BeritaDiungkit di Sidang Dewan HAM PBB, Kasus Mutilasi di Timika Harus Diproses

Diungkit di Sidang Dewan HAM PBB, Kasus Mutilasi di Timika Harus Diproses

JAYAPURA, SUARAPAPUA.com — Perkembangan situasi kekerasan yang intensif terjadi di Tanah Papua termasuk laporan terbaru kasus pembunuhan disertai mutilasi terhadap empat warga sipil di Timika, kabupaten Mimika, Papua, telah disinggung penjabat Komisioner Tinggi Hak Asasi Manusia Perserikatan Bangsa-bangsa, Nada Al-Nashif di Sidang Dewan HAM PBB, Senin (12/9/2022) lalu.

Sebagaimana dilansir Office of the High Commissioner for Human Rights, pernyataan Nada Al-Nashif itu dikemukakan dalam pidato umum pada pembukaan sesi ke-51 Sidang Dewan HAM PBB yang berlangsung di kantor PBB di Jenewa, Swiss.

Menanggapi pernyataan tersebut, Yan Christian Warinussy, direktur eksekutif Lembaga Penelitian, Pengkajian dan Pengembangan Bantuan Hukum (LP3BH) Manokwari, mengatakan, proses permintaan pertanggungjawaban secara politik adalah menjadi kewenangan Dewan HAM PBB kepada pemerintah Indonesia.

Baca Juga:  PTFI Bina Pengusaha Muda Papua Melalui Papuan Bridge Program

Menurut Warinussy, seluruh proses hukum yang dilakukan oleh negara melalui Polda Papua didukung Polisi Militer setempat akan memberi kejelasan secara terbuka mengenai seluruh proses penyelidikan dan penyidikan terhadap para tersangka, baik warga sipil maupun anggota TNI dari Brigif 20/IJK 3 Kostrad Timika.

“Mesti dilakukan secara transparan dan memungkinkan masyarakat sipil memiliki akses untuk memantu secara langsung proses hukumnya,” kata Warinussy dalam keterangan tertulis, Selasa (13/9/2022).

Karena itu, advokat yang juga pembela HAM di Tanah Papua ini menyatakan pasal berlapis menanti para tersangka.

“Jaksa Penuntut Umum dan Oditur Militer yang akan mendakwa para pelaku sipil dan militer dengan pasal 340 yakni ancaman hukuman mati,” katanya.

Baca Juga:  ASN dan Honorer Setiap OPD di Paniai Dibekali Ilmu Protokoler dan Menulis

Menurut Warinussy, perbuatan para pelaku diduga keras sudah direncanakan. Bahkan ada kemungkinan diskenariokan oleh mereka dan bisa jadi merupakan bentuk tindakan berlatarbelakang diskriminasi rasial dan atau genosida sebagaimana diatur dalam Pasal 8 huruf b Undang-undang nomor 26 tahun 2000 tentang Pengadilan HAM.

LP3BH akan ikut mengawal proses hukum terhadap kasus pembunuhan disertai mutilasi tersebut.

“Komisioner Tinggi HAM PBB dan Dewan HAM PBB harus terus memberi perhatian terhadap proses hukum kasus mutilasi di Timika,” ujarnya berharap.

Diwartakan media ini sebelumnya, Nada Al-Nashif mengaku memiliki laporan tentang kekerasan yang mengorbankan warga sipil di Papua.

“Di wilayah Papua (Provinsi Papua dan Papua Barat) di Indonesia, kami memiliki laporan tentang kekerasan yang intensif, termasuk bentrokan antara pasukan keamanan Indonesia dan kelompok bersenjata yang mengakibatkan korban dan kematian warga sipil dalam jumlah yang tidak diketahui dan pengungsian internal,” tuturnya.

Baca Juga:  Pengusaha OAP Buka Palang Kantor 10 OPD Setelah Ada Kesepakatan

Lanjut Nada Al-Nashif di hadapan Dewan HAM PBB, “Saya terkejut dengan laporan baru-baru ini tentang mayat empat warga sipil asli Papua yang terpotong-potong ditemukan di Timika di provinsi Papua pada tanggal 22 Agustus.”

“Saya mencatat upaya awal pemerintah untuk menyelidiki, termasuk penangkapan setidaknya enam personel militer, dan mendesak penyelidikan yang menyeluruh, tidak memihak, dan independen, meminta pertanggungjawaban mereka yang bertanggungjawab,” ujar Nada.

Diberitakan reuters.com, Nada Al-Nashif menyampaikan pidatonya itu dari samping Federico Villegas, Presiden Dewan HAM PBB.

REDAKSI

Terkini

Populer Minggu Ini:

Rencana Pemindahan Makam Ondofolo Dortheys Hiyo Eluay, Melanggar Hukum Pidana dan...

0
Tindakan memindahkan makam Bapak Ondofolo Dortheys Hiyo Eluay adalah tindakan penyalahgunaan kewenangan dan jelas-jelas akan berdampak pada terjadinya dugaan tindak pidana serta pelanggaran hak masyarakat adat serta HAM yang melindungi status Ondofolo sebagai simbol pemerintahan adat masyarakat adat Buyaka Sentani.

Fortnightly updates in English about Papua and West Papua from the editors and friends of the banned 'Suara Papua' newspaper.