BeritaJDP Desak Lima Pemda PB Beri Perhatian Kepada 69 Balita Pengungsi Maybrat

JDP Desak Lima Pemda PB Beri Perhatian Kepada 69 Balita Pengungsi Maybrat

JAYAPURA, SUARAPAPUA.com— Jaringan Damai Papua (JDP) menyampaikan keprihatian atas nasib 69 anak balita yang berada di dalam jumlah 2.086 warga masyarakat sipil dari beberapa distrik di Kabupaten Maybrat, Provinsi Papua Barat yang kini dalam pengungsian pasca insiden Kisor, 2 September 2021.

JDP telah menyimak laporan Koalisi Masyarakat Sipil Peduli Pengungsi Maybrat yang diluncurkan Sabtu, (11/9/2021) di Sorong yang di dalamnya memuat data adanya 69 balita dengan usia 0 hingga 5 tahun. Bahkan tertulis pula bahwa 11 orang dari para pengungsi tersebut telah mengalami sakit.

“Berkenaan dengan itu selaku Juru Bicara JDP, kami mendesak agar Pemerintah Kabupaten Maybrat, Pemerintah Kabupaten Sorong Selatan, Pemerintah Kabupaten Teluk Bintuni serta Pemerintah Kabupaten Sorong dan Pemerintah Kota Sorong segera memberi perhatian serius terhadap nasib para pengungsi asal Kabupaten Maybrat tersebut,” ujar Yan Christian Warinussi kepada suarapapua.com, Sabtu (11/9/2021).

Baca Juga:  Pemerintah dan Komnas HAM Turut Melanggar Hak 8.300 Buruh Moker PTFT

Lebih utama katanya, atas hak mereka untuk memperoleh pelayanan sosial, hak untuk memperoleh pelayanan kesehatan, hak untuk memperoleh pendidikan dan hak untuk memperoleh rasa aman serta hak untuk memperoleh sandang dan pangan.

Menurutnya, hal ini sesuai amanat Deklarasai Universal Hak Asasi Manusia tanggal 10 Desember 1948, serta pasal 28 A, pasal 28 B ayat (2), pasal 28 C, pasal 28 D ayat (1), pasal, pasal 28 E, pasal 28 G, pasal H dan pasal 28 I dari UUD 1945.

Sehingga menurut JDP, alangkah baiknya Panglima TNI dan Kapolri menghentikan segenap tindakan operasi penyisiran atau operasi keamanan dalam bentuk pengiriman personil militer atau polisi ke wilayah adat masyarakat di distrik-distrik Aifat Selatan, Aifat, Aifat Timur, Aifat Timur Selatan, dan Aifat Timur Tengah yang warganya telah mengungsi meninggalkan kampungnya, karena alasan takut menjadi sasaran tindakan kekerasan dari aparat keamanan TNI dan Polri.

Baca Juga:  Raih Gelar Doktor, Begini Pesan Aloysius Giyai Demi Pelayanan Kesehatan di Papua

“Kami akan senantiasa memberi perhatian pada keselamatan warga masyarakat sipil di Kabupaten Maybrat. Serta memberi saran agar penyelesaian persoalan Kisor (2/9/2021) dilakukan dengan mengedepankan dialog damai dan penegakan hukum yang adil dan bertanggungjawab secara profesional menurut ketentuan UU RI Nomor 8 Tahun 1981 Tentang Kitab Undang Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).”

Sebelumnya, dalam laporan Koalisi Masyarakat Sipil Peduli Pengungsi Maybrat (KMSPPM) berjudul “Kampung Su Kosong” dibeberkan fakta konflik di Maybrat menyebabkan lebih dari 2.086 warga sipil dari 36 kampung di lima distrik mengungsi. Kelima distrik itu adalah Aifat Selatan, Aifat, Aifat Timur, Aifat Timur Selatan, dan Aifat Timur Tengah.

Baca Juga:  C1 Pleno 121 TPS Kembali Dibuka Atas Rekomendasi Bawaslu PBD

Warga lima distrik, menurut KMSPPM, menyebar setidaknya di sepuluh titik, bahkan hingga ke kabupaten-kabupaten tetangga, seperti Sorong Selatan, Bintuni, dan Sorong.

“Dari total 2.086 warga pengungsi ini, 69 diantaranya merupakan balita dengan usia 0 bulan hingga 5 tahun, sebelas orang dari pengungsi telah mengalami sakit,” kata Yohanis Mambrasar, juru bicara KMSPPM.

KMSPPM juga mencatat, sebagai respons atas penyerangan Posramil Kisor dan tewasnya 4 anggota TNI dan dua yang terluka, aparat gabungan TNI/Polri telah mengerahkan pasukan ke Maybrat. Pengerahan pasukan terutama di distrik Aifat dan beberapa distrik lainnya.

 

Pewarta: Elisa Sekenyap

Terkini

Populer Minggu Ini:

Aksi Hari Aneksasi di Manokwari Dihadang Aparat, Pernyataan Dibacakan di Jalan

0
“Pukul 11. 04 WP pihak keamanan hadirkan pihak DPR PB. Pukul 12. 05 WP, massa aksi kami arahkan untuk menyampaikan orasi politik dari masing-masing organisasi. Akhir dari orasi politik membacakan pernyataan sikap.”

Fortnightly updates in English about Papua and West Papua from the editors and friends of the banned 'Suara Papua' newspaper.