ArsipKronologi Penodongan Senjata dan Perampasan Kamera Wartawan Saat Meliput Aksi Damai (Bagian...

Kronologi Penodongan Senjata dan Perampasan Kamera Wartawan Saat Meliput Aksi Damai (Bagian 2/Habis)

Rabu 2015-10-14 11:34:50

JAYAPURA, SUARAPAPUA.com — Abraham You, wartawan Jubi, yang mengalami tindakan kekerasan, intimidasi dan penodongan dengan senjata serta perampasan kamera miliknya, telah menyampaikan laporan polisi ke Propam Polda Papua.

Berikut lanjutan kesaksiannya pada saat Polisi membubarkan paksa aksi kemanusiaan dari SKP-HAM Papua, Kamis (8/10/2015) di depan Gereja Katolik Gembala Baik, Abepura, Jayapura, Papua.

Saat massa aksi sedang berorasi secara bergantian, juga koordinator aksi sedang bernegosiasi dengan Kapolsek Abepura, tiba-tiba saya mendengar bunyi sirene sangat kuat dari arah Jayapura, atau tepat dari arah lingkaran Abepura.

Saya lihat, satu buah truk Polisi melaju dengan sangat kencang. Truk langsung menuju ke arah massa. Tanpa diskusi dan dialog, tiba-tiba beringas masuk ke dalam barisan massa, dan secara paksa membubarkan aksi tersebut. Saat itu saya berada di sebelah kanan massa aksi, dan siapkan kamera untuk memotret jika terjadi hal-hal yang tidak diinginkan.

Beberapa rekan wartawan saya lihat diam saja di tempat. Beberapa lagi berusaha mengeluarkan kamera untuk foto, namun mendapatkan bentakan dari Polisi yang tiba menggunakan truk tadi, akhirnya mereka menghentikan niat memotret situasi barisan massa tadi.

Saya juga awalnya tidak memotret, karena lihat aksi brutal aparat yang semakin beringas dengan membubarkan, menendang, dan memukul massa aksi. Tak hanya itu, mereka lalu diangkut ke dalam truk. Saya bergegas untuk siap jepret.

Dari arah belakang truk Polisi, saya lihat beberapa Frater yang mengenakan jubah coklat tadi ikut diangkut ke dalam truk, dengan cara mencekik di leher mereka.

Karena melihat langsug situasi itu, saya lantas dengan cepat mengambil beberapa foto. Tetapi, tiba-tiba dari arah depan muncul tiga anggota Polisi dengan memegang senjata laras panjang, menodongkan senjata ke dada saya, dan satu orang lagi mencekik leher saya, lalu membentak saya untuk menghapus seluruh isi foto tadi.

“Hapus semua foto itu! Tidak boleh foto sembarang!” teriak anggota Polisi.

Saya mengatakan kepada polisi kalau saya wartawan. Dengar itu, tiba-tiba salah satu anggota Polisi langsung merampas kamera saya dengan kasar. Saat itu saya tunjukan Kartu Pers, lalu saya katakan bahwa saya wartawan, dan berusaha mengambil kamera yang telah berhasil direbut tadi.

 

Tetapi, dua orang anggota Polisi berusaha menghalangi saya agar tidak mengambil kembali kamera, atau menjauhkan saya dari teman mereka yang sedang berusaha menghapus seluruh isi foto tadi.

Saya lihat salah satu anggota Polisi yang merampas kamera saya tadi bernama Marlon. Saat itu saya juga mau diangkut ke dalam truk Polisi, karena beberapa anggota Polisi berbaju preman telah mengerumuni saya.

Rekan wartawan Oktovianus Pogau dan penasehat hukum massa aksi, Olga Hamadi mendatangi dan menghampiri Polisi yang menahan saya tadi, dan mengatakan kalau saya wartawan. Mereka dua meminta agar kamera dikembalikan. Ya, saya tidak diangkut ke dalam truk.

Aparat Polisi yang bernama Marlon tadi berusaha untuk terus menghapus seluruh isi foto dari kamera. Saat kamera saya masih ditahan, saya berusaha menghampiri Wakapolresta Jayapura, Kompol Albertus Adreana, dan menyatakan kepadanya bahwa saya wartawan, dan saya sedang menjalankan tugas peliputan/jurnalistik.

“Saya ini wartawan. Saya sudah tunjukan kartu pers. Kenapa anak buah bapak bersikap begitu kepada saya? Bapak lihat kamera saya sudah diambil secara kasar, dan semua foto sedang dihapus,” kata saya kepada Wakapolresta Jayapura di tempat aksi damai. Tetapi, saat itu Wakapolresta tidak berkomentar sama sekali. Dia bahkan menghiraukan saya.

Kamera saya ditahan oleh anggota Polisi bernama Marlon tadi selama 7 menit. Dia kembalikan kamera Canon EOS 1100D kepada saya setelah menghapus seluruh isi foto.

Saat anggota Polisi sedang menangkap, menggeledah, dan mengangkut massa aksi ke dalam truk, rekan wartawan Oktovianus Pogau yang tidak terima dengan perlakukan Polisi terhadap wartawan, saat itu juga langsung menelepon Kepala Kepolisian Daerah (Kapolda) Papua, Inspektur Jenderal (Irjen) Pol. Paulus Waterpauw.

Saya mendengar Pogau berbicara dengan Waterpauw terkait anggota Polisi di lapangan yang tidak menghargai wartawan, dengan cara menodongkan senjata, merampas kamera, mencekik leher wartawan, dan menghapus seluruh isi foto dari kamera, padahal kartu pers dan asal media tempat bekerja telah ditunjukan secara jelas.

Sekitar satu menit berbicara dengan Waterpauw, Pogau minta orang nomor satu di Polda Papua itu langsung berbicara dengan Wakapolresta Jayapura yang saat itu bertindak sebagai komandan lapangan.

Waterpauw berbicara kepada Wakapolrestas sekitar lima menit lamanya menggunakan HP milik Pogau. Kami mendengar dengan jelas, dari balik telepon, Waterpauw sempat meminta Wakapolresta menyampaikan permintaan maaf secara resmi kepada wartawan.

Kapolda juga mengusulkan kepada wartawan bersangkutan untuk membuat laporan Polisi ke Propam Polda Papua, agar laporan tersebut dapat ditindaklanjuti dengan memberikan sanksi/hukuman kepada Polisi yang menghalang-halangi kerja dari wartawan mengambil foto maupun video.

Sebelum menutup telepon, Wakapolresta mengembalikan telepon kepada Pogau, dan Waterpauw sempat mengatakan kepada Pogau, bahwa laporan Polisi kepada Propam Polda Papua harus segera dibuat, agar ada efek jera bagi anggota yang melakukan intimidasi dan menghalangi kerja-kerja jurnalistik di lapangan.

Demikian kronologis kekerasan dan intimidasi yang saya alami pada hari Kamis 8 Oktober 2015, berharap setelah membaca laporan ini, berbagai organisasi pers yang ada di Jayapura, seperti Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Kota Jayapura, Persatuan Wartawan Indonesia (PWI), Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI), dan Indonesia Journalist Network (IJN) dapat segera menindaklanjuti dengan cara mendesak aparat kepolisian untuk memberikan hukuman kepada oknum anggota Polisi yang menghalangi dan mengganggu tugas-tugas jurnalistik.

Saya berharap, teman-teman organisasi pers bisa mendampingi saya dalam membuat laporan Polisi kepada Propam Polda Papua terkait tindakan anggota Polisi yang tidak menghargai profesi jurnalis yang kita cintai bersama. (Habis)

MARY

Terkini

Populer Minggu Ini:

Hari Konsumen Nasional 2024, Pertamina PNR Papua Maluku Tebar Promo Istimewa...

0
“Kami coba terus untuk mengedukasi masyarakat, termasuk para konsumen setia SPBU agar mengenal Pertamina, salah satunya dengan menggunakan aplikasi MyPertamina sebagai alat pembayaran non tunai dalam setiap transaksi BBM,” jelas Edi Mangun.

Fortnightly updates in English about Papua and West Papua from the editors and friends of the banned 'Suara Papua' newspaper.