ArsipTabuni: Jokowi Harus Berani Buka Ruang Demokrasi di Papua

Tabuni: Jokowi Harus Berani Buka Ruang Demokrasi di Papua

Senin 2014-09-29 00:44:45

PAPUAN, Semarang — Saat presiden Susilo Bambang Yudhyono (SBY) memerintah 10 tahun lamanya, ruang demokrasi dan kebebasan pers di tanah Papua benar-benar dibungkam, karena itu presiden terpilih, Joko Widodo (Jokowi) harus berani membuka ruang demokrasi di tanah Papua.

Hal ini ditegaskan Otis Tabuni, salah satu mahasiswa Papua yang sedang studi di Semarang, Jawa Tengah, dalam keterangan persnya, yang dikirim kepada redaksi suarapapua.com, Minggu (28/9/2014) kemarin.

 

Menurut Tabuni, pembungkaman demokrasi terlihat pertama kali saat hak politik Bangsa Papua Barat untuk bebas merdeka dan berdaulat yang direbut secara sepihak melalui Proses penentuan pendapat rakyat di tahun 1969 silam.

 

“Banyak rekayasa yang dilakukan oleh Negara demi mempertahankan Papua dalam Indonesia, kami mengecam cara-cara itu,” tegas Tabuni. 

  

Selain itu, lanjut Otis, selama SBY memerintah, wartawan asing juga secara tidak langsung ditutup aksesnya untuk meliput di tanah Papua secara bebas.

 

“Contoh paling kongkrit, dua wartawan asal Perancis yang ditangkap, dan kini sedang hadapi ancaman hukum penjara selama lima tahun, ini sangat menyedihkan,” tegasnya.  

 

Yang perlu dilakukan oleh Jokowi, lanjut Tabuni, Jokowi memberikan akses yang seluas-luasnya agar wartawan internasional dapat meliput secara bebas di tanah Papua.

 

“Program apapun yang diberikan Jokowi kepada rakyat Papua tidak akan berarti kalau ruang demokrasi, dan ruang kebebasan pers di Papua terus dibungkam,” tegasnya lagi.

 

MARSELINO TEKEGE

Terkini

Populer Minggu Ini:

Partai-Partai Oposisi Kepulauan Solomon Berlomba Bergabung Membentuk Pemerintahan

0
"Kelompok kami menanggapi tangisan dan keinginan rakyat kami untuk merebut kembali Kepulauan Solomon dan mengembalikan kepercayaan pada kepemimpinan dan pemerintahan negara kami," kata koalisi tersebut dalam sebuah pernyataan.

Fortnightly updates in English about Papua and West Papua from the editors and friends of the banned 'Suara Papua' newspaper.