ArsipKejagung dan Komnas HAM Diminta Buka Kasus Wasior Berdarah

Kejagung dan Komnas HAM Diminta Buka Kasus Wasior Berdarah

Jumat 2014-08-22 20:35:45

PAPUAN, Manokwari — Lembaga Penelitian, Pengkajian dan Pengembangan Bantuan Hukum (LP3BH) Manokwari meminta Kejaksaan Agung (Kejagung) RI, dan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM), untuk membuka dan melanjutkan penyidikan terhadap kasus pelanggaran HAM berat yang terjadi di Wasior pada 2001 hingga 2002 silam.

“Mereka-mereka yang diduga keras sebagai pelaku-pelaku pelanggaran HAM Berat di Wasior harus dipanggil, diperiksa kembali, dan dibawa untuk dihadapkan di depan persidangan pengadilan HAM di Tanah Papua,” kata Direktur Eksekutif LP3BH, Yan CH Warinussy, dalam siaran pers yang dikirim kepada redaksi suarapapua.com, sore tadi.

 

LP3BH sebagai Lembaga Non Pemerintah yang memfokuskan diri pada pekerjaan advokasi penegakan hukum dan perlindungan hak asasi manusia di Tanah Papua, menurut Warinussy, akan terus mengawal penyelesaiaan kasus-kasus pelanggaran HAM di tanah Papua.

 

“Kejagung RI harus menjalankan fungsi dan tugasnya selaku penyidik dan sekaligus sebagai penuntut umum sebagaimana diatur di dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), yang juga diatur di dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981, untuk membawa atau tidak membawa kasus Pelanggaran HAM Berat Wasior ini ke Pengadilan HAM,” ujarnya.

 

Amanat Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM, dan dikaitkan dengan amanat pasal 45 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Bagi Provinsi Papua, lanjut Warinussy, Komnas HAM dan Jaksa Agung Republik Indonesia juga harus mendorong didirikannya Pengadilan HAM di Tanah Papua.

 

‘Kami usulkan pengadilan HAM di Manokwari, Papua Barat. Tugas pertama dari pengadilan HAM ini adalah menerima, meregistrasi dan selanjutnya mengadili Perkara Pelanggaran HAM Berat Wasior 2001-2002 berdasarkan amanat pasal 2, pasal 3, pasal 4, pasal 5 dan pasal 6 Undang Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM.”

 

“Penyelesaian kasus pelanggaran HAM Berat Wasior ini sangat penting dan mendesak demi tercapainya kepastian hukum, serta terpenuhinya rasa keadilan yang hidup dalam masyarakat di wilayah Teluk Wondama, yang kini telah menjadi salah satu daerah otonom berbentuk kabupaten,” tegas pengacara senior ini.

 

Menurut Warinussy, hal ini penting agar tidak terjadi impunitas bagi aparat kepolisian dan Brimob yang saat itu bertugas dalam operasi-operasi keamanan di wilayah Teluk Wondama antara tahun 2001 hingga tahun 2002.

 

OKTOVIANUS POGAU

Terkini

Populer Minggu Ini:

Kadis PUPR Sorsel Diduga Terlibat Politik Praktis, Obaja: Harus Dinonaktifkan

0
Kadis PUPR Sorsel Diduga Terlibat Politik Praktis, Obaja: Harus Dinonaktifkan SORONG, SUARAPAPUA.com --- Bupati Sorong Selatan, Papua Barat Daya, didesak untuk segera mencopot jabatan kepala dinas PUPR karena diduga telah melanggar kode etik ASN. Dengan menggunakan kemeja lengan pendek warna kuning dan tersemat lambang partai Golkar, Kadis PUPR Sorong Selatan (Sorsel) menghadiri acara silaturahmi Bacakada dan Bacawakada, mendengarkan arahan ketua umum Airlangga Hartarto dirangkaikan dengan buka puasa di kantor DPP Golkar. Obaja Saflesa, salah satu intelektual muda Sorong Selatan, mengatakan, kehadiran ASN aktif dalam acara silatuhrami itu dapat diduga terlibat politik praktis karena suasana politik menjelang pemilihan kepala daerah (Pilkada) yang dilaksanakan secara serentak tanggal 27 November 2024 mulai memanas. “ASN harus netral. Kalau mau bertarung dalam Pilkada serentak tahun 2024 di kabupaten Sorong Selatan, sebaiknya segera mengajukan permohonan pengunduran diri supaya bupati menunjuk pelaksana tugas agar program di OPD tersebut berjalan baik,” ujar Obaja Saflesa kepada suarapapua.com di Sorong, Sabtu (20/4/2024).

Fortnightly updates in English about Papua and West Papua from the editors and friends of the banned 'Suara Papua' newspaper.