Jumat 2016-01-15 12:14:50
JAYAPURA, SUARAPAPUA.com — Sejumlah aktivis dan pemuda Papua yang tergabung dalam Solidaritas Korban Jiwa Wilayah Mbua (SKJWM) Kabupaten Nduga, Papua, meminta pemerintah lebih serius tangani penyakit atau virus Pertusis yang melanda daerah itu sejak Oktober 2015 lalu.
“Kami mendesak kepada Pemerintah Pusat terlebih khusus Kemenkes RI, Dinkes Papua dan Pemda Kabupaten Nduga agar lebih serius tangani kasus kematian di Mbua, karena hingga awal Januari ini dikabarkan ada korban lagi,” ujar Peneas Lokbere, koordinator SKJWM, saat jumpa pers di Kota Jayapura, Papua, Jumat (15/1/2016).
Lokbere yang didampingi sejumlah aktivis dari IPMNI, AMPTPI, FIM, SKP HAM Papua, GMKI, PMKRI, PK, SKP Fransiskan Papua, FPHAMP, dan GempaR Papua, menyatakan, pihak Kemenkes RI, Dinkes Papua dan Pemkab Nduga paling bertanggungjawab terhadap Kejadian Luar Biasa (KLB) di Mbua.
Mesti uji laboratorium dan mengumumkan penyakit atau virus penyebab kematian 50-an lebih warga di wilayah Mbua.
“Selain virus Pertusis, mungkin masih ada penyakit lainnya yang belum terdeteksi. Karena kematian di wilayah Mbua yang di dalamnya ada Distrik Mbua, Dal dan Mbulmu Yalma diawali dengan kematian ternak atau hewan peliharaan, termasuk tanaman,” tuturnya.
SKJWM juga menyampaikan sejumlah hal yang mesti didorong para pemangku kepentingan untuk memperhatikan kasus Mbua. Yakni, mendesak kepada DPRP dan DPRD Kabupaten Nduga segera membentuk tim atau panitia khusus guna memastikan berapa banyak orang meninggal dunia, termasuk hewan yang mati secara misterius itu.
“Pemerintah juga harus menyiapkan tenaga medis khusus seperti dokter spesial, tenaga bidan dan perawat serta melengkapi sarana dan prasaran termasuk logistik obat yang dibutuhkan. Karena kami dapat laporan, ada obat yang kedaluwarsa,” kata Lokbere.
Lanjut dia, Pemerintah Pusat dan Provinsi Papua serta Pemkab Nduga juga harus memperhatikan sanitasi air dan perumahan layak huni bagi warga Mbua.
“Yang kami lihat hanya TNI dan Polri yang berikan bantuan bahan pokok, ini juga kami rasa kurang tepat karena seharusnya yang turun itu pihak yang paling berkompeten langsung. Tetapi terkesan lamban,” ujar koordinator SKP HAM-Papua ini.
Sementara itu, ketua Asosiasi Mahasiswa Pegunungan Tengah Papua se-Indonesia (AMPTPI) DPW Indonesia Timur, Natan Tebai menegaskan, pihaknya mendesak kepada pemerintah agar jangan anggap sepele kasus KLB ini.
“Harus ada perhatian serius. Jika tidak, kami akan membawa masalah ini ke rana hukum,” ujarnya dengan tegas.
Alasan Natan, karena ini menyangkut pelayanan publik yang tidak dijalankan baik. Akibatnya, masyarakat Papua di Mbua menjadi korban.
Natan juga menyatakan, “Kami tetap kawal kasus KLB di Mbua ini sampai ada pengakuan untuk serius menangani masalah Papua dalam bidang kesehatan. Sebab, ini sudah sangat fatal. Pemerintah tidak mampu menyelamatkan bangsa Papua dari hujan kematian.”
Pengalaman selama ini, beber Tebai, pelayanan kesehatan hanya dirasakan warga di daerah perkotaan saja. Sementara di daerah terpencil pelayanannya termasuk fasilitas medis sangat minim.
Editor: Mary
HARUN RUMBARAR