Nasional & DuniaMRP akan Serahkan Dokumen Pelanggaran HAM Papua ke PBB

MRP akan Serahkan Dokumen Pelanggaran HAM Papua ke PBB

JAKARTA, SUARAPAPUA.com — Majelis Rakyat Papua (MRP) secara kelembagaan sudah menyiapkan jawaban tertulis atas laporan Komisi Tinggi PBB terkait situasi kemanusiaan, demokrasi dan hak asasi manusia OAP di Tanah Papua.

Hal ini dikemukakan Timotius Murib, ketua MRP, saat menggelar zoom meeting media briefing bertajuk ‘Membedah polemik laporan Komisi Tinggi PBB dan tanggapan pemerintah Indonesia terhadap situasi kemanusiaan, demokrasi dan HAM OAP’ yang berlangsung Rabu (9/3/2022).

Timotius mengingatkan kepada pemerintah Indonesia bahwa yang tewas di Papua itu adalah manusia, bukan hewan. Hal itu ia sampaikan menyusul banyaknya kasus pelanggaran HAM yang hingga kini tidak terselesaikan.

“MRP sudah menyiapkan secara tertulis jawaban-jawaban atas pertanyaan-pertanyaan dari PBB dan pemerintah Indonesia juga wajib harus menjawabnya. Bagian dari itu MRP merasakan kondisi kekerasan di atas Tanah Papua, kami juga sudah siapkan laporan secara tertulis untuk kami akan sampaikan ke pihak PBB,” tuturnya.

Baca Juga:  PBB Memperingatkan Dunia yang Sedang Melupakan Konflik Meningkat di RDK dan Rwanda

Ketua MRP juga menjelaskan, dari 34 provinsi di Indonesia, masyarakat yang tidak mendapatkan kedamaian barangkali hanya provinsi Papua atau masyarakat asli Papua saja. Kekerasan yang terjadi dalam bidang sipil, politik, ekonomi dan sosial di Tanah Papua belum pernah diselesaikan dengan baik.

“Kalau kita berbicara soal pelanggaran HAM di Papua memang belum pernah diselesaikan secara konsisten oleh negara,” kata Murib.

Karena itu, pemerintah diingatkan agar tidak boleh menyembunyikan apa yang terjadi di Tanah Papua.

MRP secara khusus mengucapkan terima kasih kepada para ahli di PBB karena sudah meminta klarifikasi kepada Indonesia terkait berbagai kasus kekerasan yang terjadi di Tanah Papua.

Baca Juga:  Paus Fransiskus Segera Kunjungi Indonesia, Pemerintah Siap Sambut

Terhadap permintaan Dewan HAM PBB melalui Special Procedures Mandate Holders (SPMH), Murib harap Indonesia harus transparan.

“Negara wajib menjawabnya dengan jujur, tidak boleh karang, apalagi sampai menyembunyikan fakta-fakta yang terjadi di Tanah Papua. Pemerintah perlu memenuhi janji mengundang Komisioner Tinggi HAM PBB untuk kunjungi Papua. Jika tidak ingin Komisioner Tinggi HAM PBB berkunjung ke Papua, maka pasti muncul pertanyaan di masyarakat, ada apa?,” ujar Timotius dalam acara diskusi daring yang juga ditayangkan Youtube Public Virtue Research Institute.

Ciska Abugau, ketua Pokja Perempuan MRP, menegaskan pelanggaran HAM yang terjadi di Tanah Papua berlapis-lapis, baik pelanggaran HAM secara fisik (pembunuhan, penembakan) maupun pelanggaran ekosida, sejak tahun 1961 hingga era Otsus Papua.

Baca Juga:  Pacific Network on Globalisation Desak Indonesia Izinkan Misi HAM PBB ke West Papua

“Dengan momentum laporan PBB meminta tanggapan Indonesia soal kekerasan dan pelanggaran HAM yang terjadi di Papua, negara harus jujur sampaikan ke PBB sesui fakta. Jangan negara melalui Kemenlu putar-putar cari alasan banyak. Harus jujur bagaimana negara menangani persoalan ini. MRP juga sudah mengumpulkan banyak laporan dan bukti terkait pelanggaran HAM yang terjadi terhadap Orang Asli Papua,” tuturnya.

Ciska memprediksi, bila berbagai kasus kekerasan di Tanah Papua tidak ditanggapi serius oleh pemerintah Indonesia untuk selesaikan dengan jalan damai yaitu dialog, persoalan fundamental tidak akan pernah selesai.

“Inilah tantangan bagi Indonesia di mata dunia internasional,” imbuh Abugau.

Pewarta: Agus Pabika
Editor: Markus You

Terkini

Populer Minggu Ini:

JDP: Pemindahan Makam Dortheys Eluay Harus Berpikir Bijak Dengan Kepala Dingin

0
“Saya kira JDP pasti akan ikut mendukung segenap upaya damai yang dilakukan oleh segenap pihak demi menjaga Sentani, Kabupaten Jayapura, Provinsi Papua dan seluruh Tanah Papua agar selalu damai dan tenteram dari hanya sekedar memindahkan makam Pemimpin Besar Rakyat Papua Theys Hiyo Eluay tersebut.”

Fortnightly updates in English about Papua and West Papua from the editors and friends of the banned 'Suara Papua' newspaper.