BeritaTragedi Paniai Berdarah: Adili IS di PN Makassar Tidak Sesuai Fakta

Tragedi Paniai Berdarah: Adili IS di PN Makassar Tidak Sesuai Fakta

JAYAPURA, SUARAPAPUA.com — Proses hukum terhadap kasus Paniai Berdarah 8 Desember 2014 yang dikabarkan pada pekan depan akan segera disidangkan di Pengadilan Negeri (PN) Makassar dipertanyakan oleh keluarga korban dan korban hidup karena dianggap sebuah pengadilan semu.

Diuraikan dalam pernyataan tertulis 4 September 2022, keluarga korban dan korban kasus pelanggaran HAM berat Paniai yang menewaskan empat orang pelajar dan puluhan lainnya luka-luka itu tidak sesuai fakta terutama penetapan satu tersangka yang diduga tidak terlibat memberikan komando “tembak mati” ke arah kerumunan orang di lapangan Karel Gobai, Enarotali, distrik Paniai Timur, kabupaten Paniai, Papua.

Yones Douw, aktivis HAM yang juga pendamping keluarga korban dan korban kasus Paniai Berdarah, mengungkapkan, penetapan Mayor Infanteri (Purn) IS sebagai tersangka tunggal yang tidak berdasarkan fakta lapangan terkesan sandiwara belaka.

“IS bukanlah aktor yang memberi perintah tembak mati,” ujarnya.

Fakta lapangan sesuai kronologi kejadian berawal dari bukit Togokotu, tepatnya di pondok Natal, pada sehari sebelumnya.

Tanggal 7 Desember 2014, Jam 8.00 WP terjadi penyerangan oleh aparat TNI di pondok Natal di bukit Togokotu. Akibat dari penyerangan itu, Yulianus Yeimo ditendang, dipukul dengan popor senjata di dada dan tikam dengan sangkur di kepala. Masyarakat dan keluarga Yulianus Yeimo tidak menerima tindakan brutal itu, sehingga mereka sepakat besok pagi palang jalan raya Enarotali-Madi di bukit Togokotu.

Tanggal 8 Desember 2014 Jam 6.00 WP, masyarakat dan keluarga Yulianus Yeimo melakukan pemalangan jalan raya Enarotali-Madi di bukit Togokotu. Akibat pemalangan mengundang perhatian  Wakapolres Paniai dan beberapa anak buahnya tiba TKP. Masyarakat menghancurkan mobil dan beberapa motor yang dipakai polisi. Kejadian itu mengundang perhatian Wakil Bupati Paniai. Wabup tiba di TKP lalu terjadi dialog antara masyarakat dan keluarga korban.

Baca Juga:  Empat Terdakwa Pembunuhan Bebari dan Wandik Dibebaskan, Wujud Impunitas

Masyarakat bersama keluarga Yulianus Yeimo mendengar dan menerima saran dari Wabup Paniai, sehingga mereka mulai buka palang.

Begitu palang mulai dibuka, Wabup meninggalkan TKP menuju ke kantor Bupati Paniai di Madi.

Melihat masyarakat mau buka palang, Petinggi Militer yang ada di situ bergeser sedikit ke belakang dan mengambil HP dari saku baju langsung menelpon seseorang. Entah kepada siapa dia menelepon.

Petinggi militer itu katakan, ”di sini masyarakat sudah buka palang, jadi cepat lepas tembakan 3 atau 4 kali untuk memancing emosi masyarakat.”

Sesudah itu Petinggi Militer tersebut mengisi kembali HP di saku bajunya. Tidak lama kemudian terjadi empat kali tembakan di Amougi, bagian bawah jalan menuju Enarotali.

Dengan adanya empat kali tembakan itu membangkitkan emosi masyarakat. Mereka lalu mengejar sambil menuju ke lapangan Karel Gobai  Enarotali.

Pada saat masyarakat berjalan kaki sambil “waita” menuju lapangan Karel Gobai, Petinggi Militer itu menelepon seseorang lagi. Entah kepada siapa, dia menyampaikan bahwa ”Di dalam masyarakat dengan waita sedang menuju ke Enarotali itu ada penyusupan TPN OPM  di dalam, jadi tembak saja.” Setelahnya dia isi HP di saku baju lagi.

Baca Juga:  HRM Rilis Laporan Tahunan 2023 Tentang HAM dan Konflik di Tanah Papua

Untuk mengamankan perintah Petinggi Militer dari bukit Togokotu, empat pelajar ditembak mati dan melukai 21 orang masyarakat sipil dalam kurun waktu 10 menit di lapangan Karel Gobai.

“Berdasarkan data ini memberikan pandangan kepada kita semua yang peduli dengan kasus pelanggaran HAM Berat Paniai bahwa IS bukanlah aktor yang memberi perintah tembak. Karena yang memberi perintah untuk melakukan tembak mati itu adalah Petinggi Militer yang ada di bukit Togokotu. Petinggi Militer itu ada bersama masyarakat pada pagi hari. Dua perintah itu disampaikan kepada siapa saat telepon, yang tahu pasti adalah hanyalah si Petinggi Militer yang ada di TKP pertama (Togokotu),” ujarnya.

Kalau kemudian tersangkanya hanya satu orang Purnawirawan TNI yaitu IS, Yones menegaskan bahwa Negara Indonesia terang-terangan melindungi Petinggi Militer yang memberi perintah itu.

IS merupakan pensiunan anggota TNI. Pada saat kejadian, IS menjabat sebagai Perwira Penghubung (Pabung) Kodim 1705-02/Enarotali.

“Pembohongan publik karena IS tidak terlibat. Kalau negara tidak mengungkap tersangka sesuai fakta lapangan, maka negara beranggapan bahwa empat siswa yang ditembak mati, 21 orang yang luka-luka, serta masyarakat Paniai dan Papua umumnya adalah bukan warga masyarakat Indonesia,” tegasnya.

Yones mengungkapkan, “Keluarga korban, korban dan masyarakat Paniai tidak menyaksikan dan tidak melihat IS memberi perintah untuk melakukan penembakan. Tetapi Petinggi Militer yang ada di bukit Togokotu itu secara jelas keluarga korban dan masyarakat Paniai menyaksikan dan melihat saat memberi perintah untuk melakukan tembak mati.”

Baca Juga:  Nomenklatur KKB Menjadi OPM, TNI Legitimasi Operasi Militer di Papua

Hal itu juga katanya terbukti dari hasil investigasi oleh beberapa lembaga yang turun langsung ke Paniai.

“Saya juga pernah baca hasil penyelidikan Komnas HAM RI. Di dalam hasil penyelidikan Komnas HAM RI, saya tidak menemukan nama IS itu sebagai pelaku. Begitupun hasil penyelidikan saya sebagai aktivis HAM tidak temukan nama IS bertindak sebagai pemberi perintah tembak. Tetapi saya hanya menemukan Petinggi Militer yang ada di bukit Togokotu itu,” kata Yones.

Sejak awal proses hukum kasus Paniai Berdarah menunjukkan ketidakadilan, ketidakbenaran, dan ketidakjujuran aparat penegak hukum. Karena itulah, keluarga korban, korban, maupun saksi tragedi Paniai Berdarah menolak menghadiri persidangan.

Penetapan tersangka tidak sesuai fakta lapangan, sehingga persidangan kasus Paniai Berdarah dinilai hanya sebuah sandiwara dan pencitraan semata untuk mencari nama baik di mata dunia internasional yang justru tidak akan memberikan rasa keadilan bagi para korban dan keluarga korban.

Proses persidangannya, seperti diberitakan cnnindonesia.com, akan dimulai pada Rabu (21/9/2022) di PN Makassar.

Dalam perkara nomor 1/Pid.Sus-HAM/2022/PN Mks itu, Jaksa Penuntut Umum yang ditunjuk adalah Erryl Prima Putera Agoes.

REDAKSI

Terkini

Populer Minggu Ini:

Penghargaan Musik di Eropa untuk Black Brothers

0
Mereka memadukan alat musik tradisional dengan instrumen Barat. Personil Sangguma berjumlah tujuh orang dengan dua kreatornya Tony Subam (East Sepik Province) dan Sebastian Miyoni (Milne Bay Province).

Fortnightly updates in English about Papua and West Papua from the editors and friends of the banned 'Suara Papua' newspaper.