Agustus 2014, Beliau menghembuskan nafas terakhir dan beristirahat untuk selama-lamanya di sisih Tuhan.

 

Tugas-tugas yang diembankan;

 

– Bendahara Zending selama delapan tahun di Bomela

– Bendahara GJRP selama enam tahun

– Pengasuh asrama Ruth tahun 1995-2004

– Ketua Yayasan selama dua periode asrama Elisa dan Asrama Hana di Wamena

– Pengelolah YKPM

– Penasehat majelis di Abepura, 2010-2014.

 

Akhir kata, Selamat Jalan Pahlawan Iman Kristen, Sampai kita bertemu ketika Tuhan kembali. Untuk melihat foto-foto pemakaman: Foto Pemakaman Almarhum Pdt. Ongge Yare

 

AGUS PABIKA

Terkini

Populer Minggu Ini:

Partai-Partai Oposisi Kepulauan Solomon Berlomba Bergabung Membentuk Pemerintahan

0
"Kelompok kami menanggapi tangisan dan keinginan rakyat kami untuk merebut kembali Kepulauan Solomon dan mengembalikan kepercayaan pada kepemimpinan dan pemerintahan negara kami," kata koalisi tersebut dalam sebuah pernyataan.

Fortnightly updates in English about Papua and West Papua from the editors and friends of the banned 'Suara Papua' newspaper.