ArsipLetsoin Bantah Cerita PEPERA Versi Ramses Ohee

Letsoin Bantah Cerita PEPERA Versi Ramses Ohee

Jumat 2016-04-29 08:27:41

JAYAPURA, SUARAPAPUA.com — Stanis Letsoin, pensiunan pegawai negeri sipil pada Dinas Sosial Kabupaten Jayapura, mengatakan, cerita sejarah Papua jangan direkayasa.

Pernyataan ini diungkapkan saat dirinya mengikuti seminar peringatan kembalinya Papua ke pangkuan NKRI bertema “Dengan semangat 1 Mei, kita mantapkan pembangunan menuju Papua bangkit mandiri dan sejahtera; Bersama Generasi Muda se-Kota Jayapura”, Kamis (28/4/2016) kemarin di lantai 2 Hotel Aston Jayapura, Papua.

“Negara harus minta ampun kepada orang Papua, dan pemerintah pusat harus tahu kami punya orang tua berjuang untuk Indonesia merdeka bahkan orang Papua banyak yang berjuang juga, tetapi apa yang negara berikan untuk orang tua kami dan anak cucu?” ujar Stanis memprotes para narasumber seminar. (Baca: Wartawan Jayapura Gelar Seminar Integrasi Papua ke NKRI)

Ia menilai negara ini sangat tidak menghargai jerih payah orang tua di masa lalu. “Kalau begini terus, saya yakin dan percaya Papua akan mengikuti jejak Timor Timur yaitu merdeka,” ujar pria berdarah Maluku ini.

Dari sejarah yang ada, sebutnya, Indonesia dan Belanda menandatangani surat perjanjian pada tanggal 15 Agustus 1962 di New York, Amerika Serikat. “Yang jadi persoalan, pasal yang mengatur tentang Plebysed yang isinya pemilihan umum secara bebas yang dulu dikenal dengan sistem one man one vote diganti oleh Indonesia dengan nama PEPERA. Makanya, banyak orang Papua lari ke Belanda, dan juga banyak orang Republik Maluku Serikat (RMS) lari ke Belanda, karena alasan tidak mau tinggal dengan Indonesia. Itu sejarah, jadi jangan bohong,” tutur Stanis Letsoin dengan berani di tengah seminar.

“Saya harap bapak-bapak pemateri yang ada di depan jangan cerita dongeng kepada semua yang hadir di sini. Saya tahun 1961 injak kaki di Papua. Saya sendiri melihat dengan mata saya, saya alami sejarah yang terjadi pada saat itu,” tegas pria berambut putih yang telah 22 tahun bekerja di Dinas Sosial Kabupaten Jayapura.

Stanis menceritakan sejarah di Tanah Papua, seperti nama Jayapura yang dulunya Hollandia diganti menjadi Kota Baru, setelah itu dirubah dengan Soekarnopura, kemudian namanya diganti lagi dengan Jayapura, dan terakhir saat ini Port Numbay.

“Tetapi pusat tidak mau dengan nama itu. Ada apa sebenarnya dengan Papua?. Ini sejarah Papua,” ujarnya.

Anggota Tim Asistensi KPA Provinsi Papua ini menambahkan, jika cerita sejarah tidak diceritakan secara baik, maka kacau sudah negara ini. Karena itui, ia berharap, sejarah setiap daerah jangan dikubur dengan cerita dari pemerintah pusat.

“Kami sangat kecewa, tetapi saya pribadi mau katakan lagi bahwa pusat harus rubah kelakuan, bila tidak, sekali lagi saya katakan, Tim-tim kedua bisa terjadi di Papua,” ujar Stanis Letsoin.

Paschalis Fau’ubun, dosen di Sekolah Tinggi Ilmu Hukum (STIH) Umel Mandiri Jayapura, mengatakan, sejarah Papua harus dilihat dengan benar.

Menurutnya, perjanjian dilakukan tiga pihak yaitu Indonesia, Belanda dan Amerika Serikat. “Indonesia tidak bisa secara sepihak merubah aturan itu, harus ada persetujuan ketiga-tiganya,” kata Paschalis.

Melihat sejarah pelaksanaan PEPERA, ia berpendapat, memang hingga kini masih dipersoalkan dan tanggal 1 Mei sebagai hari integrasi Papua ke dalam NKRI, jika waktu itu Indonesia jujur, maka Papua sudah merdeka.

“Jelas, PEPERA itu direkayasa oleh Indonesia, dan Amerika juga sangat mendukung hal itu, karena Amerika punya kepentinga besar di Papua,” ujar Dosen Hukum di STIH Umel Mandiri.

Editor: Mary

HARUN RUMBARAR

Terkini

Populer Minggu Ini:

ULMWP Himbau Rakyat Papua Peringati 1 Mei Dengan Aksi Serentak

0
“ULMWP sebagai wadah koordinatif gerakan rakyat, siap bertanggung jawab penuh atas semua rangkaian aksi yang dilakukan dalam bentuk apa pun di hadapkan kolonialisme Indonesia dan dunia Internasional.”

Fortnightly updates in English about Papua and West Papua from the editors and friends of the banned 'Suara Papua' newspaper.