BeritaTPNPB Sorong Raya Tolak Penetapan 17 Orang DPO Kasus Kisor

TPNPB Sorong Raya Tolak Penetapan 17 Orang DPO Kasus Kisor

JAYAPURA, SUARAPAPUA.com— Panglima Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat (TPNPB) Organisasi Papua Merdeka (OPM) Kodap IV Sorong Raya menegaskan bahwa pihaknya menolak tegas penetapan 17 orang sebagai Daftar Pencarian Orang (DPO) Polda Papua Barat pasca penyerangan Posramil Kisor.

Pernyataan itu dikeluarkan Komandan Operasi Kodap IV, Sorong Raya, Mayor Arnol Kocu di bawa Panglima Kodap IV Sorong Raya, Brigjen Denny Mos pada 12 September 2021

“Polda Papua Barat perlu ketahui bahwa 17 DPO yang anda tetapkan terhadap Pasukan TPNPB-OPM Kodap IV Sorong Raya adalah bukan solusi penyelesaian konflik bersenjata di tanah Papua. Karena penyerangan Posramil Kisor adalah bagian dari perang TPNPB-OPM melawan pasukan TNI dan Polri untuk merebut kembali kemerdekaan bangsa Papua Barat dari tangan Indonesia,” tegas Arnol Kocu, Komandan Operasi Kodap IV Sorong Raya.

TPNPB-OPM menganggap penetapan DPO oleh negara melalui Polda Papua Barat adalah cara-cara lama. Cara seperti ini tidak akan menyelesaikan masalah konflik bersenjata di tanah Papua.

Baca Juga:  F-MRPAM Kutuk Tindakan Kekerasan Aparat Terhadap Massa Aksi di Jayapura 

Sebab katanya, pihaknya akan tetap memimpin perang revolusi yang di pimpin oleh Panglima Kodap IV Sorong Raya melalui Komadan Operasi Kodap IV Sorong Saya, Mayor Arnol Kocu yang tidak ada batasnya. Perang hingga Papua Merdeka.

“DPO negara Republik Indonesia itu lagu lama terhadap rakyat Papua dan pejuang revolusioner sejati pembelah keadilan di tanah Papua.”

Oleb sebab itu TPNPB-OPM Kodap IV Sorong Raya menyampaikan bahwa:

  1. Sesuai dengan tugas dan tanggungjawab amanah yang Tuhan berikan untuk membela rakyat Papua dari Sorong sampai Samarai, kami membantah tindakan DPO yang dikeluarkan Humas Polda Papua Barat. Maka cari kami pimpinan militer TPNPB-OPM Kodap IV Sorong Raya, bukan rakyat sipil.
  2. Pemerintah Indonesia melalui Polda Papua dan Papua Barat stop menuduh rakyat sipil Bangsa Papua Barat, KNPB yang non militer tanpa dasar serta bukti. Karena yang keluarkan perintah operasi adalah Kami pimpinan TPNPB-OPM Kodap IV Sorong Raya, bukan KNPB wilayah Maybrat.
  3. Kami pimpinan dan pasukan TPNPB-OPM Kodap IV Sorong Raya sebagai Komando Nasional KOMNAS TPNPB-OPM siap melayani Militer NKRI.
  4. Pemerintah Indonesia dan TNI dan Polri perlu ketahui bahwa saat ini perang TPNPB-OPM melawan pasukan TNI-Polri di kepala burung Sorong Raya adalah perang tutup joker kemerdekaan bangsa Papua Barat. Maka rakyat non Papua di tanah besar Sorong agar segera tinggalkan tanah Sorong kepala burung Papua Barat, karena kami tidak kompromi. Warga non Papua sebagian besar sebagai agen intelejen negara.
Baca Juga:  TPNPB Mengaku Membakar Gedung Sekolah di Pogapa Karena Dijadikan Markas TNI-Polri

Sebelumnya, Kepala Bidang Humas Polda Papua Barat Kombes Adam Erwindi menyatakan Silas Ki (KNPB) sudah ditetapkan dalam 17 Daftar Pencarian Orang (DPO) yang secara terencana melakukan penganiayaan dan pembunuhan di Posramil Kisor.

“Rekam jejak Silas Ki diperoleh berdasarkan keterangan dua anggotanya yang sudah ditetapkan sebagai tersangka yaitu MY dan MS,” ujar Kabid Humas dalam konferensi pers di markas Polda Papua Barat di Manokwari, Jumat, kemarin, sebagaimana dikutib dari tempo.co.

Baca Juga:  Pembagian Paket Tidak Transparan Bagi Pengusaha Asli Papua

Adapun 17 dari 19 DPO yang disebut telah menyerang Posramil Kisor ialah Silas Ki, Manfred Fatem, Musa Aifat, Setam Kaaf, Titus Sewa, Irian Ki, Alfin Fatem. Lalu Agus Kaaf, Melkias Ki, Melkias Same, Amos Ki, Musa Aifat, Moses Aifat, Martinus Aisnak, Yohanes Yaam, Agus Yaam, Robi Yaam. Dua orang lainnya telah ditangkap dan ditetapkan sebagai tersangka.

 

REDAKSI

Terkini

Populer Minggu Ini:

Nasionalisme Papua Tumbuh Subur di Tengah Penjajahan

0
Ternyata pendidikan dan pengajaran Pancasila, P4 dan sejarah Indonesia yang diajari oleh para guru di bangku sekolah tidak menghapus nasionalisme Papua merdeka. Justru anak-anak muda Papua ini semakin memahami jati diri mereka, identitas mereka, juga memahami dengan baik penjajahan Indonesia yang sedang terjadi di atas Tanah Papua dari tahun 1960-an.

Fortnightly updates in English about Papua and West Papua from the editors and friends of the banned 'Suara Papua' newspaper.