ArsipDinilai Tidak Taat Asas, Komisi II DPR-RI Tolak Bahas RUU Otsus Plus

Dinilai Tidak Taat Asas, Komisi II DPR-RI Tolak Bahas RUU Otsus Plus

Jumat 2014-09-26 15:54:30

PAPUAN, Jakarta — Salah satu anggota Komisi II DPR-RI dari Fraksi Partai Amanat Nasional (PAN), Yandri Susanto mengatakan, komisinya telah menolak untuk membahas RUU Pemerintah Otsus di tanah Papua yang diajukan pemerintah kepada DPR.

“Ini bukan masalah RUU ini siluman atau bukan siluman. Jika mengacu kepada asas ketaaatan dan dibandingkan dengan pembuatan UU lainnya, ini tidak taat asas,” kata Yandri, seperti dikutip dari JPNN, kemarin, di Jakarta.

 

Menurut Yandri, RUU ini diajukan oleh pemerintah secara mendadak dan disahkan oleh paripurna DPR pada 16 September lalu, dan telah masuk dalam Prolegnas tanpa melalui proses panja, pansus, rapat dengar pendapat dan lain-lainnya.

 

“Dengan demikian ini menyalahi prosedur dan makanya kita tolak," kata Yandri, saat memberikan keterangan kepada wartawan, usai menerima tim dari Papua.

 

Karena menyalahi prosedur, lanjut Yandri, ia menjamin RUU tersebut tidak akan disahkan dalam DPR periode ini.

 

"Karena prosedurnya dilanggar, maka RUU ini tidak akan dibahas, apalagi disahkan. Jadi tidak benar kalau ada isu RUU ini akan disahkan, karena kalau dipaksakan kasihan rakyat Papua. Ini menyangkut nasib orang banyak dan kemajuan Papua ke depannya," tegas Yandri.

 

Menjawab pertanyaan, terkait isu adanya dugaan pesanan asing terutama Amerika Serikat tentang keberadaan PT Freeport di Papua, Yandri mengatakan bahwa memang Komisi II banyak mendapatkan info terkait tunggang-menunggangi RUU tersebut.

 

"Karena banyaknya info, kita wajib mencermatinya dan makanya juga DPR perlu waktu untuk mengumpulkan banyak hal yang berkembang di lapangan.”

 

“Karena baru disahkan pada 16 September lalu dan karena masa bakti DPR periode ini akan berakhir, kita menolak karena perlu mencermati semua hal. Itulah makanya saya berpikiran biar DPR periode mendatang saja yang membahasnya,” ujar Yandri.

 

Menurutnya, RUU yang diajukan pemerintah juga perlu dicermati karena banyak isu yang diatur memerlukan penelaahan khusus dan harus dibahas serius.

 

Terutama lanjutnya, karena ada pasal yang mengatur bahwa jabatan politik di Papua harus diisi oleh orang Papua asli dan ini tentunya tidak baik untuk kebhinekaan.

 

"Dalam RUU itu tertulis dalam salah satu pasalnya bahwa jabatan politik harus diisi oleh orang Papua asli. Ini tentunya merupakan isu yang sangat sensisitif untuk keberlangsungan Bhineka Tunggal Ika.”

 

“Di Papua itu kan yang hidup disana buka orang Papua asli saja, seperti halnya di daerah lainnya. Banyak masyarakat disana adalah pendatang yang sudah bermukim di Papua selama beberapa generasi.”

 

“Jadi kalau itu diakomodir maka bisa menimbulkan perpecahan Indonesia. Makanya saya salah satu yang menolak RUU ini. Kasih kesempatan bagi anggota yang baru nanti untuk turun ke lapangan," pintanya.

 

Selain itu juga, lanjut Yandri, perlu dikaji masalah perimbangan pembagian pusat dan daerah. Dalam RUU itu tertulis bahwa mereka berhak mendapatkan 80 persen hasil dari Papua untuk mereka.

 

"Untuk dana perimbangan, mereka meminta 80 persen. Makanya ini perlu dicermati lagi apakah selama ini Otsus yang diberikan sudah adil dan merata? Selama ini dana Otsus juga cukup besar dan belum pernah dievaluasi. Evaluasi dulu Otsus Papua yang sekarang baru nanti kita berikan apa yang kurang,” pungkasnya.

 

OKTOVIANUS POGAU

Terkini

Populer Minggu Ini:

Perda Pengakuan dan Perlindungan MHA di PBD Belum Diterapkan

0
“Kami bersama AMAN Sorong Raya akan melakukan upaya-upaya agar Perda PPMHA  yang telah diterbitkan oleh beberapa kabupaten ini dapat direvisi. Untuk itu, sangat penting semua pihak duduk bersama dan membicarakan agar Perda PPMHA bisa lebih terarah dan terfokus,” ujar Ayub Paa.

Fortnightly updates in English about Papua and West Papua from the editors and friends of the banned 'Suara Papua' newspaper.