ArsipUtang Rp 6 Miliar, PT Surya Gemilang Demo PT Nabire Baru

Utang Rp 6 Miliar, PT Surya Gemilang Demo PT Nabire Baru

Sabtu 2015-03-14 22:58:53

JAYAPURA, SUARAPAPUA.com — Belum mau menepati janjinya sesuai kontrak karya, pimpinan dan karyawan PT Surya Gemilang menuntut PT Nabire Baru segera melunasi utangnya sebesar Rp 6 Miliar.

Tuntutan tersebut disampaikan dalam aksi demonstrasi yang dilakukan, Kamis (13/3/2015) di depan kantor PT Nabire Baru, di KM 16 Kampung Wami, Distrik Yaur, Kabupaten Nabire, Papua.

 

Dalam aksi itu, pimpinan PT Surya Gemilang mengungkapkan beberapa alasan mengapa pihaknya menuntut. Ada alasan kuat berdasar dokumen perjanjian kerja sama dan nilai kontrak yang disepakati sebelumnya.

 

“Kami datang tuntut 6 Miliar itu PT Nabire Baru harus segera lunaskan,” ujarnya disambut tepuk tangan dan teriakan para karyawan.

 

PT Surya Gemilang oleh PT Nabire Baru selama ini dikontrak untuk proses land clearing (pembukaan lahan) yang selanjutnya dipersiapkan sebagai tempat bibit sawit ditanam.

 

Sekretaris Masyarakat Suku Besar Yerisiam, Robertino Hanebora mengatakan, perusahaan kelapa sawit itu tak becus terhadap semua kewajiban dan tanggungjawabnya sejak berinvestasi delapan tahun lalu.

 

Tak hanya kepada PT Surya Gemilang yang selama ini membuka hutan untuk lahan penanaman sawit, menurutnya, PT Nabire hingga kini masih utang sama pemilik ulayat tanah adat Yerisiam.

 

“PT Nabire Baru juga masih utang kepada warga pemilik ulayat, Suku Waoha yang ada dalam Suku Besar Yerisiam, karena belum ada kompensasi,” ujar Hanebora kepada suarapapua.com, Sabtu malam.

 

Kepala Suku Waoha, Imanuel Monei menegaskan, perusahaan kelapa sawit pembawa kehancuran bagi masyarakat adat Suku Besar Yerisiam itu harus “angkat kaki”. Sebab, selama ini kehadirannya menghancurkan hamparan hutan dan semua kekayaan alam, juga bikin rusak seluruh ekosistem yang ada di sana.

 

“PT. Nabire Baru sama sekali tidak memiliki jiwa kemanusiaan, sebab selama ini tidak pernah peduli terhadap masyarakat Yerisiam, pemilik hak ulayat yang dititipkan oleh para leluhur sejak zaman dahulu kala,” tegas Imanuel.

 

Perusahaan tersebut, kata dia, sejak berinvestasi hanya membawa kerugian dan menciptakan konflik bagi masyarakat Yerisiam.

 

Masyarakat Adat Suku Besar Yerisiam membawahi 4 sub suku, yaitu Suku Waoha, Akaba, Sarakwari dan Koroba, empunya wilayah hukum adat mulai dari Wami sebelah Barat dan Wasoi sebelah timur Kampung Sima Distrik Yaur, Nabire.

 

Eksploitasi hutan adat milik Suku Besar Yerisiam dimulai sejak PT. Jathi Darma Indah (JDI) masuk awal tahun 1991. Pemilik perusahaan Hak Pengusahaan Hutan (HPH) itu kemudian merekomendasikan kepada lebih dari 10 perusahaan untuk beroperasi di tanah Yerisiam dengan dalil kesejahteraan.

 

Kegiatan eksploitasi hutan berskala besar oleh 10 perusahaan itu berakhir tahun 2002 ketika larangan illegal loging diberlakukan di seluruh Tanah Papua.

 

Meski begitu, Imanuel Monei mengungkapkan fakta hari ini sedang terjadi kehancuran jilid kedua di tanah adat Suku Besar Yerisiam. Itu ketika Perkebunan Kelapa Sawit PT. Nabire Baru hadir dan beroperasi sejak tahun 2008 hingga kini.

 

“Setelah kami meninjau dari berbagai aspek, ternyata ada sebuah kesalahan dan pembohongan publik kepada pemilik ulayat dari investor perkebunan sawit ini,” ujarnya.

 

MARY

Terkini

Populer Minggu Ini:

Hari Konsumen Nasional 2024, Pertamina PNR Papua Maluku Tebar Promo Istimewa...

0
“Kami coba terus untuk mengedukasi masyarakat, termasuk para konsumen setia SPBU agar mengenal Pertamina, salah satunya dengan menggunakan aplikasi MyPertamina sebagai alat pembayaran non tunai dalam setiap transaksi BBM,” jelas Edi Mangun.

Fortnightly updates in English about Papua and West Papua from the editors and friends of the banned 'Suara Papua' newspaper.