Siswa-siswi kelas XII SMA Negeri 2 Dogiyai merayakan kelulusannya dengan aksi coret baju seragam sekolah dengan piloks menyerupai warna bendera Bintang Kejora sembari mengarak kepala sekolahnya menggunakan kursi keliling kota Moanemani, kabupaten Dogiyai, Papua Tengah. (Ist)
adv
loading...

Oleh: Selpius Bobii

*) Koordinator Jaringan Doa Rekonsiliasi dan Pemulihan Papua (JDRP2)

Nasionalisme adalah kecintaan terhadap Tanah Air. Nasionalisme tumbuh ketika penjajahan ada di depan mata. Rasa senasib, rasa sependeritaan itu lahir dari hati nurani yang merasakan penjajahan itu.

Ketika penjajahan semakin nyata di depan mata, bahkan dirasakan oleh anak-anak sekolah, maka anak-anak generasi Z ini merayakan keberhasilan mereka dengan pakaian bercorak Bintang Fajar.

Generasi Z tahu dan sadar bahwa masa depan mereka terancam dalam bingkai NKRI. Maka wajarlah mereka menyambut keberhasilan ujian dengan mencoreti pakaian mereka bercorak “Bintang Fajar” yang memberi harapan untuk masa depan bangsa Papua.

ads
Baca Juga:  Operasi Militer: Kejahatan HAM dan Genosida di Papua

Merayakan keberhasilan “ujian” dengan mencoreti pakaiannya dengan bercorak “bendera Bintang Fajar” adalah “fenomena baru”. Ternyata pendidikan dan pengajaran Pancasila, P4 dan sejarah Indonesia yang diajari oleh para guru di bangku sekolah tidak menghapus nasionalisme Papua merdeka. Justru anak-anak muda Papua ini semakin memahami jati diri mereka, identitas mereka, juga memahami dengan baik penjajahan Indonesia yang sedang terjadi di atas Tanah Papua dari tahun 1960-an. Maka tidak salah, anak-anak ini mengharapkan pembebasan, keadilan, dan kedamaian yang hakiki.

Walaupun para tentara dan polisi Indonesia dengan senjata lengkap masuk ke dalam ruang sekolah mengajari anak-anak sekolah ini tentang nasionalisme Indonesia, tetapi justru sebaliknya, nasionalisme Papua semakin tumbuh subur dalam jiwa anak-anak Papua.

Baca Juga:  Operasi Militer: Kejahatan HAM dan Genosida di Papua

Mari kita menyambut fenomena baru ini, yaitu kebangkitan nasionalisme Papua di dalam jiwa anak-anak sekolah. Tugas para orang tua adalah mengarahkan anak anak ini untuk terus maju menggapai cita-cita, baik cita-cita dirinya dan cita-cita luhur bangsa Papua. Juga orang tuanya mengarahkan anak-anak agar tidak merayakan hari keberhasilannya dengan pesta minuman keras dan seks bebas, tetapi merayakannya dengan aktivitas yang positif yang berdampak mendatangkan kebaikan bagi dirinya dan sesama.

Setiap generasi ada masanya, dan setiap masa, ada generasinya. Biarkanlah anak-anak Papua tumbuh mekar bersama nasionalisme Papua di dalam jiwa mereka.

Baca Juga:  Operasi Militer: Kejahatan HAM dan Genosida di Papua

Nasionalisme adalah “roh” yang menggerakkan anak-anak ini untuk bersikap dan bertindak. Sikap dan tindakan perjuangan mereka adalah patriotisme. Biarkanlah anak-anak ini mengisi hari hidup mereka dengan bersekolah sambil berjuang untuk masa depan hidupnya dan bangsanya yang lebih baik.

Nasionalisme tanpa patriotisme tidak mungkin cita-cita luhur bangsa Papua akan terwujud. Patriotisme tanpa nasionalisme juga sia-sia. Biarkanlah nasionalisme Papua tumbuh mekar di dalam jiwa anak-anak ini diikuti tindakan nyata yaitu berjuang menggapai cita-cita luhur bangsa Papua yaitu bebas berdaulat untuk wujudkan damai sejahtera.

Akhirnya, “Satu rakyat satu jiwa siapkan jalan Tuhan”. (*)

Deiyai, Selasa, 7 Mei 2024

Artikel sebelumnyaEmanuel You Mantapkan Langkah Bertarung di Pilkada Paniai
Artikel berikutnyaJuara Grup F, Persipani Paniai Laju ke Babak 32 Besar